Wednesday, January 13, 2016

RATNA PRAWIRA, MENGOLAH PISANG UTER MENJADI PRODUK YANG BERNILAI JUAL TINGGI




Kejeliannya memanfaatkan pisang uter yang saat itu dibuang dan dijadikan pakan burung, membuat Ratna berhasil memberikan penghasilan tambahan bagi ibu-ibu di lingkungannya. Dari tangan dinginnya, lahir berbagai hasil olahan pisang yang membuat perempuan asal Ambon ini meraih berbagai penghargaan.

Ide untuk membuat aneka olahan dari pisang bermula ketika ia baru saja ditunjuk menjadi ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni yang didirikan pada 2009. Ratna pun menginginkan bisa membawa kelompok ini menjadi maju. Ia lalu memulainya dengan mencoba membuat sesuatu dengan bahan yang ada di pekarangan tempat tinggalnya. Kebetulan, pisang uter yang berbiji ini banyak tumbuh liar di desanya, Sendangtirto, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Baik di pekarangan, pinggir sawah, dan kali. Sampai tahun 2009, harga pisang ini sangat murah, tak laku diual dan hanya untuk pakan burung. Ratna berniat mengolahnya menjadi sesuatu yang bisa memberikan tambahan penghasilan pada warga yang lahannya ditumbuhi pisang uter.

Ratna bercerita, awalnya para tetangganya sering memberi pisang itu dari hasil pekarangan mereka. Namun, karena keluarganya tidak menyukainya, diam-diam ia terpaksa membuang pisang itu. Lama kelamaan, Ratna berpikir kalau saja pisang ini bisa diolah menjadi sesuatu, tentu lebih berguna. Waktu itu, harga pisang uter hanya Rp 2.500 per tandan, jadi bisa menekan biaya produksi. Padahal, pohon pisang uter tidak gampang kena penyakit. Saat itu Ratna mengolahnya menjadi tepung pisang. Cara membuatnya tidak terlalu sulit. Pisang tinggal dikupas, diparut, lalu dijemur dan digiling. Tapi setelah ia pasarkan ternyata sulit mendapatkan pembeli, karena masyarakat sudah terbiasa bergantung pada tepung terigu. Akhirnya, ia ganti dengan membuat sambal goreng pisang yang bentuknya mirip kering tempe. Dan barulah makanan ini bisa diminati orang. Namun muncul kendala baru, yaitu kulit pisang yang jadi menumpuk. Kulit ini lalu ia coba olah menjadi kerupuk. Awalnya membuatnya memang agak sulit. Tapi setelah tujuh kali mencoba, barulah berhasil.

Ratna mulai memproduksi semua olahan pisang itu pada tahun 2011. Yang membuatnya adalah para anggota KWT. Selama 1,5 tahun sebelumnya, ia berusaha membenahi dulu sumber daya manusia yang ada, karena para anggota KWT itu rata-rata hanya berpendidikan SD. Yang pertama kali diolah adalah buahnya, lalu kulitnya. Selanjutnya, inspirasi sering datang dengan sendirinya. Ratna mengaku ia sering mendapatkan inspirasi saat duduk di ruang tamu sambil memandangi pohon pisang. Di ruang tamu rumahnya, ia memang memajang pohon pisang setinggi manusia yang terbuat dari plastik. Di sekitar daunnya, beberapa uang mainan terjuntai yang sengaja dipasang Ratna sebagai lambang pohon tersebut menjadi sumber rezeki baginya. Saat melihat batang pohon pisang itu, ia selalu berpikir, apa yang bisa dibuat dari batang pohon pisang itu ? Begitu juga sewaktu ia memandangi daunnya, dan seterusnya. Yang ada di kepalanya memang hanya pisang dan pisang, sampai-sampai sering membuatnya sulit tidur.

Ratna berterus terang, sampai saat ini, kalau sudah hampir menemukan sebuah resep, sering membuat kepalanya jadi sakit. Oleh karena itu, walaupun sudah tengah malam, ia harus bangun dan coba membuatnya, barulah setelah itu ia bisa tidur nyenyak. Menurut Ratna, semua yang ada di pohon pisang bisa dimanfaatkan. Mulai dari daun, batang, buah, jantung, dan bonggol. Tidak ada yang terbuang. Saat ini, pisang uter malah telah dibudidayakan di desanya. Kalau hanya buahnya saja yang diambil, nilainya hanya Rp 25.000. Kalau seluruh bagian dari pohon pisang itu diolah dari daun sampai bonggol, minimal bisa menghasilkan uang sebesar Rp 1 juta. Sayangnya, dulu masih banyak masyarakat yang belum tahu, hingga sangat disayangkan kalau pohon pisang uter ini harus terbuang begitu saja setelah dipanen.

