Saturday, January 2, 2016

NASI LIWET INSTAN EDOL, Usaha Yang Bermula Dari Kumpul-Kumpul Antar Teman




Berawal dari sering kumpul bersama teman, obrolan berlanjut untuk menciptakan usaha bersama. Itulah yang dialami Ana Triana Sufiani dan beberapa teman lulusan SMP 41 Garut yang masih sering bertemu untuk mempererat silaturahmi. Kebetulan, ada salah satu temannya yang mempunyai usaha penggilingan beras. Lalu dari situ mereka pun berpikir untuk membuka usaha dan memilih berjualan nasi liwet. Kini usaha itu pun sudah mampu memproduksi 2500 kemasan nasi liwet per bulannya.

Beragam rasa yang ditawarkan Ana dan enam temannya adalah rasa petai, jambal roti, jengkol, black pepper, teriyaki, seafood, dan udang. Beragam pilihan rasa itulah yang semakin membuat usahanya dikenal. Ana sama sekali tak menyangka usaha akan maju seperti sekarang. Dulu, awalnya ia hanya menawarkan nasi liwet kemasan produksinya ke sesama teman. Tak lama kemudian, pesanan dari beberapa daerah pun mulai datang, sampai ke Brunei dan Makassar. Sementara di Jakarta sendiri kini sudah terdapat dua agen yang memasarkan NASI LIWET INSTAN EDOL.

Menurut Ana, senangnya bekerja bersama teman, bisa cepat membagi tugas sesuai kemampuan. Ada yang bertanggung jawab mengurusi desain, marketing, dan produksi. Untuk pembagian keuntungan memang belum besar, karena mereka masih sama-sama berkomitmen untuk memajukan usaha dulu.

Resep nasi liwet pun mereka buat bersama-sama. Sebelum berani dijual, butuh waktu 3 bulan untuk uji coba. Bila menemukan rasa yang cocok, langsung diproduksi. Ana menjamin, meski tanpa pengawet, NASI LIWET INSTAN EDOL bisa tahan hingga enam bulan.

Sejak memutuskan membuka usaha, mereka pun mulai rajin mengikuti pameran dan berjualan secara online. Hanya dalam waktu emoat bulan sejak diperkenalkan, pesanan kini sudah mulai banyak. Dengan modal awal yang hanya Rp 6 juta, kini omzet mereka bisa mencapai Rp 60 juta per bulan.

Bila memasuki musim haji dan umroh, pesanan juga ramai. Banyak calon haji yang membawa nasi liwet sebagai ransum tambahan selama menunaikan ibadah di Tanah Suci. Apalagi cara memasak nasi liwet instan ini sangat mudah dan tidak repot. Walau tidak ditambahi lauk pauk lain, tetap enak.


Sesuai asal nasi liwetnya, nama EDOL dipilih dengan mengambil dari bahasa Sunda. EDOL biasa dipakai saat makan makanan yang enak tanpa bisa diucapkan dengan kata-kata.

Berbeda dengan nasi liwet instan lain, beras yang mereka gunakan kualitas nomor satu. Sementara bumbunya lebih berani dan lebih gurih. Nasi yang ada di kemasan sudah melalui tiga kali penggilingan, bersih dan tanpa pemutih. Sehingga nasi dan bumbu dapat langsung dimasukkan ke alat penanak nasi tanpa harus dicuci dulu.


Hambatan yang sangat terasa dalam mengelola usaha ini adalah ketika harga bahan baku naik. Namun hal itu bukan masalah besar bagi Ana dan teman-teman yang menjual nasi liwetnya Rp 22.900 per bungkusnya ini.


_______________
amura courier : layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/07/nasi-liwet-instan-edol-usaha-yang.html
Read More

KISAH SUKSES PENGRAJIN SANGGUL DARI SRAGEN




Selama puluhan tahun, Painem, perempuan asal Sragen, Jawa Tengah yang sering dijuluki Bu Sanggul ini memproduksi beragam model sanggul tradisional sampai modern. Dari sanggul gaya Solo hingga gaya selebriti seperti Manohara, Bunga Citra Lestari, hingga keong racun. Berapa pun jumlah sanggul yang diproduksinya, selalu mampu terserap pasar.

