Wednesday, February 10, 2016

POMA INDRA, PEMILIK TEH GREEN CANYON, BERJUALAN TEH DENGAN BOOTH




Usaha yang baru dimulai sejak Agustus 2013 ini menyediakan beragam jenis minuman teh. Selain kopi, teh memang menjadi salah satu minuman favorit di dunia. Bahkan menurut data Food and Agriculture Organization of The United Nations, Indonesia berada di urutan 70 dari 155 negara peminum teh di dunia.

Maka, tak salah jika Poma Indra mencoba membuat usaha berdasarkan minuman favorit warga dunia itu. Meski begitu, jalan usahanya tak selalu mulus. Suka dan duka yang ia rasakan tak berbeda dengan bisnis lainnya, selalu jatuh bangun. Awalnya ia hanya menjual minuman di depan sekolah di kawasan Balikpapan, Kalimantan Timur. Tehnya ia jual dengan gelas ukuran kecil dan tanpa brand.

Tak banyak yang ditawarkan Poma ketika itu. Rasa teh-nya hanya original. Tapi ternyata banyak yang suka. Bahkan setelah ia menggunakan brand Teh Green Canyon, pelanggan bisa menerima. Bahkan pelanggannya semakin banyak ketika ia memiliki 10 varian rasa.

Ayah dua anak ini mengaku mengeluarkan modal awal sekitar Rp 8 juta untuk booth, peralatan, cup, dan bahan baku. Saat ini Teh Green Canyon sudah menerima banyak permintaan franchise. Ada dua paket penawaran waralaba yang ditawarkan. Paket Koper 10,3 juta dengan boothbesar, dan Paket Bag Rp 6,1 juta dengan portable booth.





Beda keduanya memang hanya pada bentuk booth. Selebihnya, kedua paket sama-sama memberikan peralatan komplet. Seperti mesin sealer, 200 buah cup, bahan teh, dan varian rasa untuk starting atau pembukaan. Kini, Poma telah memiliki 12 outlet di Kalimantan Timur, Lampung, Jakarta, Bandung, NTB, Aceh, dan Yogyakarta. Ke depannya, Poma berharap mampu terus melebarkan sayap usahanya. Ia akan terus mencari taste terbaik untuk varian rasa khas Teh Green Canyon.

Lantaran tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur, pria kelahiran 30 Oktober 1980 ini, mengaku awal mengembangkan usaha ini agak sulit. Padahal untuk mengembangkan usahanya, ia harus lebih banyak berada di Jakarta. Tapi saat ini semua sudah berjalan dengan sistem yang baik. Sehingga ia tak selalu harus ke Jakarta.

Contact Person :

POMA INDRA

Jl Mesjid Almubarok no 19 C. seskoal Cipulir, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
Telepon :
021-70432629 (kantor)
085250263639 (Owner)
085387091369 (Admin officer)

____________________________
advetorial :

MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYAKLIK DI SINI


BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan
!! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/04/poma-indra-pemilik-teh-green-canyon.html
Read More

Tuesday, February 9, 2016

DIANA CAHYAWATI, Pemilik COOKING MOMMY, Produk Makanan Bento Yang Dibuat Dengan Hati




Awalnya Diana bekerja di bidang IT, namun karena pada dasarnya ia menyukai hal-hal yang berbau kreatif seperti membuat clay atau menciptakan makanan, ia pun akhirnya menceburkan dirinya di bisnis bento. Sebelumnya ia hanya suka membagi resep makanan yang dibuatnya lewat blog hingga ramai dibaca orang. Ia pun senang manakala setiap kali resep yang dibagikannya bisa menginspirasi orang lain untuk mencoba memasak. Menurut Diana, keahliannya ini diturunkan dari sang Bunda, yang padahal sempat tidak pernah mengizinkanya turun ke dapur.

Resep pertama yang dibagikannya adalah Character Pao atau CharPao dan Character Bentoalias Charaben, serta masih banyak lagi yang lainnya. Proses membagi resep ini adalah salah satu yang membuat Diana bahagia. Pasalnya, ia bisa mendapat banyak sekali respons positif dari pembaca. Bahkan, hingga bisa menginspirasi banyak orang dari resep-resep yang ia bagikan. Misalnya, ada pembaca yang pernah mengirimkannya SMS, mengatakan bahwa ia bisa membuat bisnis sendiri untuk meneruskan kuliahnya, setelah mencoba resep-resep yang dibagikan Diana di blog. Dalam hal ini, Diana selalu ingat pesan sang Bunda agar menjadi manusia yang tak pelit ilmu. Ia percaya, ilmu yang ia bagikan kepada orang lain akan menjadi berkah.