Hasil olahan dari pohon pisang uter yang telah Ratna ciptakan antara lain, daunnya yang ia olah menjadi sirup dan manisan. Biasanya manisan ini dipesan warga yang akan mengadakan acara atau hajatan. Lalu, batang pisang diolah menjadi abon. Sementara bonggol dijadikan kerupuk, manisan, dan nugget. Kulit pisang pun ia jadikan kerupuk, selai, sambal goreng pisang, saus sambal, dan kroket. Sedangkan buah pisang, ia jadikan tepung, dan barulah dari tepung itu ia buat roll cake, lidah kucing, dan pangsit. Selain itu buah pisang uter juga ia jadikan sebagai bahan utama sambal goreng pisang. Jantung pisang ia buat stik dan bijinya dibuat menjadi kopi.





Sebetulnya hampir semua pisang bisa diolah seperti itu, kecuali pisang ambon. Menurut Ratna pisang ambon hanya enak buahnya saja, tapi seluruh bagian pohonnya rasanya pahit. Sementara pisang uter meskipun buahnya tidak enak tapi seluruh bagian pohonnya bisa diolah. Kemampuan Ratna bisa menciptakan olahan itu biasanya datang secara mendadak. Setelah membuat beberapa hasil olahan kulit, buah pisang, dan jantung pisang, ia sering diminta berbagi ilmu di berbagai daerah. Suatu saat pada 2011, ia diminta jadi pembicara di acara pelatihan persiapan pensiun bagi pegawai sebuah bank di Bandung. Dan secara tiba-tiba, para ibu yang ada di sana menanyakan mengapa batang pisangnya belum ia olah ? Entah kenapa, dengan spontan dan penuh keyakinan ia mengatakan bahwa batang pohon pisang itu sudah dibuatnya menjadi abon, meskipun pada saat itu sebenarnya ia belum membuatnya sama sekali.

Kemudian, para ibu yang sebetulnya hendak melihatnya berdemo membuat nugget jantung pisang, langsung beralih minta dipraktikkan membuat abon dari batang pohon pisang. Sempat kaget juga dirinya ketika langsung ditodong di forum resmi seperti itu. Beruntung, saat hendak membuat sesuatu, Ratna tidak pernah melihat bahan baku yang ia pegang. Jadi, biasanya ia harus membayangkan sendiri, dengan menganggapnya sedang membuat abon ayam. Ia lalu meminta orang yang membantunya dalam acara demo itu merajang batang pohon pisang kecil-kecil dan merebusnya. Dalam bayangannya, kalau direbus batang yang berserat itu akan menjadi lembut. Setelah lembut, ia minta rebusan batang itu diremas dan diperas dengan serbet. Para peserta pelatihan pun akhirnya dibuat takjub karena jadinya mirip suwiran daging ayam. Barulah setelah itu ia olah dengan bumbu abon seperti biasa. Dan beruntung, hasilnya sangat sempurna.

Lucunya kejadian seperti di atas berulangkali kerap terjadi. Entah kenapa, setiap lidahnya mau mengucapkan apa pun tentang olahan pisang, biasanya resepnya langsung jadi. Mungkin banyak orang yang tak percaya dengan apa yang dialaminya, tapi itulah yang memang sering terjadi sebenarnya. Ratna sendiri merasa harus bisa dan paling pantang mengatakan tidak bisa. Soal belajar, itu urusan belakangan. Apalagi ibu-ibu yang kerap menjadi peserta pelatihannya telah menganggapnya sebagai wanita serba bisa dalam mengolah aneka bahan untuk dijadikan makanan. Tak peduli, apakah Ratna betul-betul bisa membuatnya atau tidak. Pernah suatu ketika ia diundang ke Maluku Utara, di mana di sana banyak terdapat kerang. Sesampainya di sana, si pengundang langsung berpesan bahwa saat demo ia diminta untuk mengolah kerang. Di dalam kamar hotel, Ratna nyaris tidak bisa tidur. Pikirannya fokus membayangkan apa yang bisa dibuat dari kerang. Kalau sudah begitu, ia seolah-olah sedang berada di dapur dan mengolah kerang. Setelah itu ia langsung tulis resepnya. Dan pada besoknya, ia pun sanggup membuat kerupuk kerang, selai dan dodol. Rasanya pun enak. Ratna juga menginginkan, apa pun yang ia buat harus ada keunikan. Karena dengan keunikan itu, ibu-ibu yang membuatnya akan mudah mendapatkan pasar. Bahkan di akhir tahun 2013 lalu, Ratna melihat dodol kerang buatan masyarakat Maluku Utara sudah diliput oleh stasiun televisi. Selain kerang, saat pelatihan pernah juga, ia ditodong untuk membuat olahan dari bahan mangga muda.

