Tuesday, January 12, 2016

IRENE TADIUS, Pemilik IBENTO, Mengatasi Anak Yang Sulit Makan




Usaha Ibento yang didirikan Irene Tadius, berawal pada tahun 2010 lalu, saat Kayleen, putri pertamanya sangat pemilih dalam hal makanan. Diceritakan Irene, saat itu Kayleen tidak mau makan sayuran dan hanya mau makan ayam goreng saja. Dari situlah, Irene berusaha mencari akal bagaimana agar anaknya itu mau makan apa saja. Setelah browsing di internet, ia pun menemukan istilah bento yang berasal dari Jepang. Tak perlu waktu lama, Irene segera membeli buku tentang seluk beluk bentodan mempelajarinya. Hasil karya bento pertamanya Kini Irene telah berhasil meraup imzet sekitar Rp 10-15 juta dalam sebulan adalah membuat roti dengan cetakan. Ternyata setelah ditawarkan kepada Kayleen, bocah itu mau memakannya. Padahal sebelumnya dikasih roti tawar saja Kayleen selalu menolak.

Mengetahui bahwa dengan dibuat bento si kecil jadi mau makan lebih banyak, semenjak itulah Irene terus mencoba bento-bento gaya baru hingga buah hatinya mau makan sayur. Bentuk bento yang menarik membuat kenikmatan sendiri bagi sang anak. Biasanya, Kayleen menikmati bento dengan makan satu per satu bagian, mulai dari tangan, kaki, kepala, lalu badannya. Sukses memberikan sajian dalam bentuk bento ke anaknya, Irene pun akhirnya sering diminta orang tua murid teman sekolah Kayleen untuk dibuatkan bekal bento seminggu sekali.



Selain itu, Irene juga membuka katering bento khusus ulang tahun karena Irene tidak bisa memenuhi pesanan setiap hari. Karena produk yang dibuatnya ini bukanlah produk massal, dan dibuatnya dengan menggunakan tangan, maka tak bisa mengandalkan asisten rumah tangga. Kalau setiap hari ada pesanan, tentu saja Irene tak akan sanggup. Ibento adalah nama yang ia pilih untuk menamai usaha katering bento-nya. Rupanya, nama ini bisa bermakna ganda, yaitu sebagai kepanjangan dari Indonesian Bento atau Irene Bento.

Membuat bento, bagi Irene, adalah seni. Siapa yang mengerjakan pasti beda hasilnya. Jadi untuk kateringnya ini pun ia hanya dibantu oleh sang bunda yang memang sudah tahu kemauannya seperti apa. Irene pun membatasi pesanan bento dengan angka maksimal 100 buah. Karena dalam membuat bento memerlukan persiapan dan tak bisa terburu-buru. Walaupun ada bagian yang bisa dicetak, misalnya kepala, tapi untuk proses selanjutnya, ia tetap harus menempel satu persatu dengan tangan bagian wajahnya.



Dalam proses menempel ini, Irene pun selalu mencuci tangan setiap kali memegang bagian yang berbeda. Dan ia sangat menghindari pemakaian sarung tangan, karena tidak bisa berganti-ganti. Dengan memilih tidak menggunakan sarung tangan, maka setiap kali selesai memegang satu bahan, ia langsung mencuci tangannya memakai sabun.

Melihat proses membuatnya, tak heran harga bento-nya pun terbilang mahal, yakni kisaran Rop 30 ribu ? Rp 100 ribu. Bentodengan harga paling tinggi yang dibuatnya adalah berupa paket, yang terdiri dari bento, puding, dan susu kotak untuk acara ulang tahun. Kini Irene telah berhasil meraup omzet sekitar Rp 10-15 juta dalam sebulan. Di sisi lain, bisnis bento bisa memberikan kebahagiaan baginya. Salah satunya, ia merasa senang karena bisa membuat anak-anak yang susah makan makanan tertentu akhirnya mau mengkonsumsi makanan tersebut. Apalagi, ia tak mau membiasakan anak terlalu banyak makan makanan cepat saji. Kebiasaan itu ingin ia ubah dengan memberikan makanan bento yang sehat.