Menurut Diana, membuat bento ini sebenarnya berawal dari iseng-iseng karena ia bosan dengan makanan yang itu-itu saja. Berbisnis bentodengan nama Cooking Mommy, ia mengerjakan semua pesanan seorang diri. Tentu saja ia sering menemui kendala. Misalnya, saat harus menciptakan karakter yang belum ada cetakannya, misalnya tokoh Spiderman. Untuk itu, ia pun harus membuatnya sendiri dengan menggunakan plastic wrap. Walau agak rumit, tapi bagi Diana proses itu tetap menyenangkan. Baginya, mengerjakan pesanan dengan karakter yang berbeda selalu membuatnya tertantang.

Diana menambahkan, membuat bento itu berbeda dengan membuat masakan biasa, karena bahan-bahan yang digunakan harus selalu segar. Itulah yang membuat harganya menjadi mahal, karena ia tidak bisa menyimpan stok bahan karena harus langsung digunakan selagi segar. Meski sebagian besar menggunakan bahan-bahan impor, namun Diana masih selalu memodifikasi resep dengan menggunakan bahan-bahan lokal dalam setiap karya bento-nya. Misalnya, saat tidak bisa memakai nasi Jepang karena harganya mahal, maka ia menggunakan campuran beras biasa dan beras ketan dengan perbandingan satu banding sepuluh. Sementara untuk bahan sayuran, ia selalu memilih yang organik karena bento banyak dikonsumsi anak-anak yang pencernaannya belum kuat.




Saat membuat bento, Diana pun terbiasa menggunakan sarung tangan. Karena kalau memakai tangan langsung, walaupun sudah dicuci masih suka mengandung keringat, sehingga akan menyebabkan bento rentan basi.

Diana mengaku, suatu hari ia pernah mendapatkan tawaran dari seorang selebritis yang sejak lama menjadi langganannya, untuk mengajak kerja sama atau meminta izin untuk membuka toko yang menjual produknya. Tapi Diana menyadari, saat ini usahanya masih terkendala sumber daya manusia, karena dalam membuat bentosangat dibutuhkan kreativitas. Maka tidak sembarang orang bisa membuatnya. Menurut Diana, yang usahanya telah berhasil mendatangkan omzet puluhan juta rupiah dalam sebulan ini, saat membuat bento memang harus dari hati. Sementara saat ini sering sekali orang bekerja jarang yang memakai hati.





Contact :

email at din2902@yahoo.com
or call at +62-856-160-4400






reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/05/diana-cahyawati-pemilik-cooking-mommy.html
Read More

NOVITA YUNUS, Pemilik Brand BATIK CHIC : Mantan Bankir Yang Sukses Membawa Karya Batik Mendunia




Kehidupan ibu tiga orang anak ini bak mozaik penuh warna. Tamat kuliah dari jurusan Hubungan Internasional, ia kemudian sukses meniti karier di dunia perbankan. Di puncak kariernya sebagai bankir, ia harus bercerai. Namun, perceraian dengan lelaki yang amat ia cintai itu tak membuatnya larut dalam kesedihan. Momen itu justru dijadikan titik balik mengembangkan passionyang dimilikinya, bergelut di dunia batik. Kini, Batik Chic berkembang pesat, bahkan menembus pasar luar negeri.

Novita menceritakan, bila melihat latar belakang pendidikan maupun karier sebelumnya, memang tidak nyambung dengan usaha fashionbatik yang dimilikinya sekarang. Bahkan ia sendiri tidak pernah membayangkan akan memiliki usaha seperti ini. Latar belakang pendidikannya adalah Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Padjajaran, Bandung. Setelah tamat, kemudian ia berkarier di dunia perbankan. Soal mengapa ia memilik berkarier di bank juga ada ceritanya. Setelah menamatkan kuliah, ia memang langsung melamar kerja di sebuah bank, yang memang menjadi pekerjaan impiannya. Ia ingin meniti karier di sana seperti ayahnya, Yunus, yang juga seorang bankir. Ia melihat, seorang bankir, selain jam kerjanya teratur, penampilannya pun juga selalu rapih. Itulah yang membuat Novita terpesona dengan profesi itu. Untungnya, lamarannya itu akhirnya diterima.

Ia merasakan bekerja di bank itu menarik sekali. Apalagi karakternya memang menyukai tantangan. Sebagai seorang marketing di bank, tantangannya adalah target. Sampai ia menikah dan memiliki tiga anak, pola pikirnya saat itu sebetulnya sederhana saja, asalkan bisa bekerja sejak pagi sampai malam hari dan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya itu sudah cukup. Namun kalau prestasinya di bank itu biasa-biasa saja, ia merasa akan sangat rugi. Karena tak sebanding dengan pengorbanan meninggalkan anak-anaknya di rumah. Oleh karena itu, dengan memegang spirit yang kuat, setiap tahun ia harus berusaha menjadi the best dalam hal prestasi di perusahaannya.