Yang mengejutkan, Ratna mengaku dulunya ia tidak senang memasak. Saat pertama kali pindah ke Yogyakarta dari Ambon tahun 2001 karena mengikuti suaminya, ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya untuk mengisi waktu senggang. Lalu iseng-iseng, ia membeli sebuah tabloid wanita yang waktu itu memuat resep kue kering. Ia pun mencobanya dan disitulah ia baru merasakan ternyata nikmat juga menyibukkan diri di dapur. Padahal sebelumnya, ia menganggap dapur sebagai hal yang menjijikkan. Ratna menikah dengan suaminya, Suyadi, di tahun 1985. Dan baru dua tahun kemudian ia belajar menanak nasi. Sekarang ia mengaku benar-benar cinta dapur. Ratna sendiri memiliki latar belakang pendidikan S1 Fakultas Ekonomi di sebuah universitas di Ambon dan sempat bekerja selama empat tahun sebagai PNS di kantor Walikota Ambon.

Saat ini, total seluruh olahan dari pohon pisang yang berhasil dibuatnya berjumlah 25 jenis, termasuk produk untuk jangka pendek seperti nugget, black forestpisang, puding pisang, dan roll cake. Produk yang jangka pendek ini hanya ia buat kalau ada pesanan saja, misalnya dari kantor dinas tertentu, atau anak remaja yang memesan lewat online, yang dikelola oleh anaknya. Para remaja yang kerap memesan itu biasanya untuk dijadikan oleh-oleh. Dengan usahanya ini, Ratna sebetulnya ingin memperkenalkan pada masyarakat bahwa Indonesia tidak perlu tergantung pada tepung terigu. Semua kue yang ia buat itu memang tanpa menggunakan tepung terigu. Sementara untuk produk yang jangka panjang seperti kerupuk, harganya rata-rata Rp 7.500. Harganya sengaja ia buat seragam agar orang lebih tertarik membeli. Selain kerupuk, produk yang paling difavoritkan pembeli adalah sirup.





Ratna biasa memasarkan produk KWT Seruni ini bila ada studi banding dari kelompok tani lain di sekitar Yogyakarta atau daerah lain. Biasanya sepulang dari melakukan studi banding, para pesertanya akan membeli produk KWT Seruni. Selain itu produk-produk itu juga dititipkan ke distributor yang menjualnya ke luar daerah, misalnya Solo dan Semarang. Ratna pun juga bekerja sama dengan beberapa bus pariwisata untuk membawa para penumpangnya ke desanya. Biasanya dua hari sekali bus-bus itu datang. Karena sering menerima tamu dari luar itulah, akhirnya Ratna membuat showroom di sebelah ruang tamu rumahnya. Ratna pun juga sering diajak mengikuti pameran yang diadakan Yayasan Keanekaragaman Hayati dan Dinas Pertanian ke seluruh Indonesia.

Seringnya diminta untuk berdemo di berbagai daerah dan dikunjungi untuk studi banding, sama sekali tidak membuat Ratna takut tersaingi. Bahkan, saat ini sudah banyak yang membuat produk serupa usahanya di Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul setelah mengikuti demo yang dilakukan Ratna. Ratna membiarkan saja hal itu terjadi, toh nantinya orang akan tetap mencari produk KWT Seruni yang sudah dikenal. Jadi, ia tidak pernah menganggap mereka sebagai saingan. Malah, ia kerap mengajari mereka secara benar dan bermitra, sehingga ketika ia kekurangan produk, bisa mengambil dari mereka.

Saat ini, jumlah anggota KWT Seruni ada 30 orang. Awalnya, menghimpun masyarakat untuk menghasilkan sesuatu terutama yang tinggal di pedesaan cukup susah. Buat mereka, kalau bisa membeli, mengapa harus susah-susah membuatnya ? Ratna pun harus punya trik sendiri untuk merangkul mereka, dengan menjadikan mereka sebagai keluarga. Butuh waktu dua tahun untuk itu, dan sekarang mereka sudah tahu apa manfaat dari kegiatan ini. Awalnya mereka tidak tahu bahwa yang mereka konsumsi selama ini banyak mengandung formalin, pewarna tekstil, atau boraks. Oleh karena itu, Ratna juga mengajak anak-anak Sekolah Dasar untuk belajar membuat saus dari kulit pisang dan nuggetdari jantung pisang sepulangnya mereka dari sekolah. Saus dan nugget memang banyak dijual di sekolah, tapi warna dan kandungannya tidak terjamin. Dan sekarang, mereka pun bisa membedakan mana yang sehat dan berbahaya. Saat mengikuti pameran, Ratna juga kerap mengajak mereka dan ikut memajang produk buatan mereka. Ratna menjamin bahwa semua produknya bebas pengawet dan pewarna.

