Sunday, January 24, 2016

REGINA ALIFEN : Pemilik REGIS BRIDAL SHOES, Sepatu Khusus Untuk Pernikahan




Perempuan cantik kelahiran Jakarta 4 Juni 1986 ini memulai bisnis custom wedding shoes sejak 2008. Kini, tak sedikit selebritis yang memakai sepatu hand made buatannya. Salah satu ciri khas sepatu Regis Bridal Shoes, nama brand sepatunya, adalah kristal Swarovski asli yang menghiasi setiap sudut sepatu, sesuai pesanan klien. Koleksi berpasang-pasang sepatu pernikahan yang cantik warna-warni itu, terpajang dengan rapih di store-nya yang berada di bilangan Radio Dalam, Jakarta Selatan.

Berawal begitu lulus kuliah, Regina merasa kesulitan menemukan sepatu yang cocok untuk acara pernikahannya. Mencari sepatu yang model dan tingginya sesuai dengan kakinya memang susah. Akhirnya, ia pun memutuskan membuat sepatu sendiri. Tak disangka, saat itu banyak temannya yang memuji hasil desain sepatunya. Bahkan ada yang menyarankan untuk menjualnya. Dari situlah, Regina jadi keterusan membuat sepatu dan menjualnya ke teman-temannya. Setelah itu, banyak yang pesan dari informasi mulut ke mulut. Dan usaha itu pun berjalan terus sampai sekarang.


Regina menceritakan, mencari sepatu pernikahan yang cocok itu memang tidak gampang. Meski banyak yang modelnya bagus, tapi bila dipakai kurang nyaman. Saat pertama kali membuat sepatu pernikahan, Regina pun masih mengerjakannya sendiri, karena dulu belum mempunyai tukang. Ia membuatnya di bengkel sepatu kemudian dihias sendiri. Namun sekarang, ia sudah punya tukang sendiri hingga hasilnya jadi lebih cepat. Selain menyukai sepatu, Regina juga menyukai kristal Swarovski. Oleh karena itu, hampir semua sepatu buatannya pasti ada hiasan Swarovski-nya. Dan yang dipakai adalah kristal Swarovski asli, ada jaminan seumur hidup. Ia memang tidak mau memakai yang palsu, dan juga tidak mau kalau ada yang pesan memakai Swarovski palsu, demi menjaga kualitas.

Setelah setahun bisnisnya berjalan, barulah Regina membuat brand Regis. Ia juga berjualan lewat online karena ternyata banyak pula yang memesan secara online, khususnya klien dari luar kota dan luar negeri. Saat itu memang belum banyak pembuat sepatu pernikahan yang custom. Jadi bisa dibilang, ia yang pertama kali membuat sepatu pernikahan custom. Sekarang, sudah lumayan banyak yang mengikuti jejaknya. Tapi meski sama-sama membuat sepatu pernikahan custom, masing-masing berbeda style. Biasanya pelanggan Regina sudah tahu yang mana sepatu buatannya. Ciri sepatu buatan Regina antara lain ada hiasan kristal Swarovski dan bunga-bunga. Kenyamanan dan kualitasnya pun juga beda.


Bagian dalam sepatu Regis juga empuk karena memakai bantalan. Beda dengan sepatu pada umumnya yang dalamnya keras, meski modelnya bagus. Ia memang mengutamakan kenyamanan bukan sekedar model saja. Jadi, meskipun dipakai dari pagi sampai malam, banyak pelanggannya yang bilang tetap nyaman dan tidak capek. Memang harga sepatu Regis sedikit lebih tinggi. Karena sepatunya memakai sol antiselip dari karet. Jadi tidak licin. Tinggi sol tergantung tinggi haknya (heels). Kalau heels-nya tinggi, maka sol-nya dibuat tebal hingga tidak menukik. Jadi yang memakainya saat berdiri tidak capek. Tinggi heels memang disesuaikan dengan permintaan klien saat memesan, setelah itu disesuaikan dengan bagian depannya. Sol yang tebal memang sedikit mengurangi model, tapi yang penting nyaman dipakai.

Sepatu pernikahan pun bisa dibuat warna-wani. Ada yang memesan sepatu berwarna merah atau fuchsia. Biasanya menyesuaikan dengan bunga dan warna bajunya. Ini memang jadi terlihat beda, dan untuk yang sudah bosan memakai sepatu putih terus. Pun biasanya sepatu putih hanya dipakai sekali saja saat pernikahan, setelah itu tidak terpakai lagi karena tidak cocok untuk pemakaian harian atau pesta. Sementara sepatu selain putih masih bisa dipakai untuk pesta lain. Saat ini Regina juga membuat sepatu kasual polos, meski yang utama tetap sepatu pernikahan.