Kini, Irene yang memasarkan produknya lewat Facebook dan Blog ini, juga sudah mengeluarkan dua buku tentang kreasi bento. Ia pun ?kebanjiran? panggilan kursus yang datang dari Medan, Surabaya, Bogor, Sukabumi, Bali, bahkan Singapura. Tak hanya kursus untuk orang dewasa, ia juga mengadakan kursus untuk anak-anak saat liburan sekolah. Biasanya, bentuk bento yang dibuat sesuai trend yang sedang ada saat itu. Lucunya, bento yang dibuat anak-anak itu biasanya tak langsung dimakan, melainkan ditunjukkan dulu kepada orang tuanya.




Contact :
Irene Tadius - whatsapp : 0816 111 5930
email : irene_dra@yahoo.com






reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/05/irene-tadius-pemilik-ibento-mengatasi.html
Read More

HUDSON PRANANJAYA : Berbisnis Roti dan Kue Lewat JC BAKERY & CAKE




Lama tak terlihat di layar kaca, Hudson Prananjaya ternyata kini punya kesibukan baru. Di sela-sela memenuhi undangan menyanyi secara off air, rupanya, penyanyi yang memiliki ciri khas dua wajah ini sekarang mempunyai bisnis baru, yakni berjualan roti dan kue. Untuk usahanya ini Hudson mengaku, ia turun tangan langsung di banyak lini. Selain memodali sendiri bisnisnya ini, ia juga terjun ke bagian produksi, ikut mendesain toko, dan penjualan. Bahkan kalau sedang tidak ada show, Hudson pun tak sungkan menjaga toko bersama kakaknya. Kegiatan produksi biasanya dilakukan mulai pukul 07.00. Ia mengaku kadang harus membuat 30-40 loyang kue dalam sehari, yang kemudian ia kirim ke Jakarta melalui travel.

Letak toko kue yang diberi nama Jc Bakery & Cake ini berada di kawasan sentral bakpia pathuk Jogja, tepatnya di Jln KS Tubun no 52, Yogyakarta. Dagangannya jelas terlihat mencolok lantaran menjual aneka jenis roti dan kue. Harganya pun cukup variatif mulai Rp 5000 hingga Rp 40.000. Roti tersebut tersaji dengan rasa manis, tawar, keju, dan cinnamon roll. Sedangkan untuk kue terdapat banana cake, cake tape, dan brownies cokelat. Hudson mengaku, ia mempraktikkan resep tradisional warisan almarhumah ibunya. Resepnya tidak memakai bahan campuran yang macam-macam, karena menurutnya justru saat ini orang lebih menyukai cemilan yang tradisional, seperti roti zaman dulu. Namun saat ini, Hudson juga sudah mencoba berjualan Christmas cake dan cupcake, mengikuti event-event yang ada.



Toko roti dan kue miliknya ini menurut Hudson adalah cita-citanya yang tertunda. Hudson menceritakan, kedua orang tuanya memang bisa membuat roti. Namun dari kelima anaknya, hanya dirinyalah yang paling tertarik dengan dunia masak-memasak. Jadi boleh dibilang, apa yang dikerjakan Hudson ini meneruskan tradisi keluarga. Ia juga mengaku, sebelum terjun ke dunia entertaint, memang pernah menjadi chef pastry di sebuah hotel. Kemudian setelah dikenal sebagai artis, ia sempat membuka usaha di kota Malang. Tapi bisnisnya itu bangkrut. Dan bisnis toko kue yang ada di Yogyakarta ini merupakan bisnis keduanya.

Gagal di bisnis pertama memang tak membuat Hudson kapok. Menurutnya, kalau seseorang tak punya mental bisnis, sekali menemukan kebangkrutan pasti akan trauma. Hudson pun bersyukur sudah pernah mengalami hal-hal yang pahit dalam berbisnis. Dan ia selalu yakin dalam setiap kegagalan selalu ada kesempatan berikutnya. Untuk usaha toko kue yang di Yogya ini, Hudson menyebut momennya memang sedang tepat saat dibuka, yakni menjelang Natal. Jadi lumayan banyak menerima pesanan. Para pembelinya didominasi kaum ibu.