Dalam sehari, KWT Seruni bisa memproduksi 5 kg kerupuk mentah atau sebanyak 250 bungkus. Sementara produk yang lainnya dibuat dua hari sekali. Ratna memang tidak memaksakan anggota KWT Seruni harus memproduksi sekian banyak per bulan, karena pekerjaan utama mereka adalah berjualan di pasar. Sore sepulang berjualan, barulah mereka ada waktu untuk mengerjakannya. Bila ada produk baru, Ratna akan mengajarkan mereka materinya sebanyak tiga kali, setelah itu ia perlombakan. Yang keluar sebagai juara pertama itulah yang akan memasok produk di showroom. Meskipun hadiahnya hanya gelas setengah lusin, mereka sangat senang. Itulah trik yang dilakukan Ratna untuk menambah semangat dan memberi mereka kepercayaan diri. Dulunya, para anggota KWT Seruni banyak yang masih minder saat mengobrol dengan para pegawai dari kantor dinas. Sekarang mereka sudah lebih rileks. Adapun seluruh alat-alat produksi yang dipakai merupakan pemberian dari Departemen Pertanian Yogyakarta, yang menjadi pembinanya.

Kendala dalam produksi biasanya ada pada sinar matahari saat musim hujan. Sebab, produk yang dibuat oleh KWT Seruni memang menggunakan sinar matahari untuk proses pengeringan. Sementara untuk soal uji pasar dan masa kedaluarsa, biasanya butuh waktu satu tahun.

Berkat olahan kerupuk dari kulit pisang, Ratna pernah meraih penghargaan Porduk Inovasi Award dari Dinas Pertanian tahun 2013. Selain itu ia juga pernah meraih penghargaan Adhi Karya Pangan Nusantara dari Presiden SBY di tahun 2012. Selain itu, penghargaan lain yang pernah ia terima adalah pada lomba Menu Beragam Bergizi Seimbang dan Aman. Lalu juga penghargaan untuk lomba olahan kelinci yang ia masak dengan daun kedondong, serta penghargaan untuk roll cake dari ikan lele.

Saat ini, Ratna memang baru memperkenalkan olahan pisang ini sebagai produk dari Yogyakarta. Ke depannya, ia menginginkan ini bisa menjadi produk khas Indonesia. Menurut Ratna, masyarakat Indonesia itu pada dasarnya sangat kreatif, karena bisa mengolah bahan yang murah menjadi produk yang lumayan mahal. Sebetulnya juga, petani itu adalah orang yang kreatif dan mereka juga bukanlah mahluk yang lemah. Karena mereka pun bisa berbuat sesuatu untuk negara.

Selain terus mengolah pisang, saat ini Ratna juga sedang membina kelompok baru dengan anggota 20 orang, yang mempunyai komoditas ubi ungu dan sudah memproduksi kerupuk kulit ubi. Sementara ubinya dijadikan tepung. Kemudian dengan bantuan pemerintah, ia juga telah mendapatkan kebun bibit yang ditanami kol. Hasilnya, bisa dibuat kerupuk kol dari batang kol. Selain itu ia juga menyediakan tepung mocaf dan tepung ubi putih. Kebetulan pemerintah sekarang memang sedang menganjurkan masyarakat untuk mengurangi konsumsi tepung terigu. Selain itu, ada juga produk kerupuk daun selada dan selai selada merah, yang juga memanfaatkan hasil kebun.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/08/ratna-prawira-mengolah-pisang-uter.html
Read More

TK KHALIFAH, Taman Kanak-Kanak Dengan Kurikulum Berbasis Entrepreneurship Dan Tauhid




Tujuh tahun pertama merupakan masa terbaik untuk menanamkan benih pengajaran bagi anak-anak untuk masa depan mereka. Berangkat dari keyakinan inilah, Ippho Santosa, pelopor otak kanan dan penulis buku-buku best seller, mendirikan Tama Kanak Kanak (TK) dan Play Group KHALIFAH. Dalam perjalanannya, Ippho yang pertama kali mendirikan TK KHALIFAH di Batam pada tahun 2007, lalu menggandeng Naha Uswati untuk bersama-sama mengembangkan TK KHALIFAH dengan sistem waralaba.


