Sunday, January 10, 2016

Milyarder Tanpa Modal (trik usaha tanpa modal)

Inilah kisah pak A dalam memulai bisnis tanpa modalnya:
Setelah berpikir dan merenung dan banyak bertanya kepada diri sendiri, kemudian ia mendapat pencerahaan Ia datang ke Tanah Abang, dan menemui beberapa orang pedagang pakaian disana, dan ia minta ijin untuk menjualkan baju-baju mereka.

Setelah keliling kesana-kemari akhirnya ada beberapa pedagang yang mengijinkan ia menjualkan pakaiannya. Kepada pedagang yang setuju kepada dia untuk menjualkan pakaiannya, ia minta foto-foto baju yang akan di jualnya.

Kemudian dengan uang pinjaman sekitar Rp 35.000 ia memasang iklan di harian terkenal di Kalimantan, oh iya pak A ini tinggalnya di Jakarta.
Bunyi iklannya kira-kira begini:

"Di cari agen baju muslim untuk daerah Kalimantan dan sekitarnya, kualitas bagus, harga murah, hub no 08xxxxxxx."

Ternyata
ada respon dari iklan tersebut ada beberapa orang yang berminat untuk menjadi agen di Kalimantan. Maka pak A putar otak, akhirnya ia membuat penawaran, agar bisa menjadi agen minimal pesanan sekian juta.

Ternyata ada yang setuju. Kemudian orang yang setuju jadi agen ini, meminta contoh barang untuk dikirim. Yang di lakukan pak A adalah mengirim foto-foto tadi dan menyuruh agen yang di Kalimantan untuk memilih sekaligus jumlah barang yang diminta.

Ajaibnya si agen memesan banyak jenis baju yang ada di foto dan jumlahnya cukup banyak. Akhirnya si agen mentransfer sejumlah uang kepada pak A. Dan setelah pak A mendapat uang transferan ia datang ke Tanah Abang dan membeli barang yang diminta sang agen, lalu mengirimkan ke Kalimantan.

Demikian usaha ini dimulai. Lama-kelamaan pesanan semakin banyak dari daerah. Bahkan sekarang bukan hanya Kalimantan, tapi Sulawesi dan Indonesia timur lainnya pun digarapnya!

Sampai-sampai kalau pak A belanja ke Tanah Abang ia harus membawa beberapa kuli, karena banyaknya pesanan.

Setelah beberapa tahun dari usaha ini pak A memiliki uang yang cukup banyak, hasil dari keuntungan bisnisnya, bahkan sangat banyak.

Suatu hari ia jalan-jalan ke daerah, ia ngobrol dengan seorang ibu. Ibu itu bercerita bahwa ia memiliki anak yang cerdas lulusan ITB dan pintar membuat barang-barang elektronik yang unik.

Pak A timbul ide untuk menemui anak ibu ini. Setelah bertemu dengan anak ibu tersebut pak A mengajak kerja sama kepadanya untuk membuat barang-barang elektronik yang unik, ia sanggup menjadi pemodal dan pemasarnya sekaligus.

Anak tersebut mengajak kawan-kawannya yang pintar elektronik bergabung dengan dia. Singkat cerita akhirnya pak A mendirikan PT untuk memproduksi barang-barang elektronik yang unik dan di butuhkan masyarakat, seperti penghemat listrik, penghemat telepon, remote pengendali mobil jarak jauh dan banyak lainnya.