Ibu sepuluh anak ini menjadi pengrajin sanggul di rumahnya, Jalan Sawo, Sine, Sragen, Jawa Tengah. Usahanya terus berkembang dengan memperkerjakan lima karyawan yang semuanya perempuan. Para karyawan yang setiap hari bekerja di lantai dua rumahnya itu ada yang bertugas menyisir rambut, menata, kemudian merangkainya menjadi sanggul.

Sejak ia memulai usaha, sampai sekarang ia tidak pernah berhenti produksi. Sampai kapan pun tampaknya sanggul akan terus diminati, karena menjadi bagian dari budaya tradisional. Tak hanya bagi masyarakat Jawa saja, tapi sudah menjadi kebutuhan semua orang. Ketika seorang perempuan mengenakan busana tradisional misalnya, akan lebih pas bila mereka memakai sanggul. Karena itulah peminat sanggul tidak pernah surut.

Usaha sanggul yang dirintis Painem, bermula dari sang suami, Sodri, yang sempat bekerja di sebuah perusahaan pembuat sanggul. Setelah si pemilik perusahaan meninggal dunia, Sodri pun tidak bekerja lagi. Lalu sang suami mempunyai ide untuk membuka usaha sanggul sendiri. Namun saat itu Sodri tidak sanggup bekerja sendiri.

Sodri lalu mengajari tetangga sekitar untuk membuat sanggul. Sebenarnya membuat sanggul tidak terlalu sulit, tapi memang butuh kesabaran. Tak jarang ada tetangganya yang mengundurkan diri, tapi ada juga yang kemudian bersama-sama memulai usaha ini. Tak ketinggalan, Painem pun juga ikut belajar.

Proses membuat sanggul memang butuh ketelatenan. Mula-mula, bahan baku sanggul berupa rambut dicuci sampai bersih. Selanjutnya, rambut direbus sambil dikasih winter,-semacam cat pewarna untuk menghitamkan rambut. Setelah kering, barulah rambut tadi dirangkai menjadi sanggul. Sodri pun mengaku tak kesulitan mendapatkan bahan baku, karena di sekitar Sragen banyak yang menjual rambut.





Kala itu Sodri hanya membuat sanggul tradisional bergaya Solo, karena masyarakat memang lebih suka sanggul tradisional. Sementara sanggul modern dengan berbagai variasinya saat itu memang belum trend. Untuk urusan membuat sanggul, Painem dan Sodri memang termasuk jago. Sejak awal usaha, mereka berdua mengawasi pekerjaan karyawannya agar memenuhi standar kualitas yang diinginkan.

Menurut Sodri, butuh perjuangan ekstra untuk mengenalkan usahanya yang diberi nama Sanggul Dewi ini. Painem dan Sodri semula mesti menjajakan sanggulnya ke beberapa pasar di Sragen, Solo, sampai Boyolali. Di awal memulai usaha, produksinya masih belum begitu banyak. Paling, dalam seminggu hanya terjual puluhan sanggul saja. Tapi lama-kelamaan banyak pelanggan yang cocok dengan sanggul buatan pasangan suami istri ini.

Seiring waktu, Sodri pun tak perlu bersusah payah lagi membawa langsung dagangannya ke pasar. Selanjutnya ia memilih tinggal di rumah menunggu para bakul atau pedagang yang datang untuk menjual sanggul-sanggulnya. Kini Sodri pun dituntut harus memenuhi pesanan banyak pedagang.

Dalam sehari, rata-rata karyawannya bisa menyelesaikan sekitar 35 sanggul. Begitu sanggul jadi, langsung habis terjual. Diakui Sodri, barang yang tersedia tak sebanding dengan permintaan yang datang. Di rumahnya pun Sodri jarang sekali menyimpan stok. Para pedagang itu kemudian menjual lagi sanggul-sanggul produksinya ke berbagai daerah, bahkan ada yang sampai ke luar kota, dan menjualnya sampai Sumatera.