Nuha yang tadinya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Pariwisata Provinsi Banten ini pun menyanggupi. Ia bahkan rela berhenti dari pekerjaannya sebagai PNS untuk fokus mengurus KHALIFAH. Hingga kini, TK ini sudah memiliki sekitar 90 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Semuanya berbagi kurikulum dan basis pendidikan yang sama, yakni entrepreneurshipdan tauhid.



Menurut Nuha, dalam ajaran sejarah dan agama Islam, pendidikan tauhid atau meng-Esa-kan Allah adalah dasar pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sementara pendidikan entrepreneurship, dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai kehidupan atau value, bukan hanya melalui mindset, tapi juga habit atau kebiasaan.

Dari begitu banyak nilai yang dimiliki seorang entrepreneur, TK KHALIFAH mengutamakan kemandirian bagi murid-muridnya. Selain mengajari anak supaya mandiri, berbagai kegiatan di TK ini juga merupakan pelatihan agar anak dapat bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab atas apa yang dikerjakannya.

Baik Nuha maupun Ippho meyakini, sikap-sikap yang seharusnya dimiliki seorang entrepreneur muslim sejati harus dengan sengaja dan konsisten ditanamkan sejak dini. Baik oleh orangtua, sekolah, maupun lingkungan.

Menurut Nuha, yang merupakan lulusan Jurusan Bahasa Prancis, Universitas Indonesia ini, pelajaran Tauhid dan entrepreneurship, sesungguhnya berkaitan erat. Apalagi, Nabi Muhammad SAW juga seorang pengusaha dan pedagang. Kepada anak didik di TK KHALIFAH, para tenaga pengajarnya pun juga selalu menyelipkan kisah ketauladan Nabi dan sahabat-sahabat beliau. Pada praktiknya, TK KHALIFAH juga menjadwalkan berbagai outing yang berkaitan dengan entrepreneurship untuk anak didik mereka. Semua outing sengaja dibuat tematik dan didesain untuk membuka wawasan anak terhadap dunia wirausaha.

Misalnya, outing bertema makanan akan diadakan kunjungan ke pengusaha kuliner. Outing bertema tanaman akan diadakan kunjungan ke pengusaha tanaman hias, dan seterusnya. Bahkan sering kali para pemilik usaha sendiri yang menyambut kedatangan anak-anak.





Hasilnya, anak-anak dapat mendengar dan melihat langsung proses berbagai jenis usaha. Mereka juga jadi tahu, semua usaha itu selalu dirintis dari nol, dan belajar bahwa banyak nilai moral dapat membentuk karakter seseorang yang kemudian mengantarkan para pengusaha ini kepada kesuksesan. Nilai-nilai moral ini diharapkan akan menginspirasi anak-anak. Misalnya, untuk selalu optimis, gigih, bersungguh-sungguh, punya impian, dan mau belajar.

Mengelola 90 cabang tentu bukan hal yang mudah bagi Nuha yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Khalifah Indonesia. Namun Nuha dan tim manajemen yang tergabung dalam Yayasan Khalifah Generasi Emas, yaitu yayasan yang menaungi sekaligus pemegang hak paten KHALIFAH, selalu menjalankan controlling dan monitoringdengan ketat. Mulai tahun 2013, semua kurikulum, media ajar, dan modul untuk siswa dicetak dan dikirimkan di awal semester ke semua cabang. Modul ini lengkap dan rinci, hingga mencakup kegiatan harian guru di kelas.

Untuk cabang-cabang baru, di tahun pertama akan mendapatkan kunjungan monitoring. Biasanya setelah usaha berjalan 6 sampai 9 bulan. Sementara untuk cabang lama, kunjungan akan dilakukan bila cabang meminta. Namun semuanya wajib melakukan laporan bulanan via email.




Bagi yang tertarik menjadi franchise atau menjadi mitra TK KHALIFAH, tata caranya ada di website, www.tkkhalifah.com. Setelah mengisi formulir, prosedur kemitraan akan dikirimkan melalui email. Setelah calon mitra mempelajari syarat-syarat, langkah selanjutnya adalah pengajuan survei lokasi.

Calon mitra KHALIFAH harus menyiapkan modal 150 juta untuk modal peralatan yang terdiri dari seluruh isi kelas, furniture, dan mainan. Sementara itu, KHALIFAHj uga mematok Rp 39 juta sebagai management fee.




Mungkin memang terlihat mahal. Namun nama KHALIFAH yang menjadi jaminannya. TK dan Play Group ini sudah mendapatkan penghargaan bergengsi dari Franchise and Business Opportunity Kategori Pendidikan Anak di tahun 2011, yaitu The Market Leader dan The Fastest Growing Franchise.