Regina mengaku, mempelajari soal sepatu hanya dari pengalaman saja, karena latar belakang pendidikannya adalah kuliah bisnis. Soal heels misalnya, karena ia senang sepatu dan sering memakai high heels juga, jadi bisa tahu berapa kira-kira tinggi yang cocok agar tidak membuat capek pemakainya. Awalnya ia juga mendapat masukan atau komentar dari teman dan keluarga. Lama-lama karyanya makin dikenal luas, hingga bisa masuk majalah, bekerja sama dengan desainer, dan wedding organizer.

Model sepatu yang paling sering dipesan sekarang ini adalah yang transparan, ada hiasan lis dan diberi aksesori. Sepatu dengan model transparan membuat kaki pemakainya kelihatan. Trend baju wedding pun sekarang ini juga ada aplikasi transparannya. Jadi, sepatu memang menyesuaikan dengan bajunya. Sebelumnya, sempat yang menjadi trend adalah sepatu model terbuka dengan tali-tali. Ganti tahun, biasanya tren atau model juga berganti.


Pelanggannya kebanyakan berusia 20-30 tahun, yang berasal dari Jabodetabek dan luar Jakarta, termasuk luar negeri juga. Bahkan ia pernah mendapatkan klien dari Paris yang memesan untuk acara fashion show di sana. Yang memesan adalah murid yang sedang belajar desain, dan memerlukan sepatu. Ada juga kliennya yang berasal dari Jerman. Untuk pelanggan yang datang dari luar kota, biasanya mereka langsung fittingke workshop Regis, yang ada di bilangan Gandaria, Jakarta, walaupun yang melalui online juga ada. Regina pun jadi tahu, ternyata sekarang ini memang banyak orang luar Jakarta yang sering memesan baju di Jakarta, jadi mereka pun sekalian memesan sepatunya. Tak sedikit pula selebritis yang memesan sepatu pernikahan ke padanya. Dan kadang-kadang tidak hanya pengantinnya, tapi ibunya pun juga ikut minta dibuatkan, menyesuaikan dengan bajunya. Biasanya, cerita Regina, para ibu inilah yang lebih heboh memesan dibandingkan anaknya.
Regina pun juga beberapa kali mendapatkan permintaan dari klien yang aneh. Misalnya, pernah ada yang memesan hak sepatunya 20 senti karena tinggi badannya beda jauh dari pasangannya. Jadi melihatnya seperti sedang memakai egrang. Asalkan orangnya cukup berani, bagi Regina tidak masalah. Setiap pelanggan memang berbeda kemauannya. Meski membuat sepatu custom, namun kalau ada yang memesan mepet dengan hari H biasanya ia tolak. Karena ia memang butuh waktu minimal sebulan untuk membuat sepatu.

Rata-rata per bulan sekitar 50-80 pasang sepatu yang ia produksi. Jumlahnya tergantung pada musim wedding. Biasanya pemesanan untuk bulan Juni dan Desember agak banyak. Harga sepatunya dari yang paling murah sekitar Rp 4,5 juta dan yang paling mahal Rp 15 juta. Sepatu itu full dihias dengan Swarovski asli, dan semuanya betul-betul hand made, bahan-bahannya pun juga memakai yang bagus. Heels-nya tidak mudah goyang. Untuk kain biasanya ia membelinya di Indonesia, tapi untuk heels dan sol ia mengimpornya dari Singapura yang kualitasnya cukup bagus. Berbeda dengan buatan Tiongkok, yang sering tidak balance dan saat dipakai suka goyang.




Regina bersyukur jarang mendapatkan komplain dari pelanggannya. Kalaupun ada yang komplain biasanya soal ukuran. Misalnya yang memesan dari luar kota, dan tidak sempat fitting. Awalnya minta dibuatkan ukuran 37, tapi begitu dikirim ternyata kekecilan, jadi harus dibesarkan lagi. Yang memesan dari luar kota memang biasanya agak sulit karena tidak bertemu langsung dan tidak melakukan fitting. Tapi kalau ukurannya memang salah, pasti akan ia perbaiki sampai pas. Bila memesan secara online, biasanya Regina minta dikirimkan contoh sepatu yang biasa dipakai. Dari situ ia bisa mengikuti pola dan ukurannya.

Suami Regina, Christopher Alifen, yang berbisnis travel, dan putrinya Karen Alifen, pun selalu memberikan support untuk usaha Regina, meskipun mereka tidak mengerti soal sepatu. Asalkan yang penting, jadwal kerjanya tidak mengganggu jadwal keluarga. Pada hari Minggu, Regina memang meliburkan diri dari pekerjaannya, tidak pernah menerima klien.