Pak A memiliki karyawan-karyawan terbaik dari negeri ini yang pintar-pintar elektronik. Padahal pak A sendiri hanya lulusan D3 pariwisata.
Omzet perusahaannya sangat besar, dan setiap 6 bulan sekali perusahaan ini mengeluarkan produk baru yang sangat dibutuhkan masyarakat. Ia kini telah menjadi miliarder! Ia menjadi miliarder tanpa modal sepeserpun!


sumber: bukalapak.com


reff : http://gerakanbalonganmandiri.blogspot.com/2012/09/milyarder-tanpa-modal-trik-usaha-tanpa.html
Read More

WIEN K. ADRIAN : Kreasi Kalung Cantik Dari Batik




Nama lengkapnya Wien Kriastuti Adrian. Perempuan ini mampu menghasilkan aksesoris cantik dengan menggunakan kain batik. Lewat ide dan inovasinya,  aksesoris batik seperti kalung pun jadi memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dengan harga mulai Rp 75 ribu hingga Rp 2 juta. Berawal dari hobinya yang menyukai dunia craft, maka sejak resigndari pekerjaannya di tahun 2004, Wien mulai aktif berbisnis. Awalnya ia hanya membuat karya rajutan seperti kaos kaki, sepatu, dan beberapa produk lainnya. Sementara itu, menurut perempuan kelahiran Semarang, 12 Januari 1965 ini, sejak dulu ia sudah menyukai batik dan kerap mencoba membuat handmade dan craft dari bahan batik.

Untuk membuat aksesoris batik, Wien dibantu beberapa pekerja berjumlah 4-5 orang yang mengerjakannya dari rumah. Sementara untuk karya rajut, sampai sekarang ia masih dibantu para ibu rumah tangga di Kabupaten Secang, Magelang. Soal ide, Wien mengaku memang sering mendapat ide dari hobinya jalan-jalan yang kemudian coba ia aplikasikan. Misalnya, kalung yang idenya seperti sampir di keraton, kemudian diberi aksen bulatan. Untuk yang premium, batik yang digunakan memakai batik sutra dan mutiara lombok. Harganya bisa sampai Rp 2 juta.

Perempuan yang belajar bisnis dan craft secara otodidak ini menangkap peluang bahwa batik akan semakin booming dan digemari. Ia melihat, batik sekarang semakin dilirik dan ia pun akhirnya memilih untuk membuat aksesorisnya, karena memang tidak semua orang mau tampil all outberbatik. Maka dengan tambahan aksesoris, tetap ada sentuhan aksen batik yang diberikan. Ternyata, respons yang diterima Wien cukup bagus. Sampai saat ini, ia masih optimis usaha ini dapat terus berkembang. Perempuan bergelar sarjana ekonomi ini pun kerap dapat undangan untuk mengikuti pameran di luar negeri, seperti di Belanda, Barcelona, dan Kamboja. Hasilnya bagus. Menurutnya, setiap negara seleranya beda-beda, ada yang suka batik, ada yang menyukai rajutan. Tapi yang membuat Wien senang adalah, ia bisa mendapatkan personal buyer di sana dan bisa lanjut bekerja sama.

Wien juga mengaku masih berjualan secara konvensional. Ia tidak berjualan lewat online tapi memang mempunyai workshop dan melalui pameran. Jadwal pameran yang diikutinya memang selalu ada. Misalnya, ia biasa mengikuti pameran yag diadakan di JCC atau di Lawang Sewu, Semarang. Lewat pameran, ia bisa langsung bertemu dengan personal buyer. Wien mengaku tidak terlalu ngoyo dalam menjalankan bisnisnya ini. Kuantitas produksi juga bukan menjadi prioritas utamanya. Apalagi kalau untuk bisnis, usaha kerajinan rajutnya sudah berjalan lancar. Sementara untuk bisnis batik ini, ia masih menganggapnya sebagai kegiatan yang berhubungan dengan seni. Agar kualitasnya bagus, maka setiap harinya tidak ada target berapa yang harus bisa dikerjakan. Yang penting setiap karya hasilnya bagus, karena ini memang produk homemade.