Selain pedagang kulakan, Sodri juga punya banyak pelanggan dari berbagai salon di Sragen dan Solo. Seringnya, para pemilik salon itu datang langsung ke tempatnya. Sementara untuk pelanggan dari luar kota, ia akan mengirimkannya lewat paket. Sodri mengaku ia tak memiliki tenaga pemasaran untuk memperkenalkan produknya. Bahkan ia merasa tidak membutuhkan sarana promosi, karena untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya yang saat ini saja, sudah kewalahan. Oleh karena itu Sodri pun sering menolak ketika ada tawaran dari beberapa instansi untuk mengikuti pameran di berbagai tempat.

Sodri sebenarnya memahami, event pameran merupakan ajang ampuh untuk mengenalkan usahanya. Sayangnya, ia benar-benar tidak punya waktu. Bila ia mengikuti pameran, tidak ada yang akan mengawasi pengrajinnya. Sodri memang masih terlibat langsung dalam kegiatan produksi usahanya.

Soal promosi menurut Sodri yang paling efektif adalah dari mulut ke mulut. Usahanya menyebar dari satu pedagang ke pedagang lain. Bahkan yang tak terduga, banyak media yang meliput usahanya, lantaran dianggap perintis usaha sanggul di daerahnya. Kualitas produknya juga diakui para pelanggannya. Banyak pembeli baru yang mengetahui Sanggul Dewi setelah melihat liputannya di koran.

Dari para relasinya ini Sodri justru banyak mendapat ilmu baru tentang sanggul. Para pelanggannya kerap memesan sanggul bergaya modern. Mereka datang sambil membawa contoh sanggul yang bentuknya baru. Salah satunya sanggul yang diberi nama Manohara, karena sanggul jenis ini munculnya ketika media televisi ramai memberitakan soal artis Manohara. Ada pula sanggul yang dinamakan Sanggul BCL alias Bunga Citra Lestari, dan sanggul keong racun.

Sodri pun mengaku tidak banyak mendapat kesulitan ketika si pelanggan datang membawa contoh sanggul. Ia tinggal meniru sambil membolak-balikkan sanggul tersebut. Ada pula yang memesan dengan hanya membawa gambar saja. Dan biasanya tetap bisa ia selesaikan dengan baik. Terbukti, selama ini tidak pernah ada komplain dari pelanggannya.

Sampai sekarang akhirnya Sodri membuat sanggul tradisional maupun modern. Cara membuatnya pada dasarnya sama saja. Bedanya hanya dibentuk dan variasinya. Sampai sekarang Sodri sudah membuat lebih dari 50 model sanggul.

Selama ini Sodri pun mengaku tidak pernah mengalami pasang surut dalam usahanya. Dalam situasi apa pun sanggul tetap akan dicari. Dulu, ketika terjadi krisis moneter, jualan sanggulnya bahkan tak pernah sepi. Selama ini sanggul banyak digunakan orang untuk keperluan hajatan. Maka dari itu, sepanjang waktu pasti ada orang yang mengadakan pesta. Dan selama itu pula sanggul akan tetap dicari.

Berkaitan dengan orang punya hajat, biasanya orang dari Jawa Tengah tak mengadakan pesta pada bulan Sura dan puasa. Dulunya, pada dua bulan ini usaha sanggulnya memang agak sepi, tapi sekarang sama sekali tak berpengaruh. Pemintaan tetap ramai.

Sodri menyebut, kendala usahanya hanya menyangkut soal SDM. Ia mengaku berkali-kali ganti karyawan. Katanya, kalau ada karyawan yang sudah pintar membuat sanggul, mereka akan membuka usaha sendiri. Kalau sudah begitu, tentu saja Sodri harus mencari karyawan baru. Dan ia harus mengajari lagi dari awal cara-cara pembuatannya. Namun hal demikian tidak menjadi masalah bagi Sodri. Justru ia senang bila usaha mantan karyawannya maju, bahkan ada juga yang sudah melebihi usahanya.