Namun, Hudson menyadari, di awal memasarkan produknya, ia sempat menangkap gelagat iba dari calon pembeli roti dan kuenya. Ketika tahu yang berjualan kue dirinya, mereka seperti kasihan dan menyangka dirinya sudah tidak laku lagi mendapat tawaran bernyanyi. Untuk menepis hal itu, Hudson pun mengakalinya dengan cara mengirimkan dulu pesanan mereka. Begitu mereka mencicipi dan berkomentar enak, barulah ia memberikan nomor rekening untuk membayar. Dengan cara begini, Hudson berharap agar mereka yang membeli tidak melihat dari dirinya, tapi dari produknya yang memang pantas dan enak untuk dijual.

Dan pada akhirnya kualitas membuktikan, bahwa kue buatan Hudson pun bisa laris bahkan bisa dikirim ke seluruh daerah di Pulau Jawa, termasuk ke Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Hudson menganggap bisnisnya ini merupakan pekerjaan jangka panjang. Karena kalau hanya mengandalkan profesi penyanyi, itu ada batas usianya. Lain halnya dengan bisnis yang bisa awet umurnya. Hudson pun sadar, yang namanya bisnis tentu butuh strategi dan konsistensi. Jika sedang ada show, ia tak hilang akal agar produksi dagangannya tetap tersedia. Sehari sebelumnya, ia akan memproduksi dua kali lipat. Meski saat membuat roti ia sering merasa kewalahan, namun kini Hudson merasakan hidupnya jadi lebih sehat karena punya rutinitas. Apalagi ia juga menemukan passion dalam menjalankan bisnis ini, sama dengan pada saat ia menjadi penyanyi. Jadi menurutnya, berusaha membuat kue yang lezat itu sama juga dengan beursaha nenyanyi yang bagus dan enak didengar.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/03/hudson-prananjaya-berbisnis-roti-dan.html
Read More

MOHAMMAD AZIZI, Pemilik Usaha Frozen Fish Bandeng Tanpa Duri Mentari



Keinginan untuk selalu dekat dengan keluarga bisa jadi pemantik seseorang menjadi wirausahawan. Apalagi, kalau pekerjaan yang ditekuni mengharuskan untuk selalu berpindah tempat. Bagi mereka yang masih lajang, mungkin pergerakan ini masih menyenangkan. Bertemu orang baru dan merasakan suasana baru membuat hidup lebih berwarna. Akan tetapi, ketika memilih untuk berkeluarga, banyak hal yang harus dikompromikan dengan sistem kerja yang suka berpindah-pindah.

Keputusan Mohammad Azizi meninggalkan pekerjaan dengan mobilisasi tinggi bukan tanpa konsekuensi. Selama enam tahun menjadi karyawan, pria yang biasa disapa Aziz ini berhasil memegang jabatan yang cukup bergengsi di sebuah perusahaan yang bergerak dalam industri consumer goods. Ia bahkan mempunyai mobil dan sebuah rumah dinas untuk ditempati. Penghasilannya pun lumayan untuk sebuah keluarga kecil. Saat itu Aziz memang baru saja menikah.

Namun, tekadnya sudah bulat. Ia harus mencari pekerjaan yang membuatnya menetap. Apalagi, sang istri mendukung agar ia berwiraswasta. Pada tahun 2012, Aziz pun memilih berhenti menjadi karyawan. Aziz mulai mencari-cari peluang berbisnis dengan memanfaatkan jaringan yang dimiliki selama bekerja.

Konon, ketika seseorang sudah menetapkan niat yang kuat, maka semesta akan berkonspirasi mendukung niat tersebut. Seorang teman pemilik tambak bandeng kemudian mengajak bertemu. Si teman ingin mengembangkan usahanya, bukan sekedar menjual ikan segar. Aziz pun melihat hal ini sebagai peluang usaha yang bagus. Mereka akhirnya berdiskusi, memikirkan bagaimana caranya agar bandeng ini bisa memberikan nilai tambah.