Hebatnya lagi, Wien juga bisa memanfaatkan berbagai limbah menjadi kerajinan batik yang bagus. Mulai dari ganjalan pintu hingga gantungan kunci berisikan meteran bisa disulapnya dengan apik dengan tambahan batik. Maka Wien menjamin, di tempatnya tidak ada yang namanya limbah, karena semua sisa bahan bisa dikaryakan dan bernilai ekonomis. Ke depan, Wien bertekad akan terus mengembangkan bisnisnya dan bisa menciptakan lapangan kerja, sekaligus memberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Ia memang ingin hidupnya bisa bermanfaat untuk orang banyak dan terus berkarya lewat sentuhan aksesoris batik.



reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/03/wien-k-adrian-kreasi-kalung-cantik-dari.html
Read More

NANIK DARYANTI, Ciptakan Aneka Jajanan Dari Olahan Waluh




Melihat buah waluh alias labu kuning yang berpotensi besar di desanya hanya untuk pakan ternak, Nanik tergerak untuk mengangkat derajat para petani labu. Bersama kelompok yang dibinanya, ia berhasil membuat aneka makanan olahan dari labu dan mengantarnya meraih berbagai penghargaan. Waluh memang menjadi hasil pertanian yang potensial di daerah tempat tinggalnya, Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Banyak petani yang menghasilkan waluh yang penanamannya tumpangsari dengan tembakau. Dulu, harga waluh sangat murah, hanya Rp 200 per kg. Masyarakat tidak ada yang tahu bagaimana cara mengolah waluh, selain dibuat kolak. Oleh karena itu, banyak waluh yang akhirnya hanya digunakan untuk pakan sapi.

Padahal menurut Nanik, kandungan gizi waluh lebih komplet dibanding buah lain. Saat itu, karena melihat harganya yang murah, Nanik pun tergerak untuk mengangkat waluh. Caranya dengan mengolah waluh menjadi makanan yang nilai ekonomisnya tinggi. Terbukti sekarang, dengan keberhasilannya mengolah waluh menjadi aneka makanan, harga waluh melonjak sampai Rp 2.500 per kg. Kenaikan harga ini tentu saja akan menguntungkan petani.




Nanik memulai usahanya di tahun 2002. Dulu, setiap Lebaran ia rajin membuat kue sendiri, termasuk geplak dari waluh, yang merupakan makanan favorit anak-anaknya. Setiap kali ikut pertemuan seperti acara Dharma Wanita, PKK, atau kelompok lainnya, ia juga selalu membawa geplak waluh buatannya untuk ia tawarkan pada teman-temannya. Ternyata banyak temannya yang senang kemudian memesan. Biasanya, mereka datang langsung ke rumah Nanik. Karena pesanan makin banyak, Nanik lalu mengajak kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang dibinanya. Kebetulan, ia memang bekerja di kantor BKKBN, sementara suaminya, Slamet, bekerja di Dinas Pertanian. Ia lalu membagi tugas dengan suaminya. Nanik di bagian produksi, sementara suami memegang urusan pemasaran.

Saat membuat geplak waluh yang rasanya manis itu, Nanik selalu mendengarkan saran dari masyarakat. Demi memperbaiki kualitas produk, misalnya saja soal bentuk, bila dulu bentuk geplak waluh bulat dan kurang diminati, ia lalu membuatnya dengan bentuk kerucut. Namun dalam perkembangan usahanya ini, ternyata ada juga yang mengaku tidak suka rasa manis sehingga batal membeli. Nunik berpikir, kasihan sekali kalau orang seperti itu yang sudah datang jauh-jauh ke tempatnya, tadi tidak bisa mendapatkan jajanan yang diharapkan. Selain itu, ia sendiri juga merasa sayang, kalau orang yang datang ke tempatnya hanya bisa membeli geplak saja. Dari situlah, terpikir membuat jajanan lain dengan rasa yang berbeda. Akhirnya ia membuat jajanan yang gurih dan kering, antara lain emping dan stik dari waluh. Dan ternyata rasanya lebih enak dan renyah. Makin lama, makin banyak makanan olahan yang ia buat dari waluh. Saat ini, sudah ada geplak, pia, stik, emping, gelek, sirup, wingko, egg roll, dan kembang goyang. Dan semuanya cukup laku diburu pembeli, walaupun geplak waluh tetap yang menjadi favorit.