______________
amura courier
: layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/07/tk-khalifah-taman-kanak-kanak-dengan.html
Read More

MAYA MIRANDA AMBARSARI, SH., MIB. : Kisah Ibu Rumah Tangga Yang Sukses Bisnis Pertambangan & Perhotelan




Ibu satu anak ini tetap tampil feminin meski menekuni bisnis pertambangan yang ?keras? dan didominasi pria. Meski menyandang gelar sarjana hukum, Maya Miranda Ambarsari, S.H., MIB., memilih meneruskan kuliah di sekolah bisnis, yang akhirnya malah menjadi dunia kerjanya. Dikelilingi karyawan yang mayoritas laki-laki tak membuat wanita ramah ini lantas tampil galak. Kedekatannya dengan para karyawan membuatnya disukai anak buah. Meski di kantornya menjadi Presiden Direktur, begitu di rumah, Maya tetap turun tangan langsung memasak makanan kesukaan suami dan anaknya.
Maya menceritakan, pada dasarnya ia memang orang yang senang belajar dan sangat menikmati yang namanya sekolah. Setelah lulus kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, ia sempat menjadi lawyerdi salah satu kantor hukum. Namun kemudian, di tengah jalan ia ingin mendalami atau mempelajari ilmu lain, apalagi saat itu usianya masih 21 tahun. Jiwa Maya rupanya lebih ke bisnis sehingga ia mengambil sekolah bisnis di Swinburne University of Technology, Melbourne. Selama kuliah, ia juga tak hanya belajar saja, tapi juga bekerja sampingan, mulai di kantor konsultan, menjaga perpustakaan, menjadi model karena kebetulan warna kulitnya disenangi, atau menjadi MC karena suaranya yang berat. Selain itu, ia juga gemar memasak.

Alasan Maya ingin bekerja sambil kuliah, karena memang tidak ingin terus mengandalkan kiriman orangtuanya. Kepada orangtuanya, ia mengatakan ingin belajar mandiri sekaligus melatih intuisi bisnisnya dan mencari uang. Bahkan, saat sisa visanya masih berlaku, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan mengambil sekolah perhotelan. Dan ternyata, tidak pernah ia bayangkan sama sekali, justru kelak ia bisa masuk ke bisnis di bidang tersebut.

Setelah pulang ke Indonesia, Maya sempat diminta menjadi lawyer kembali di tempat yang sama, namun ternyata ia lebih suka berbisnis. Selain itu, ia juga sempat bekerja kantoran di sebuah perusahaan, bahkan sampai menjadi Presiden Direktur. Tapi hati kecilnya menginginkan ia untuk mempunyai perusahaan sendiri. Perusahaan yang ia pilih pun saat itu tidak main-main. Ia tertarik membuka perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas. Karena menurutnya, bisnis ini sangat jarang dilakukan orang, karena masih sulit dan resikonya juga sangat tinggi. Kalau sampai kalkulasinya salah, hasilnya pun bisa tak ada sama sekali dan juga sangat memakan waktu menjalankannya. Memang, tentu saja kalau dilihat dari hasilnya sangat menjanjikan. Apalagi jika dikerjakan dengan benar. Ditambah lagi, sangat jarang perempuan yang memegang usaha seperti ini. Dan ternyata, Maya bersyukur kini ia bisa menjalankan perusahaan tersebut, bahkan bisa sampai go public.

Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang pertambangan, tapi Maya memang percaya diri dan merasa tertantang, sekalipun mungkin menurut orang lain ini merupakan pekerjaan keras dan hanya untuk laki-laki. Menurut Maya, kesulitannya lebih ke masalah perizinan, penduduk yang tinggal di sekitar pertanbangan, man power, juga transfer teknologi yang kurang. Butuh waktu dan dana yang banyak untuk memulainya. Begitu pula dengan resikonya, bisa saja setelah beberapa tahun tidak menghasilkan apa-apa. Tapi bagi Maya, semuanya harus dihadapi dengan kuat.

Hampir 97% karyawannya adalah laki-laki. Jadi, lumrah kalau awalnya ia dianggap tidak mampu. Namun, Maya berusaha menunjukkan kemampuannya. Meski perempuan, ia juga tak perlu mengubah sikapnya menjadi seperti laki-laki. Ia tetap feminin dan berdandan. Tak perlu juga galak, namun wajib tegas sesuai peraturan, di mana pun pekerjaannya. Selain berusaha menunjukkan kemampuan, ia juga tetap hormat kepada orang yang lebih tua dengan bahasa yang santun. Untungnya, dengan badannya yang tinggi besar, begitu pula dengan suaranya, sangat membantu di saat bicara. Setiap kali menyelesaikan persoalan, ia berusaha mengajak karyawannya berdialog dan juga ia siap ditemui kapan saja. Siapa pun karyawan yang datang kepadanya, akan ia terima dan ajak bicara dari hati ke hati.