Bagi Sodri, mereka bukanlah pesaing. Ia justru menganggapnya sebagai mitra. Bahkan ia kerap bekerja sama dengan sesama pengrajin. Bila ia kewalahan memenuhi pesanan, ia akan langsung kontak teman-temannya yang sesama pengrajin sanggul. Tentu saja ia memilih bekerja sama dengan pengrajin yang kualitas produknya bagus. Kini kapasitas produksi Sodri sekita 150-an sanggul setiap harinya.

Sodri mematok harga sanggulnya tak terlalu mahal. Untuk sanggul polos hanya Rp 4 ribu. Namun, semakin bervariasi, harganya makin mahal. Ada yang Rp 7 ribu, ada juga yang Rp 9 ribu. Tapi harga itu adalah untuk para bakul, yang membeli untuk dijual lagi. Tiap bakul akan membeli dalam jumlah ratusan. Beda ukuran sanggul, beda pula harganya.

Terkadang, ada pula yang memesan wig pada Sodri. Tapi sayangnya, ia tidak bisa mengerjakannya. Namun bila ada permintaan wig, ia akan mengontak temannya di Probolinggo yang memproduksi wig. Jadi, pesanan wig tetap ia terima.

Dari 10 anaknya, Sodri mengaku, hanya dua anak terkecilnya yang tampaknya tertarik untuk mewarisi usaha sanggul. Sekarang kedua anaknya itu sudah mulai membantu usaha ini. Mulai dari pengepakan sampai pengiriman. Secara berkala ia pun mengirim sanggulnya ke daerah Nganjuk dan Jombang, Jawa Timur.

Prospek usaha sanggul disebut Sodri masih sangat bagus. Namun ia mengakui, kesulitan menambah jumlah produksi lantaran kesulitan mendidik karyawan baru. Sekarang ia hanya tinggal mempertahankan usaha yang ada saja. Walau merahasiakan omset usahanya, namun yang pasti menurut Sodri, dari usaha sanggulnya ini ia bisa menghidupi keluarganya selama puluhan tahun.





reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/02/kisah-sukses-pengrajin-sanggul-dari.html
Read More

YUDHI DWINANTO PEMILIK KRAUKK.COM, TOKO SEAFOOD ONLINE PERTAMA DI INDONESIA





Semula, Yudhi Dwinanto memilih kerja kantoran. Ia menjadi pegawai negeri di Kementrian Agama sejak tahun 2007. Untuk menambah penghasilan, ia juga memiliki usaha sampingan berjualan udang tempura. Dia mengambil di sebuah pabrikan eskpor di Jawa Timur. Awalnya, hanya coba-coba. Ternyata keluarga dan teman-temannya mengatakan udang tempura jualannya terasa enak. Lama kelamaan Yudhi pun langsung konsentrasi berbisnis.

Agar tak mengganggu waktu kerja, Yudhi membuka toko online. Waktu itu ia masih menggunakan web gratisan. Ternyata usahanya lumayan berkembang. Hanya saja setelah satu tahun berjalan, Yudhi mengalami kendala. Pabrik di Jawa Timur tak lagi mengirimi produk, karena semua produknya diperuntukkan pasar ekspor, hingga ia tidak kebagian jatah.

Sampai akhirnya di tahun 2008, Yudhi berkenalan dengan rekanan bisnis lewat dunia maya. Rekan bisnisnya itu menawarkan sampel produk udang tempura, sama seperti yang ia beli di Jawa Timur. Setelah ia coba, ternyata rasanya lebih enak. Menurut rekan bisnisnya itu, ternyata tempura udang itu buatan sendiri, dan selain membuat tempura udang, rekannya juga bisa membuat berbagai produk lain.

Yudhi dan rekan bisnisnya itu lalu sepakat bekerja sama. Rekan bisnisnya konsentrasi di produksi, sementara ia bertugas di pemasaran produk. Di tahun 2009, mereka secara resmi membuka toko online, www.kraukk.com. Awalnya, mereka hanya menawarkan 10 produk, namun sekarang sudah berkembang sampai 20-an produk. Ia menjual satu kemasan dan pembeli bisa langsung menggorengnya.