Nunik betul-betul belajar sendiri membuat aneka jajanan itu, karena sebelumnya ia memang sudah sering membuat kue. Namun, meskipun begitu ia tetap harus melewati uji coba berkali-kali. Menurutnya, yang terpenting saat membuat harus konsentrasi, karena kalau tidak hasilnya tidak akan bagus. Bila terlalu matang, akan keras dan tidak bisa dicetak. Tapi sebaliknya kalau kurang matang, jadi lembek.

Masyarakat sekitar biasanya memesan gepak waluh dan olahan lainnya untuk acara hajatan, tahlil, pengajian, dan lain-lain. Yang paling banyak dipesan untuk hajatan adalah pia dan geplak. Dua makanan ini memang sangat luwes ditempatkan di kotak atau piring. Sementara masyarakat dari luar memesan untuk oleh-oleh. Tiap tahun, umumnya menjelang Lebaran, pesanan yang datang sangat banyak. Oleh karena itu Nanik pun harus meningkatkan jumlah produksinya. Ia senang makin lama olahan waluh makin dikenal dan diminati orang.

Keunggulan produk olahan waluh buatan Nanik adalah semuanya tanpa menggunakan bahan pengawet dan pemanis buatan. Itu sebabnya, geplak yang bentuknya seperti dodol dan pia hanya tahan tiga minggu saja. Sementara untuk stik bisa tahan sampai tiga bulan. Keunggulan lain, adalah pada rasanya yang memang enak dan harganya relatif murah. Satu kemasan geplak isi 20, harganya Rp 10.000. Sedangkan ukuran per kg harganya Rp 35.000. Untuk pia ada dua macam kemasan, isi 10 buah harganya Rp 9000, dan yang isi 20 buah harganya Rp 18.000. Lalu, egg roll dalam kemasan kotak Rp 12.500 dan yang dalam toples Rp 35.000. Jajanan gelek Rp 12.500 dan emping waluh Rp 10.000 per 250 gram. Nunik pun juga membuat sirup waluh, dengan harga Rp 17.500 per botol.




Setiap harinya Nunik membutuhkan 1?25 kg, atau rata-rata setiap bulan 1 kuintal waluh untuk seluruh produksinya itu. Pada bulan biasa, hasil produksinya bisa sebanyak 3-4 kuintal, tapi bila menjelang Lebaran bisa hampir 1 ton. Karena geplak dan pia hanya tahan tiga minggu, bila menjelang Lebaran ia baru membuat stoknya pada H-10 Lebaran. Sementara untuk emping, stik, dan gelek sudah distok sejak awal puasa. Karena keterbatasan tenaga kerja, ia membuat plot tugas per kelompok. Ada kelompok yang khusus membuat stik, membuat membuat gelek, dan membuat emping. Saat ini, Nunik memang cukup kewalahan menerima pesanan yang datang. Sangat berbeda dengan saat awal merintis usaha dulu yang lakunya tidak pasti. Dari awal usaha, setiap kali produksi ia langsung membuat dalam jumlah yang banyak, atau 10 kg waluh untuk satu resep.

Saat ini ia sudah memiliki empat orang karyawan. Namun kalau ditotal dengan kelompok UPPKS, ada sekitar 15 orang yang membantu usahanya. Mereka adalah ibu-ibu di sekitar lingkungan rumahnya, yang memang sangat senang bekerja pada Nunik karena bisa mendapat penghasilan tambahan. Nunik mengaku sampai sekarang ia tidak mempunyai kebun waluh sendiri. Ia selalu membelinya dari petani. Kalau sedang masuk masa panen, ia bisa menyetok hingga berton-ton. Kebetulan waluh memang tahan lama. Asal kulitnya tidak terluka, bisa awet sampai setahun.