Selain dengan karyawan di kantor, Maya juga dikenal dekat dengan karyawan di rumahnya. Mulai dari asisten rumah tangga, satpam, hingga supir sudah ia anggap seperti keluarga dan anak-anaknya sendiri. Karena Maya sadar ia sangat butuh mereka, maka antara dirinya dengan karyawan di rumah harus menjadi satu tim dan bekerja dengan cerdas. Para karyawan tersebut mau memberikan tenaganya, maka Maya harus berterimakasih dengan cara bersikap baik dengan mereka.

Setelah usaha pertambangan emasnya mulai go public, Maya pun melakukan diversifikasi bisnis ke properti. Alasannya, karena ia juga senang mendesain dan menata rumah atau kantor. Tadinya ia hanya sebatas membeli properti lalu disewakan. Nyatanya, bisnis ini sangat bagus. Dan akhirnya, ia pun menjalaninya dengan makin serius bersama suaminya, Ir. Andreas Reza Nazaruddin, MH. Mereka membangun kondotel (kondominium dan hotel) di Yogyakarta, tepatnya di depan keraton, Cisarua, dan Bali. Bisnis yang dulunya ia anggap sebagai kegiatan untuk mengisi waktu saja, ternyata sekarang malah ia tekuni dengan serius.


Maya mengaku sangat menikmati pekerjaan ini karena berkaitan dengan seni. Ketika menemukan tanah yang cocok untuk kondotel, ia bisa sangat senang dan bahagia. Produk yang ia buat tentu saja harus berbeda dari tempat lain, baik dari makanan, servis, tema per kamar. Itulah yang menjadi menarik buatnya, karena harus mengerahkan segala kemampuan, menikmati pemilihan tema mulai dari gaya modern, hingga bernuansa alam atau nature. Belum lagi, di bisnis ini ia juga bisa merekrut kurang lebih 150 karyawan, yang berarti bisa membantu keluarga mereka juga. Bisnis ini memang lebih banyak membuatnya tersenyum dan happy, berbeda dengan dunia pertambangan.

Maya memang senang melakukan bisnis yang barokah, bermanfaat, dan dimudahkan segala urusannya. Dengan berbisnis berarti ia juga bisa membuka lapangan pekerjaan buat orang lain. Tidak hanya sekedar memikirkan kelancaran bisnis atau keuntungan saja, tetapi juga kepentingan orang yang bekerja dengannya. Karyawannya harus merasa bahagia, dan sikap kekeluargaan harus selalu ia terapkan kepada setiap karyawan.

Sikap disiplin sudah dipelajari Maya sejak kecil dari kedua orangtuanya. Maya bercerita, orangtuanya selalu membiasakannya bangun malam untuk sholat, lalu menghirup udara Subuh untuk menyapa dunia. Kebiasaan itu masih terus ia lakukan setiap hari sampai sekarang. Maya selalu merasa beruntung, orang tuanya mengajarkannya bahwa hidup ini harus bermakna, agar ketika meninggalkan dunia bisa dalam keadaan tersenyum. Oleh karena itu, Maya mengaku suka heran bila ada orang yang mudah putus asa dan mengatakan tak bisa melakukan apa-apa. Salah satu kebiasaan ?unik? yang masih dilakukan Maya sejak dulu adalah, membaca dan menulis diary. Jadi apa yang sudah ia lakukan seharian, ia ceritakan di diarytersebut.

Selain bisnis, Maya juga aktif bergerak di dunia sosial. Ia memiliki Rumah Belajar di Kebayoran Baru yang menampung kegiatan belajar mengajar bagi orang tua yang tidak mampu. Di sana ada majelis taklim yang diikuti 150 ibu jompo, TPA untuk anak-anak tidak mampu, dan program beasiswa. Berbagai kursus yang diberikan mulai dari matematika, baca tulis, bahasa Inggris. Menurut Maya, kegiatan ini memang bukan bagian dari bisnisnya, tapi merupakan investasi akhirat. Bila ia berkunjung ke sana, ia selalu dibuat terharu melihat polosnya anak-anak kecil melafazkan ayat-ayat Al-Quran. Ia menempatkan posisinya di sana tidak sama ketika sedang berada di perusahaan. Ia harus menurunkan posisinya hingga bisa sejajar dengan mereka.