Yudhi menawarkan berbagai produk yang menurutnya berbasis tepung ekstrak ikan laut. Ada olahan udang, kepiting, cumi, ikan, dan ayam. Produk Kraukk.com antara lain nugget kepiting yang harga satu kemasan Rp 21 ribu, nugget udang Rp 19.500, breaded shrimp torpedo, udang utuh tanpa kulit yang dibungkus tepung roti Rp 21.000, drumstick ikan Rp 19.500, drumstick cumi Rp 19.500, dan masih banyak lagi.



Karena yang paling utama di toko online adalah gambar produk, oleh karena itu ia tampilkan foto-foto produknya semenarik mungkin. Dengan gambar yang bagus, orang akan betah berlama-lama di toko. Desain di www.kraukk.comjuga ia buat menarik.

Selain itu, Yudhi juga punya kiat khusus lewat sebuah sistem yang saling menguntungkan dengan pengunjung web. Ia membuat semacam sistem keanggotaan. Di tahun pertama, ia sudah punya 1000 anggota yang merupakan pasar potensial. Mereka ini saling mempromosikan lewat media online. Dan lewat cara ini, perkembangan usahanya cukup bagus. Sampai sekarang Kraukk sudah memiliki sekitar 5000 member.

Lama kelamaan, Yudhi tak sanggup sendiri menjaga toko. Ia merekrut orang yang khusus mengurusi web. Pesanan rupanya terus mengalir. Awalnya, masih seputaran Jakarta. Lama-kelamaan, pesanan datang juga dari berbagai kota di Indonesia. Yudhi pun terus putar otak untuk memaksimalkan usahanya. Ia pun membuka penawaran untuk para distributor di luar kota. Ternyata sambutannya juga bagus. Sampai sekarang hanya ada dua pulau yang belum ia miliki distributornya, yaitu Maluku dan Papua.

Dengan cara sistem ini, pengiriman ke pelanggan menjadi lebih gampang. Secara berkala, Yudhi mengirim ke distributor lewat kargo, sehingga langsung cepat sampai. Jadi, kalau ada pembeli dari luar kota, ia tinggal order ke distributor terdekat. Para distributor ini juga ia cantumkan di web. Sementara untuk pelanggan di Jakarta, ia punya armada khusus untuk jasa pengantaran.

Selain meladeni pembeli secara eceran, Yudhi rupanya juga sudah berhasil bekerja sama dengan beberapa hotel dan rumah makan di Jakarta. Ia mensuplai ke pihak-pihak itu secara berkala. Tak terasa, kini pelanggannya sudah sampai ke seluruh wilayah Indonesia. Kesuksesan menekuni usahanya ini pun akhirnya membuat Yudhi memutuskan mundur dari pekerjaanya sebagai pegawai negeri di tahun 2012. Karena ia sadar, usaha online-nya ini sudah tidak bisa lagi disambi. Butuh perhatian khusus.

Hasil dari perhatian khusus ini memang terasa. Lonjakan produksi Kraukk kini melonjak tajam. Saat ini, produksi sudah mencapai 1,2 ton per bulan. Untuk menjalankan usahanya Yudhi pun sudah dibantu oleh staf kantoran, termasuk manajer operasional. Sementara untuk bagian produksi, karyawannya sudah lebih dari 20 orang.

Selama ini Yudhi mengaku masih lebih konsentrasi ke bisnis online. Baginya, pasar online masih bisa dikembangkan. Namun, sudah beberapa waktu belakanga ini Yudhi juga rajin ikut acara pameran. Ternyata respons-nya pun sangat bagus. Hanya buka beberapa jam di arena pameran, produknya sudah laku terjual sampai 100 kg.

Seiring waktu, Yudhi tentu juga ingin lebih mengembangkan usahanya. Tanpa meninggalkan bisnis online, ia ingin membuat restoran seafood Indonesia. Ia ingin memadukan bisnis online dan rumah makan.