Sejauh ini, untuk pemasaran ia hanya membuka toko di rumahnya dan mengikuti pameran. Banyak wisatawan dari luar kota termasuk dari Jakarta, Kalimantan, dan Sulawesi yang datang ke tempatnya. Kebetulan, kediamannya tidak begitu jauh dari lokasi wisata alam Kopeng yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Toko yang ada di rumahnya ini sebenarnya berada di dalam gang kecil. Sebagai petunjuk, Nunik hanya membuat tanda plang di pinggir jalan. Seiring makin dikenalnya usaha Nunik, banyak juga yang melakukan studi banding ke rumahnya, termasuk yang datang dari luar Jawa. Bila ada mahasiswa pertukaran pelajar dari luar negeri yang sedang praktik di Getasan, pasti akan dibawa ke tempatnya oleh Kepala Desa. Mereka juga termasuk pembeli potensial. Belakangan ini, tempat produksi Nunik memang banyak bekerja sama dengan perguruan tinggi. Anak-anak Nunik, Metha Hestining Wigati dan Karuna Sabho Caroko, sekarang juga turut membantu berjualan lewat online. Dan ternyata pemesanan secara online pun hasilnya juga sangat lumayan.




Nunik mengakui perkembangan usahanya ini cukup bagus dan prospeknya cerah. Ia pun juga telah menjadi mitra binaan beberapa lembaga, seperti Disperindag, Dinas Pertanian, dan sebagainya. Pernah juga ia mendapat pinjaman modal dari BKKBN dan beberapa bank. Sekarang pun, juga sudah banyak yang melirik usahanya, termasuk dari luar Jawa. Nunik bersyukur, usaha ini telah memberikan berkah tersendiri. Apalagi ia juga beberapa kali diliput media lokal maupun nasional. Itu bisa menjadi sarana promosi gratis baginya.

Di tahun 2003, Nunik sempat mengikuti lomba inovasi hasil pertanian yang diadakan sebuah perguruan tinggi dan berhasil menjadi juara tiga. Selanjutnya, ia juga ikut lomba bidang wirausaha makanan olahan dari pertanian, yang diadakan Citibank dan Universitas Indonesia, dan meraih juara satu tingkat nasional. Setelah itu, usaha Nunik semakin terus berkembang. Tahun 2008 ? 2009 ia mengikuti lomba pengajuan kredit ke bank yang diadakan Universitas Indonesia dan mendapat juara pertama. Tahun 2004 meraih juara tiga lomba PKK tingkat provinsi tentang makanan olahan. Tahun 2012, ia juga meraih juara pada lomba yang diadakan Kementerian Pertanian. Tahun 2013, ia mendapat juara dua lomba ketahanan pangan dan juga juara dua untuk lomba yang diadakan Disperindag provinsi. Total, ia meraih 2 juara dan 4 kali tingkat provinsi.

Awalnya motivasinya mengikuti lomba hanyalah untuk mengenalkan produk geplak waluh. Jadi, sambil mengikuti lomba ia juga bisa menjual produknya. Kartu nama pun juga selalu ia siapkan saat mengikuti lomba. Pernah dalam suatu lomba, ketika tiba waktunya untuk presentasi, beberapa kilogram geplak waluhnya yang ditinggal sebentar di meja pameran, tiba-tiba sudah habis dimakan pengunjung. Mungkin pengunjung menganggapnya itu bagian dari suguhan untuk para tamu. Meskipun begitu, Nunik senang karena itu berarti produknya diminati.