Rumah Belajar tersebut juga tidak berada di tempat yang ala kadarnya, tapi cukup mewah dengan segala fasilitas yang bagus dan bersih. Ada pengajian untuk pemula, menengah, dan fasih. Ia juga memanggil ustazah, guru yoga, dan orang yang bisa mengajari mengatur keuangan untuk para tukang sayur dan gorengan. Selain itu, Maya juga memberikan dana pinjaman yang bisa dicicil Rp 100.000 per bulan tanpa bunga. Kalau ada yang tidak sanggup membayar, mereka harus tetap melaporkan perkembangan usahanya. Dengan kehadiran Rumah Belajar ini, jadinya anak-anak yang tidak mampu bisa merasakan apa yang dirasakan orang mampu. Karena selain kelasnya yang ber-AC, bangkunya yang bagus, guru yang mengajar juga sangat berkompeten, bukan sembarangan orang. Menurut Maya, peran guru sangatlah penting, karena itulah dasar dari anak-anak yang belajar. Mereka harus mendapatkan pendidikan yang benar. Dan seperti sekolah pada umumnya, di sana juga ada buku penghubung antara guru dan orangtua.

Kesuksesan Maya tak bisa lepas dari dukungan orang-orang terdekatnya. Maya mengaku banyak dibantu oleh orang-orang yang hebat. Sang suami adalah partner dirinya di semua hal. Mereka saling berbagi tugas. Suaminya banyak menangani hal-hal yang membutuhkan formalitas atau bertemu dengan orang. Sedangkan Maya lebih ke urusan internal, seperti pegawai, masalah interior dan penataan. Terkadang mereka juga saling beda pendapat. Tapi menurut Maya justru itu sangat bagus, karena apa yang ia pikirkan juga belum tentu benar. Mereka selalu bicara mufakat untuk mendapatkan tujuan yang sama. Lalu setelah itu mereka satukan dalam tim. Sementara dengan sang anak, Muhammad Khalifah, ia selalu mengajaknya berpikir seperti layaknya teman. Misalnya, ketika ia sedang mengajak melihat tanah, Maya tak langsung mengeluarkan pendapat sendiri tentang tanah tersebut, tapi selalu memberi kesempatan pada Khalifah untuk mengeluarkan pendapatnya. Begitu juga saat Maya mengajak ke pertambangan dengan menaiki helikopter. Walau sebetulnya si anak takut, tapi dia harus mau melihat seperti apa pekerjaan ibunya. Maya menegaskan, bahwa hidup itu memang harus berjuang. Sesuatu yang nikmat itu tidak bisa langsung diperoleh. Dan Maya selalu menekankan pada anaknya, kunci untuk mendapatkan kesuksesan itu ada tiga hal, yaitu tidak lupa berterima kasih, mau meminta dan memberi maaf, serta saling menolong.


Menurut Maya, yang paling penting dalam mendidik anak adalah, pendidikan akhlak, karena inilah yang akan menentukan kelak jadi apa seseorang. Tidak ada manfaatnya sekolah setinggi langit kalau tidak pernah menghargai orang lain. Maya pun selalu berusaha, ketika pertama kali bertemu dengan orang, ia harus membuat orang itu merasa nyaman dulu dengannya agar tidak ada jarak. Maya belajar kesederhanaan dari orangtuanya. Ayahnya dulu, meski punya jabatan tapi tidak pernah memanjakan anak-anaknya dengan uang. Karena menurut ayahnya, yang bisa membantu kesuksesan anak adalah sekolah dan akhlak yang baik. Bahkan, saat Maya kuliah di Australia, ia tetap diminta naik bus, sementara anak buah ayahnya bisa naik mobil sport. Tapi orangtuanya selalu menekankan, bahwa dalam hidup memang ada yang bisa dicapai, dan terkadang ada pula yang tidak. Tapi kalau Tuhan sudah menghendaki terjadi, maka akan terjadi. Semenjak itulah, Maya punya prinsip berjuang terus agar bisa membantu banyak orang.

Maya sendiri adalah bungsu dari 3 bersaudara. Ibunya yang dulunya seorang penyanyi seriosa kini sudah meninggal. Maya mengenal sosok ibunya sebagai perempuan yang tegas. Ibunya selalu menekankan, bahwa seorang perempuan harus punya harga diri, dan tidak boleh sembarangan. Perempuan juga harus tetap menjaga penampilan, jangan terlalu tomboi meskipun mengerjakan pekerjaan laki-laki. Perempuan boleh mempunyai jabatan tinggi di perusahaan, tapi begitu di rumah harus bersikap lembut, mau memasak dan mengurus suami. Oleh karena itu, meski Maya kini adalah Presiden Direktur di kantornya, tapi ketika di rumah ia tetap seorang ibu rumah tangga biasa, yang suka masak sop buntut, tiramisu, atau spageti buat anaknya.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/01/maya-miranda-ambarsari-sh-mib-kisah-ibu.html
Read More