Contact Yudhi Dwinanto :

Kraukk Indonesia.
Jl. Kostrad Raya No. 1 Petukangan Utara,
Pesanggrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
E-mail: kontak [at] kraukk.com | Ph. (021) 71559993
Hotline: 0813 2222 3580 - www.kraukk.com


amura courier
: layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/09/yudhi-dwinanto-pemilik-kraukkcom-toko.html
Read More

KISAH PENGRAJIN TENUN DI SAMBAS - KALIMANTAN BARAT.



Memasuki Dusun Kranji, Tanjung Mekar, Sambas, Kalimantan Barat, beberapa warga terlihat tengah asyik menenun benang untuk dijadikan tenun ikat atau songket. Menurut salah satu warga, Budiana, pemandangan seperti itu memang sudah menjadi kebiasaan di dusunnya. Namun sebetulnya, kerajinan tenun ini sempat ditinggalkan warga karena kesulitan mencari pembeli. Baru sampai beberapa tahun belakangan kembali marak, setelah banyak yang mencari tenun khas Sambas ini. Budiana sendiri termasuk generasi muda pengrajin tenun yang kemudian berniat mengembangkan usaha tenun asli daerahnya. Ibu dua anak ini sudah belajar menenun sejak duduk di bangku kelas 5 SD. Menurutnya, keahlian ini sifatnya memang turun temurun, tidak ada sekolah formalnya.

Sejak berkeluarga, Budiana memutuskan untuk mencoba menjual hasil tenunnya langsung ke pelanggan. Usaha itu ia rintis di tahun 1993 bersama dua saudaranya. Awalnya ia mengaku, agak susah mencari pengrajin, apalagi yang masih muda. Karena minat anak muda sekarang terhadap kerajinan tenun sudah berkurang. Namun, kini kerajinan ini sudah mulai bangkit kembali setelah tenun dikenalkan ke generasi muda melalui muatan lokal di sekolah-sekolah. Dan, lain dulu lain sekarang, kini untuk memenuhi pesanan yang semakin banyak, Budiana sudah dibantu oleh 20 orang pengrajin. Setiap hari mereka mampu membuat beragam motif tenun seperti Sawak Melako, Mate Ayam Ulat, Ragam Banji, dan lain-lain.

Menurut Budiana, tenun asli Sambas tak kalah dengan tenun daerah lain di Indonesia. Diakuinya, masing-masing tenun memang memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, tenun asli Sambas memiliki beberapa kelebihan. Selain memiliki motif dan warna yang beragam, tenun Sambas juga berukuran lebih panjang dibanding tenun dari daerah lain. Hal ini terjadi karena pengrajin di Sambas menggunakan alat tenun yang berbeda dengan alat tenun pada umumnya. Alat tenun yang mereka gunakan lebih besar, sehingga membutuhkan tempat khusus untuk menampungnya. Bahkan, songket Sambas pernah tercatat di Museum Rekor Indonesia sebagai songket terpanjang. Panjangnya mencapai 161 meter dengan lebar 70 meter. Tenun tersebut memuat beragam warna dan motif dengan waktu pembuatan selama satu tahun dan dilakukan oleh 13 pengrajin.


Motif yang muncul dalam tenun Sambas kebanyakan terinspirasi dari hewan dan tumbuhan yang biasa ditemui di daerah tersebut. Namun, para pengrajin juga mengembangkan sendiri motif-motif yang ada itu. Beruntungnya, ada dukungan dari pemerintah daerah dan berbagai pihak yang peduli serta bersedia mengangkat tenun Sambas. Para pengrajin kerap diberikan pelatihan mulai dari peningkatan mutu hingga pemilihan bahan baku. Salah satunya pelatihan menggunakan pewarna alami. Dari situ ternyata diketahui, banyak yang bisa digunakan untuk mewarnai benang bahan tenun. Misalnya menggunakan daun ketapang, daun jambu, atau daun mangga. Berkat mengikuti beragam pelatihan tersebut, Budiana menceritakan, usahanya kini semakin dikenal banyak orang. Karena pelanggan menyukai warna-warna yang alami. Memang, dengan pewarna alami, hasilnya agak berbeda dengan pewarna sintetis. Pewarna alami memiliki keunikan tersendiri, walau kadang bahannya sama tapi warna yang dihasilkan bisa berbeda.