Nunik menjelaskan, waluh sendiri mempunyai beberapa manfaat. Antara lain untuk mengobati penyakit diabetes. Dan yang paling menonjol adalah untuk mengobati kolesterol. Bahkan Nunik mengaku dulu kolesterolnya pernah tinggi, dan sempat berobat ke dokter tapi tidak kunjung sembuh. Lalu ia mencoba minum air rebusan waluh selama seminggu, setelah itu barulah bisa sembuh. Sementara labu juga berguna sebagai penangkal kanker dan obat luka bakar. Kemudian bijinya bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan kelenjar prostat para pria. Nunik becerita, ada pembeli dari Solo yang memesan biji waluh untuk dibuat kopi. Pembeli itu bercerita, kelenjar prostat dirinya nyaris dioperasi. Setelah minum obat tidak sembuh, dia mencoba minum kopi biji waluh. Sekitar 2-3 bulan sebelum dioperasi, dia coba kobtrol lagi dan ternyata sudah sembuh sampai sekarang. Selain gizinya lebih komplit, waluh juga mengandung antioksidan yang tinggi.

Rencana berikutnya, Nunik akan bekerja sama dengan sebuah universitas untuk membuat kue lidah kucing waluh. Ia sudah sempat mencobanya dan rasanya sangat enak. Nantinya, ia juga ingin memanfaatkan ibu-ibu yang tidak bekerja untuk mengerjakan produk ini. Tentu saja Nunik sangat senang, bisa berhasil mengangkat waluh yang semula hanya dijadikan pakan ternak, sekarang menjadi komoditas desa yang diperhitungkan. Ia juga bangga usahanya ini bisa mendatangkan rezeki untuk petani dan warga desanya. Memang awalnya ia juga tak menyangka berkat olahan waluh, dirinya bisa kedatangan tamu asing maupun dari dalam negeri. Tanpa olahan waluh, tentu saja ia tidak akan mungkin bisa bersilaturahmi dengan mereka. Banyak mahasiswa asing yang juga sering datang ke tempatnya, antara lain dari Jepang, Tiongkok, Belanda, Amerika, dan Australia. Menurut para mahasiswa asing itu, di negaranya waluh hanya dipakai untuk membuat sayur, dikukus, atau dibuat puding. Di tempat Nuniklah mereka akhirnya bisa belajar membuat produk olahan lain dari waluh.

NANIK DARYANTI
Alamat lengkap : Jln. Salatiga ? Kopeng
Kompleks Pasar Getasan
Kelurahan Getasan, Kecamatan Getasan
Salatiga, Jawa Tengah
Telepon rumah : (0298) 318 152
Ponsel : 0815 776 17 09


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/09/nanik-daryanti-ciptakan-aneka-jajanan.html
Read More

SUCI UTAMI, Pemilik Brand Fashion Muslim SUCHbySUCHI



Ibu muda berusia 26 tahun ini dalam waktu relatif singkat sudah berhasil mengembangkan toko online yang menjajakan produk fashion muslimah. Tak hanya di negeri sendiri, ibu satu anak ini juga punya pelanggan tetap di sejumlah negara.

Suci memulai bisnis online-nya di awal tahun 2011. Kala itu ia baru saja menikah. Kebetulan suaminya yang hendak melanjutkan kuliah S2 ke Selangor, Malaysia, langsung membawanya pindah ke sana. Awal tinggal di Selangor, ia belum memiliki teman karena masih beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Saat itu ?teman?nya hanyalah laptop dan koneksi internet. Dari situlah akhirnya ia terpikir untuk mengisi waktu dengan berbisnis online.

Kebetulan, sebelumnya Suci sudah punya blog pribadi sejak tahun 2008. Dan Sejak tahun 2010, ia juga sudah memutuskan memakai jilbab. Sejak itu, ia makin sering menulis tentang fashion hijab di blog-nya. Ia banyak membaca dan terinspirasi dari desainer lain seperti Dian Pelangi, lalu materinya ia tuangkan ke dalam blog. Selain itu, ia juga kerap menulis berbagai tips, antara lain bagaimana mengenakan kerudung yang baik, informasi tentang busana muslim, dan masih banyak lagi. Pengunjung blog-nya pun lumayan banyak juga, bahkan tak sedikit yang merespon.