Workshop/Studio
(by appointment only)
Call/Whatsapp : +628 16 748 018
line : reginaalifen
Email : regis.bridalshoes@gmail.com
instagram : Reginaalifen_regis


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/08/regina-alifen-pemilik-regis-bridal.html
Read More

IMELDA TIRTADIREDJA : Pemilik COLOUR YOGA, Tempat Yoga Khusus Untuk Anak




Bagi Imelda Tirtadiredja mengenalkan yoga untuk anak-anak sangatlah penting. Lulusan psikologi Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta ini memang fokus pada tumbuh kembang anak. Pada pertengahan 2000 ia mulai mengenal dan mencari tahu lebih banyak soal yoga. Semakin lama, ia pun langsung merasakan sendiri manfaatnya. Menurutnya, yoga itu tidak cuma bagus untuk dewasa saja, tapi juga untuk anak-anak. Setelah mengikuti berbagai pelatihan dan terus beryoga, akhirnya pada 2009 ia memberanikan diri untuk membuka Colour Yoga, yakni tempat yoga untuk anak.

Dijelaskan oleh wanita yang juga berprofesi sebagai dosen psikologi di salah satu universitas swasta Jakarta ini, sebelum membuka Colour Yoga ia memang telah melatih dirinya dengan mengikuti berbagai pelatihan yoga hingga ke Amerika. Karena yoga untuk anak memang berbeda dengan yoga untuk dewasa. Proses melatih diri itu pun terus berlangsung sampai sekarang. Sesuai dengan namanya, Colour Yoga sifatnya bisa berwarna-warni. Maksudnya adalah, tidak sekedar tempat untuk mendapatkan kesehatan, tapi sekaligus menjadi tempat yang bisa membuat lebih happy, ceria, dan dekat dengan dunia anak-anak.

Metode belajar di tempatnya memang dibuat menyenangkan agar anak pun merasa senang. Colour Yoga pun menawarkan free trial, yang biasanya setelah melakukan free trialini, si anak ingin mengikutinya terus. Kelas yoga diberikan untuk anak usia 3 tahun hingga remaja di atas 12 tahun. Pengajarannya juga dibuat fun, ada story telling dan beryoga mengikuti karakter dalam cerita. Misalnya, bercerita perjalanan ke Bali, untuk menuju ke sana maka harus naik pesawat, maka nanti bisa menirukan pose pesawat. Lalu sesampainya di sana bermain ke pantai yang ada pohon kelapa dan orang-orang yang sedang surfing, kemudian menirukan gerakan sesuai dengan imajinasi anak dalam cerita tersebut.



Hingga saat ini respons yang diterima Imelda mempopulerkan yoga anak sangat positif. Sudah ada 25 anak yang bergabung, dan sejak 2012 ia juga memberikan yoga untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang bisa membantu terapi. Kelas yoga untuk anak berkebutuhan khusus ini pun menurut Imelda kini menjadi sarana terapi yang tepat. Untuk mengajarkan yoga kepada anak berkebutuhan khusus ini, Imelda juga membekali diri dengan berbagai pelatihan khusus. Bedanya dengan kelas reguler, yoga untuk anak-anak berkebutuhan khusus ini sifatnya private atau one on one. Namun sebelumnya juga, Imelda memberikan assesment terlebih dahulu. Misalnya bila anak tersebut ADHD tapi kemampuan otot dan daya tangkapnya bagus, maka bisa masuk ke kelas reguler.

Perempuan kelahiran 10 Mei 1973 ini, juga menyarankan agar anak sejak kecil bisa mengenal yoga dengan cara yang menyenangkan. Hasilnya tidak hanya bisa dilihat secara fisik saja yang menjadi sehat, tapi secara psikis anak juga lebih bagus lewat yoga. Bila dalam kelas reguler setidaknya 50 menit hingga 60 menit untuk melakukan yoga, sedangkan untuk anak berkebutuhan khusus hanya sekitar 30 menit hingga 50 menit. Ke depannya, Imelda masih ingin terus mengembangkan yoga untuk anak dan mensosialisasikan yoga untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Ingin mengetahui lebih dalam lagi ? Ada banyak testimoni dan berbagai informasi di website www.colouryoga.com atau bisa langsung datang ke Jl. R.P Suroso No 25 -5th flor room 3- Gondangdia Lama, Jakarta Pusat.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/01/imelda-tirtadiredja-pemilik-colour-yoga.html
Read More