Namun pada akhirnya, ada dua hal yang membuatnya memutuskan untuk keluar dari bank dan menjadi seorang wirausaha. Pertama karena perceraian, dan yang kedua atas nasihat RB Sentanu, pemilik lembaga trainingQuantum Ikhlas. Saat ia berpisah dengan suaminya 2010 silam, di tengah guncangan batin, ia mulai berpikir bagaimana caranya agar dengan konsisinya yang single parent bisa mempunyai pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah. Sehingga ia bisa mendampingi ketiga anaknya, Rangga, Reyhan, dan Nadja. Karena di awal perceraian itu, anak-anaknya sempat mengalami trauma. Rasanya tidak mungkin ia bekerja seharian meninggalkan mereka.

Dengan pertimbangan itulah, sambil mengucap ?bismillah?, akhirnya ia memutuskan keluar dari pekerjaan mapan di bank yang sudah dirintis selama 13 tahun. Semangatnya makin bertambah setelah Mas Nunu (panggilan RB Sentanu) memberi dukungan moral. Menurut Mas Nunu waktu itu, rezeki datang tidak hanya lewat bekerja di bank. Oleh karena itu ia dituntut untuk mencari pekerjaan dari tempat lain, yang semoga berkah. Namun, sebelum berencana keluar, Novita sudah menyiapkan profesi baru sebagai konsultan finance planner, reksadana, dan asuransi. Di bidang itu ia memang cukup menguasai ilmunya dan mempunyai lisensi. Ia yakin, pekerjaan baru tersebut bisa berkembang, karena banyak rekanan selama bekerja di bank yang bisa menjadi kliennya. Bahkan, untuk rencana pekerjaan baru tersebut, ia juga sudah menyiapkan kantor baru yang cukup representatif.

Tapi kebetulan, menjelang membuka kantor baru, ia mencari kesibukan untuk sekedar mengembangkan hobi yakni membuat tas dari batik. Biasanya, perempuan memang punya kesukaan terhadap barang tertentu. Ada yang menyukai permata, sepatu, gaun, ada pula yang suka mengoleksi tas dan sebagainya. Dan sejak dulu, Novita memang gemar mengoleksi tas. Jadi ia tahu bagaimana spesifikasi tas yang berkualitas. Selain itu, sejak kecil ia juga menyukai barang-barang tradisional, salah satunya adalah kain batik. Karena kala itu juga hampir tidak ada tas yang berbahan kain batik. Kalaupun ada biasanya kurang bagus, misalnya memakai batik printing, kulitnya imitasi, dan pengerjaannya juga kasar. Rencananya, kalau sudah jadi, tas itu akan ia pakai sendiri. Sambil santai di rumah, ia pun mulai membuat desain tas. Setelah polanya jadi barulah ia bawa ke tukang yang bagus pengerjaannya sekaligus punya bahan bagus. Setelah jadi, tas itu pun iseng ia unggah di Facebook.


Dan ternyata responsya luar biasa. Begitu melihat tasnya, banyak yang suka dan memesan. Sehingga mau tidak mau, Novita harus membuatkan. Dan nyaris tak ia percaya, dalam waktu kurang dari sebulan, hasil penjualan tas itu melebihi gajinya sebulan saat bekerja di bank. Dari sana Novita berpikir, usaha ini sepertinya bisa dikembangkan. Apalagi usaha ini sesuai dengan passion-nya. Menyadari peluang bagus, ia kemudian mengembangkannya dan menjual secara online dengan label Batik Chic. Sejak itu, pemesanan makin ramai, tak hanya dari Indonesia tapi juga luar negeri. Karena belum ada modal cukup, garasi mobil di rumahnya pun ia sulap menjadi workshop tempat para tukang mengerjakan tas.

Setelah usaha tas berkembang bagus, ia lalu mencoba menyewa tempat di Kemang, yang ukurannya hanya 3x3 meter. Karena permintaan terus meningkat, akhirnya ia membuka cabang di Bandung, kemudian tahun 2012 membuka galeri di Jakarta, lalu 2015 di Surabaya. Sementara untuk outlet saat ini sudah ada di Grand Indonesia, Central Park, Lotte, Pendopo, Plaza Senayan, Ciputra World Surabaya, dan Bali. Sukses di bisnis ini, akhirnya rencana membuka jasa konsultan keuangan pun hanya menjadi kenangan.