Dengan modal tulisan di Blog-nya itu, Suci pun terpikir bahwa kegiatannya itu bisa menjadi peluang bisnis, hingga akhirnya ia menetapkan langkahnya untuk berbisnis online di bidang fashion muslimah. Walau tidak memiliki latar belakang dunia fashion, namun sejak kecil Suci sudah suka menggambar dan di usia remaja, semakin gemar menggambar fashion. Suaminya pun sangat mendukung, saat ia mengungkapkan keinginannya untuk membuka toko online fashion muslimah. Tak lama kemudian, dia pun segera pulang ke Indonesia untuk mewujudkan cita-citanya itu.

Tak hanya mendapat dukungan dari suami. Sang ibunda dan adiknya pun turut mendukung keputusannya. Di awal berbisnis, ia mengeluarkan produk cotton cloth pashminaatau pashmina berbahan katun. Pashmina yang berasal dari bahasa Persia adalah kain wol yang bentuknya panjang seperti selendang, hingga bisa dijadikan kerudung, dan menjadi item fashion muslim yang menarik.


Pada waktu itu, pashmina memang sedang trend di Indonesia tapi belum banyak yang membuatnya. Suci pun memulainya dengan mencari bahan yang bagus dan penjahit. Lewat seorang teman, ia diperkenalkan dengan seorang penjahit di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Walau cukup jauh dari rumahnya di Cinere, Depok, tapi ia langsung cocok dengan penjahit itu, karena cutting-nya bagus, dan harganya juga tidak terlalu mahal.

Suci tentu saja harus membuat produk yang beda. Ia memilih ciri khas warna-warna terang, bahannya sengaja dipilih katun agar nyaman dipakai, dan ukurannya juga cukup besar. Inilah yang kemudian menjadi ciri khas produknya. Untuk tes pasar, ia membuat lima warna masing-masing 10 pieces. Modal yang ia keluarkan tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp 5 juta. Selanjutnya, ia pun resmi membuka toko online dengan nama suchbysuchi.blogspot.com

Suci pun membuat sendiri desain toko online-nya. Baginya tidak terlalu sulit. Ia hanya menggunakan template yang sudah ada. Selebihnya, untuk meng-edit tampilan, ia belajar sendiri dengan bantuan mesin pencari Google. Yang unik, untuk menampilkan produk di toko online-nya itu, Suci sendiri yang menjadi modelnya. Ia memakai pashmina buatannya, lalu meminta bantuan sang adik atau suaminya untuk memotretnya. Selanjutnya, foto itu ia unggah di Blog.



Suci pertama kali memperkenalkan produknya pada tanggal 10 Maret 2011. Langkah berikutnya, mempromosikan toko-nya. Oleh karena ia sudah memiliki blog tentang fashion dan juga punya facebook, serta follower di twitter yang cukup banyak, maka untuk mencari massa bukanlah hal yang terlalu sulit. Ia tinggal mengabarkan ke relasinya di berbagai jaringan social media itu. Dan memang benar, ia pun banyak mendapatkan customer dari sana. Baru bulan-bulan awal merintis usaha saja, pesanan sudah mengalir dengan lancar. Untuk mengurusi bisnisnya itu, Suci pun harus rela setiap minggu bolak-balik Jakarta- Selangor.



Suci pun semakin giat berpromosi lewat media sosial. Semua instrumen media social ia gunakan, mulai facebook, twitter, instagram, dan blog. Dengan harga produknya Rp 55 ribu per pieces, pesanan pun semakin banyak yang datang. Ia sampai harus dibantu dua adiknya untuk mengelola pesanan, dari mulai mengepak barang sampai pengantaran. Awalnya Suci masih memakai sepeda motor untuk mengantar pesanan, namun saat ini ia sudah harus membawa mobil karena bahan yang akan dikirim, sudah bertumpuk-tumpuk.