Mereka pun berbagi tugas sesuai kompetensi masing-masing. Aziz diserahi mengurus manajemen dan pemasaran produk. Sedangkan, urusan produksi diserahkan sepenuhnya kepada si teman. Bahan baku yang berlimpah serta belum banyaknya kompetitor membuat keduanya yakin usaha ini akan menuai sukses.

Optimisme memang penting dimiliki oleh siapa pun yang baru memulai usaha. Meski memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam hal pemasaran, pada kenyataannya tidak mudah menjual produk baru ini. Berbulan-bulan Aziz menawarkan produknya dengan sistem ketok pintu (door to door). Hanya dengan cara ini, menurutnya, bandengnya mendapat kesempatan untuk tampil. Empat bulan pertama belum ada yang membeli. Ia pun terus saja berkeliling mencari hotel, restoran, supermarket yang potensial untuk produk bandengnya.

Berbagai penolakan diterimanya dengan lapang dada. Calon pelanggan menolak produknya dengan berbagai alasan, antara lain kemasannya kurang menjual, kualitasnya diragukan, dan lain sebagainya. Diam-diam, kritikan dari yang datang diubah menjadi masukan untuk terus menyempurnakan produk bandeng tanpa duri ini. Pada bulan kelima, barulah bandeng ini mendapatkan pembeli pertama yang berlanjut dengan rentetan pembelian berikutnya.

Salah satu masukan yang berharga yaitu ketika diminta melapisi bagian tengah bandeng dengan plastik. Cara ini berhasil menghindarkan bandeng dari lengket. Namun, yang paling penting dalam memasarkan produk bandeng menurut Aziz adalah, perlakuan pasca produksi. Dan masukan dari orang-orang yang datang sangat berpengaruh pada proses kreatif usaha bandeng ini.




Semakin lama, produk miliknya semakin masyhur. Bandeng tanpa duri bahkan menjadi salah satu oleh-oleh andalan yang paling dicari. Produk ini bisa didapatkan di toko oleh-oleh dan supermarket di Jawa Timur, termasuk Ranch Market dan Lion Superindo. Bandeng ini dijual dengan harga Rp 45 ribu per kilogram. Satu paket berisi tiga ekor bandeng dengan berat rata-rata 330 gram dan dikemas dalam kondisi beku. Ada berbagai ukuran yang bisa dipilih, mulai 200 gram, 250 gram, 330 gram, dan 400-500 gram.

Ketika musim liburan, omzet penjualan Bandeng Tanpa Duri Mentari bisa mencapai Rp 30 juta per bulan. Aziz bahkan sempat mendapat tawaran untuk ekspor ke Malaysia. Namun, peluang ini masih terganjal aneka persyaratan yang ditetapkan Kementrian Perindustrian. Kini, Aziz masih berupaya melengkapi segala persyaratan agar rencana ekspor bisa cepat terealisasi.

Aziz pun ingin usahanya bisa memberikan dampak yang lebih besar di masyarakat. Ia pun memperkerjakan ibu-ibu rumah tangga yang memiliki waktu luang untuk menjadi tenaga pencabut duri. Bagi yang tidak punya keahlian cabut duri akan diberi pelatihan terlebih dahulu. Aziz sangat mempercayai, sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.




Kini, Aziz tengah dalam perjalanan membuat usahanya menjadi lebih besar lagi. Untuk jangka pendek, ia ingin ada diversifikasi produk matang olahan beku. Lalu untuk jangka panjang, Aziz ingin mempunyai sebuah tempat berkonsep one stop shopping, tempat pembeli bisa membeli aneka produk bandeng. Aziz bahkan sudah mempunyai nama untuk tempat ini, yaitu Rubi alias Rumah Bandeng Indonesia. Bagi Aziz, celah sekecil apa pun harus dimanfaatkan, yakinlah bahwa celah tersebut bisa membuka peluang yang lebih besar.





Contact & Pemesanan :

UD. Multi Sarana Niaga

Jl. Pendopo No 7 Sembayat, Manyar, Gresik JATIM
Telp/Fax (031) 3944196
Sales & Marketing 081333218567
email: bandengmentari@yahoo.com




reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/02/mohammad-azizi-pemilik-usaha-frozen.html
Read More