Ketika customer datang ke tempatnya, ternyata mereka tidak hanya menanyakan tas, tetapi sekaligus bertanya soal busana yang pas ketika mengenakan tas buatannya. Dari sanalah, Novita menyadari ada peluang baru lagi. Kemudian ia mencoba membantu memadukan dengan busana, dan di galerinya pun ia menyediakan batik. Teryata usaha itu pun berkembang lagi. Tidak sekedar padu padan busana dan tas, tapi customer-nya lalu juga meminta sandal yang pas. Akhirnya ia pun membuat sandal dan sepatu bernuansa batik, begitu seterusnya. Novita memang begitu menyukai sesuatu yang bersifat tradisional seperti kain batik, karena ia melihat kain batik itu keren sekali. Tapi semua itu juga tak lepas dari peran ibunya, Hapsah, yang memang sejak kecil memperkenalkan segala sesuatu yang bersifat tradisional. Misalnya, ketika ia masih anak-anak dan tinggal di Yogyakarta, ia diikutkan les menari pada Bagong Kussudiardjo, kemudian melukis di Pak Tino Sidin, serta belajar gamelan, angklung, dan lain-lain.

Novita memang sama sekali tidak memiliki ilmu fashion. Hanya, ketika bekerja di bank, setiap hari ia selalu bertemu dengan orang-orang yang berbusana rapih. Dari sanalah ia bisa menilai padu padan busana. Ditambah lagi, kantornya juga berlangganan majalah-majalah fashionsehingga sehari-hari di saat luang ia bisa melihat dan membaca berbagai macam busana sekaligus aksesorisnya. Namun ada satu yang sangat membantu semua usahanya, yaitu hobinya melukis sehingga bisa tahu kombinasi warna yang bagus. Itulah yang juga ia terapkan dalam berbusana.


Tahun 2012 Novita mendapat penghargaan dari Unesco. Ceritanya, suatu ketika salah satu customer-nya dari Kementerian Perdagangan meminta dibuatkan beberapa desain kerajinan berbahan ulap doyo. Ulap doyo adalah serat daun anggrek hutan yang ada di pedalaman Kalimantan. Daun tersebut disuwir-suwir menjadi semacam benang kemudian dipintal menjadi kain. Kain tersebut biasanya dikenakan saat upacara adat. Kalau sekedar untuk upacara adat, tentu orang kurang berminat dan kebutuhannya pun tidak seberapa. Padahal ulap doyo sendiri adalah kerajinan warisan leluhur yang sangat bagus. Kemudian, lembaran ulap doyo itu ia jadikan bahan slippers (sepatu tertutup) yang bentuknya cantik. Tenryata begitu jadi, oleh pihak Kementerian Perdagangan diikutsertakan dalam kompetisi di Unesco dan akhirnya menang, bahkan masuk kategori best quality product.

Sejak itu, pengrajin ulap doyo yang semakin hampir punah mulai berkembang karena permintaan mengalami peningkatan. Ulap doyo saat ini tak hanya dijadikan bahan pakaian adat saja tetapi bisa digunakan untuk kerajinan kap lampu, sandal, sepatu, juga kerajinan lain. Atas keberhasilan itu, oleh Unesco Novita sempat diminta berbicara di forum internasional di Paris, Perancis. Sejak itu pula usahanya makin berkibar. Apalagi ia cukup banyak punya relasi dari beberapa kementerian, para Dubes dan diplomat sehingga ia seringkali diundang pameran ke luar negeri. Dulu, sebelum sengaja ia batasi, dalam setahun ia bisa sampai 15 kali pameran ke luar negeri.


Yang membuatnya juga bangga, meski tak memiliki latar belakang ilmu fashion yang mumpuni, ia bisa terpilih sebagai salah satu dari delapan desainer di program Jakarta Fashion Week. Novita bersama desainer kenamaan lain, misalnya Toton, Tex Saverio, digodok dan diberi materi cara berbisnis di dunia fashion dengan pemberi materi orang asing. Ilmu yang didapatkan itu kemudian ia bagikan ketika menjadi pembicara di depan para pemilik UKM atau di perguruan tinggi. Atas kiprahnya tersebut, tahun 2014 ia dinobatkan menjadi satu dari lima pemenang oleh Ernst & Young, sebuah lembaga audit berbasis di Inggris. Katanya, selain nilai omzet, apa yang ia lakukan saat ini juga mampu menjadi inspirasi bagi orang lain.



BATIK CHIC

  1. Alamat:Jl. Kemang Raya No. 86 - 88 Bangka
    Mampang Prapatan Jakarta Selatan DKI Jakarta
    Telepon:(021) 7193236




reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/09/novita-yunus-pemilik-brand-batik-chic.html
Read More