Suci juga mulai merekrut tenaga kerja yang bisa dipercaya untuk mengelola toko online-nya. Ia sadar, dengan semakin banyaknya customer yang didapatkan, ia sudah tidak bisa mengontrol usahanya sendirian. Selanjutnya, ia juga berpikir untuk mempunyai penjahit sendiri. Akhirnya, ia pun mulai merekrut tenaga penjahit. Sampai saat ini ia sudah mempunyai lima penjahit, dan memiliki 10 orang karyawan.

Pembeli produknya datang dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Bahkan sudah ada juga reseller di berbagai kota di Indonesia. Ia pun memiliki pelanggan tetap dari Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Itu sebabnya, untuk rekening pembayaran ia pakai beberapa ATM, termasuk bank Malaysia untuk memudahkan melakukan pembayaran. Di awal 2012, setelah suaminya merampungkan kuliahnya, Suci pun kembali ke Jakarta. Lalu, bersama suaminya, ia bertekad untuk semakin mengembangkan usaha ini.

Target pasar produknya adalah anak kuliah sampai ibu-ibu muda. Selain memproduksi pashmina, ia juga membuat inner ninja,-sebutan untuk dalaman kerudung. Tak lupa, ia juga melangkah membuat busana muslimah, hasil desainnya sendiri. Ketika punya produk baru, tentu saja tak lupa ia sampaikan ke customer-nya. Ia memang selalu meluangkan waktu khusus untuk berinteraksi dengan customer-nya, tak hanya sekedar menyapa saat punya produk baru saja.



Dengan semakin banyaknya desainer baju muslim, maka ia memang perlu pintar mensiasati langkah dalam berpromosi, agar produknya tidak tenggelam dari brand lain. Salah satunya, dengan selalu membuat sesuatu yang baru.
Paling lama, dalam dua bulan ia harus mengeluarkan desain baru. Kuncinya, memang harus cepat dan kreatif. Di awal menjual busana muslimah, Suci pun masih menjadikan dirinya sendiri sebagai modelnya. Namun kini ia sudah bisa mengambil beberapa model untuk mengenakan busana kreasinya. Saat melakukan pemotretan pun ia ikut turun tangan langsung merias model agar mereka tampil cantik dan menarik.




Upaya lain yang dilakukan Suci untuk mempromosikan produknya, yakni dengan secara berkala mengusahakan mengikuti event fashion busana muslim. Baginya, acara seperti itu juga penting untuk mendekatkan produknya dengan konsumen. Juga untuk lebih menarik kepercayaan.

Sekarang ini, skala produksinya untuk produk basic, seperti kerudung dan inner ninja, per bulan ia bisa membuat ribuan pieces. Sementara untuk busana muslim, masih di kisaran 300 pieces. Untuk harga pun bisa terjangkau segala kalangan. Produk kerudung ia jual mulai seharga Rp 55 ribu, dan busana muslim harga jualnya Rp 400 ribuan. Kini omzet usahanya sudah berada di kisaran Rp 70-80 juta, namun bila menjelang lebaran, bisa mencapai seratusan juta rupiah.

Saat ini, selain memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, ia juga secara berkala mengirim ke Singapura, Malaysia, dan Brunei. Setidaknya seminggu sekali ia mengirim ke tiga negara jiran itu. Selain itu ia juga pernah sampai mengirim ke Australia, Perancis, Belgia, bahkan Amerika Serikat. Reseller di dalam negeri pun semakin bertambah banyak. Suci juga bekerja sama dengan HijUp.com, semacam mal online untuk busana muslim, dan Misla,-butik busana muslim di kawasan Kemandoran, Jakarta Barat.

Rencana ke depan, tentu saja Suci masih ingin membesarkan usahanya, karena ia yakin potensi pasarnya masih ada. Hanya saja, kendalanya saat ini terletak di sumber daya manusia. Tidak mudah memang mencari penjahit yang baik. Selain kecakapan dalam menjahit, mereka juga harus cocok dan bisa bekerja sama dengannya.

Contact :
suchbysuchi@gmail.com
http://suchbysuchi.blogspot.com

amura courier
: layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867





reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/09/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Read More