Selain itu, lanjut perempuan yang pernah mendapat penghargaan UNESCO Award tahun 2012 lalu ini, pewarna alami menghasilkan warna yang cenderung lembut. Justru inilah yang membuat tenun semakin unik. Budiana menjual kain tenunnya dengan kisaran harga Rp 700.000 sampai Rp 5 juta. Budiana berharap usahanya bisa berkembang semakin besar sehingga ia sekaligus mampu melestarikan warisan nenek moyangnya. Selain melestarikan motif, Budiana juga membuat motif-motif baru. Salah satunya motif Mate Ayam Ulat yang berhasil memenangi UNESCO Award. Motif itu dibuat oleh adik Budiana, yang idenya muncul ketika sedang hujan dan ada ayam yang memakan ulat. Demi menjaring pelanggan, Budiana juga berkreasi dengan membuat produk berbahan dasar tenun dan songket. Dalam waktu satu bulan ia mampu membuat sekitar 20 lebih lembar kain. Selain dijual berbentuk kain, kain hasil tenun itu diolah lagi menjadi kopiah, tempat tisu, sarung bantal, dan lain-lain.


Sementara itu, di tempat terpisah, ada pula pengrajin lain bernama Sahidah yang mengaku bersyukur tenun asal Sambas kini sudah mampu disejajarkan dengan tenun asal daerah lain. Ibu dua anak dan nenek tiga cucu ini juga berharap tenun mampu menyusul kesuksesan batik di dunia internasional. Sahidah bercerita, ia sudah bisa menenun sejak tahun 1950-an. Dan sampai sekarang ia masih aktif mengajarkan tenun agar ada regenerasi. Lahir di sebuah desa kecil bernama Semberang, Sahidah mulai menjual hasil kerajinan tangannya hingga di Singkawang. Ia pindah ke Singkawang sekitar tahun 1970-an. Dan di sana ia menikah, lalu pindah lagi ke Sambas.

Karena harus fokus dalam membesarkan anaknya, sekitar tahun 1970-an Sahidah memutuskan untuk berhenti menenun. Baru kemudian pada tahun 1995 ketika anaknya sudah besar, ia memulai kembali usaha ini sampai sekarang. Setelah sempat berhenti selama 14 tahun itu, ia memulai usahanya kembali dari nol. Meski begitu, ia tidak pernah lupa tehnik menenun walau bahan bakunya sudah jauh berbeda. Dibantu anaknya yang pertama, Alfian, pemasarannya kini semakin luas. Terlebih sekarang ada internet.


Pemerintah Daerah, menurut Sahidah, juga membantu memperluas sayap usahanya dengan mengajaknya berpameran. Dari situ, ia pun semakin dikenal dan semakin semangat dalam mengembangkan usaha. Walau tidak pernah memasang iklan, tapi orang dari luar daerah dan negara tetangga seperti Malaysia, kerap datang ke tempatnya untuk membeli kain. Dijelaskan Sahidah, tenun Sambas sangat kaya akan motif dan warna. Jumlah motifnya pun ribuan, dan Sahidah mengaku masih menghafal semuanya. Untuk membantu melestarikan tenun asli Sambas, kini Sahidah rajin mendokumentasikannya. Ia juga masih menyimpan motif-motif kuno yang dimiliki. Kain koleksinya itu juga kerap dibawa saat pameran, ada yang umurnya mungkin sudah lebih dari seratus tahun.

Untuk merawat tenun yang bagus supaya awet, menurut Sahidah, tidak ada rahasianya. Yang penting jangan dicuci. Usai digunakan, cukup diangin-anginkan di tempat teduh lalu disimpan di lemari. Kemudian taruh lada putih yang dibungkus kain di dalam lemari. Sahidah menjual tenun seharga Rp 350.000 sampai Rp 5 juta. Penggunaan kain tenun kini tak terbatas hanya bagi masyarakat Melayu saja. Kini semua motif dan warna bisa dipakai oleh siapa saja dan kapan saja. Dulu selain anggota kerajaan, tidak ada yang boleh menggunakan warna kuning. Tapi sekarang memang sudah berbeda zamannya.


Yang juga sedikit berbeda dengan pengusaha lain, Sahidah menerapkan sistem jual beli kain terhadap 40 orang pengrajin yang membantunya. Ia tidak menggunakan sistem upah. Dengan begitu, maka antara ia dan pengrajin jadi saling menghargai. Sahidah hanya menyiapkan bahan dan alatnya saja. Untuk proses produksi dikerjakan di rumah masing-masing pengrajin. Sehingga mereka bisa melakukan berbagai aktivitas lainnya di rumah.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/10/kisah-pengrajin-tenun-di-sambas.html
Read More

SAMUEL ZYLGWYN, Bisnis Sewa Alat Berat Di Kendari, Sulawesi Tenggara



Di tengah kesibukannya menjalani syuting sinetron dan jadi bintang iklan untuk banyak produk, diam-diam Samuel Zylgwyn punya kesibukan lain yang cukup menguntungkan. Ternyata Samuel belakangan ini juga sedang tekun merintis bisnis alat berat. Bermula dari ajakan seorang sahabat, Samuel tertarik terjun ke bisnis penyediaan jasa sewa alat berat.

Ia berpikir bisnis ini memiliki prospek yang lumayan bagus, karena pangsa pasarnya memang selalu ada. Di Indonesia banyak sekali usaha yang bergerak di bidang pertambangan. Jadi untuk rental(sewa) alat berat peluangnya juga masih lebar. Usahanya ini pun sudah berhasil break event point (balik modal).

Bersama sahabatnya, Depaf dan ayahnya, Samuel mendirikan PT Putra Sambas Pratama. Awal tercetus ide mendirikan usaha ini, bermula saat ia dan Depaf sering sama-sama menghabiskan waktu di tempat gym, dan bermain motor gede. Lalu dari pembicaraan antar keduanya, muncul ide untuk membangun bisnis bersama. Mereka pun lantas segera menyatukan visi dan misi. Lalu dengan mengikut sertakan sang ayah, Samuel pun segera memulai membangun bisnisnya di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Banyaknya perusahaan pertambangan di sekitaran Sulawesi menjadikan bisnis rental alat berat menjadi sangat diperlukan. Di perusahaannya itu, Samuel menyediakan beragam alat berat yang bisa disewa, antara lain dump ruck 10 roda, escavator, hingga grider. Saat ini perusahaannya sudah bisa menyediakan 45 buah dump truck, beberapa puluh escavator dan grider.

Meskipun setiap harinya sibuk dengan syuting sinetron, namun Samuel masih bisa menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengan mereka yang dipercaya mengawasi usahanya. Kendati lelah syuting seharian, bagi Samuel, memantau bisnis dari jauh justru menjadi hal yang bisa menyegarkan dirinya. Membicarakan bisnis di tengah-tengah kesibukannya syuting, dirasanya seperti selingan yang menyenangkan atau sebagai sarana refreshing.

Di tempat usahanya memang sudah ada orang-orang yang ia percaya untuk menjalankan usahanya, seperti kepala mobil truk, kepala mekanik, hingga kepala gudang. Dengan perjalanan usaha yang terbilang lancar, Samuel, ayahnya, dan Depaf memang hanya perlu memantau saja dari Jakarta. Kalau pun sewaktu-waktu ada kendala, Ayahnya atau Depaf baru akan pergi menuju lokasi. Samuel pun juga akan menuju ke sana, bila sudah mendapat jadwal break syuting.

Setiap ada waktu kosong, Samuel memang sering juga menengok perusahaannya. Meski usaha ini cukup menantang, Samuel mengaku bahwa ia sangat menikmati bisnis ini. Baginya, bisnis ini adalah salah satu tabungan masa depan.

______________
amura courier
: layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/07/samuel-zylgwyn-bisnis-sewa-alat-berat.html
Read More