YUKY STEPHANIE, Pemilik Butik X to X, Menyediakan Kebutuhan Fashion Wanita Bertubuh Besar





Gadis keturnan Tionghoa kelahiran Surabaya, 5 Agustus 1989 ini meraup sukses berkat bisnis busana berukuran besar. Kejeliannya membaca kemauan pasar, membuat bisnisnya berkembang pesat dalam waktu tiga tahun. Karena bisnisnya ini, banyak yang mengira ia berbadan gemuk, dan tidak percaya begitu mengetahui sebenarnya ia bertubuh langsing. Bagi Yuky, dengan berbisnis busana plus size itu lah ia bisa menemukan tantangan tersendiri. Karena bila menjual pakaian biasa yang sesuai ukuran tubuh sudah terlalu biasa menurutnya.

Untuk membuat baju ukuran besar memang berbeda dengan ukuran normal. Bagian tangan harus benar-benar pas, dan harus menggunakan bahan yang nyaman agar tidak mudah sobek, serta pemakainya tidak gampang berkeringat. Selain itu juga harus pas dalam membuat pattern grading agar bentuk busananya tetap bagus. Jadi bukan asal membalut tubuh.

Ide bisnis ini berawal saat ia masih kuliah di bidang Fashion Marketing di Raffles Design Institute di Singapura. Di sana ia mempunyai teman sekelas asal Malaysia yang badannya sangat gemuk. Tapi temannya itu selalu tampil cantik. Bahkan setiap kali masuk kelas, seluruh murid dibuatnya terpesona. Sementara Yuky melihat perempuan gemuk di Indonesia gemar memakai kaus oblong dan kemeja pria. Jadi hanya sekedar menutup aurat saja. Yuky pun jadi berpikir, kenapa perempuan gemuk di Indonesia tidak ada yang berani memulai sesuatu yang beda ? Selama ini, mereka hanya bisa gigit jari bila melihat baju yang dipakai manekin bertubuh langsing di toko atau department store.

Walau tidak mempunyai dasar mendesain baju, Yuky pun ingin membuat terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apalagi setelah ia amati, ternyata potensi pasarnya di Indonesia, khususnya Jakarta, cukup banyak juga. Selama dirinya bekerja di dunia mode dan sebelum memiliki butik sendiri, ia sering melihat, model yang dipakai untuk memperagakan busana hanyalah yang itu-itu saja. Dalam dirinya pun akhirnya muncul keinginan untuk mengubah stigma masyarakat bahwa bukan hanya wanita bertubuh langsing saja yang bisa tampil cantik di majalah atau runway mewah.

Setelah lulus dan pulang ke Indonesia di akhir tahun 2009, Yuky sempat dipanggil desainer Musa Widyatmojo untuk diminta menjadi asisten eksekutifnya. Tugasnya saat itu adalah mengurus event, branding, membenahi toko agar bisa meningkatkan omzet, dan memperluas customer range.

Biasanya setiap fashion designer mempunyai idealisme tersendiri akan karyanya, dan semasa kuliah Yuky telah mempelajari banyak hal, antara lain bagaimana mengetahui apa yang dimaui market fashion, sehingga bisa menghasikan uang lebih banyak. Kebetulan pula, saat masih kuliah ia sudah memiliki pengalaman magang kerja di Singapura, yaitu pada perusahaan event organizer fashion festival dan bekerja pada seorang fashion designer Singapura, Danielle Yam. Di kedua tempat itu masing-masing ia bekerja selama enam bulan dan selalu ditempatkan di bagian market research & development. Sehingga semakin banyak ilmu yang didapatkannya, termasuk soal branding.

Pada desainer Musa Widyatmodjo ia bekerja selama delapan bulan. Dan secara bersamaan, di tahun 2010 ia mulai mendirikan X to X, merek buana perempuan yang berukuran plus. Saat itu Yuky membagi waktunya pagi sampai sore untuk bekerja, dan sorenya sampai malam ia mengurus butik X to X miliknya yang terletak di Mal Artha Gading. Namun karena kesibukannya itu, ia pun sempat jatuh sakit dan harus bed restselama 6 bulan. Dan terpaksa pula ia harus resignbekerja pada desainer Musa Widyatmodjo. Tapi baru empat bulan bed rest, ia mendapatkan telepon dari kantor desainer Biyan, dan diminta untuk bertemu dengan desanier itu. Karena sejak lama sudah mengagumi karya desainer Biyan, Yuky pun nekat datang ke kantornya.

Di sana ia diwawancara dan bisa bertemu langsung dengan Biyan. Rasanya saat itu senang sekali. Sempat ada niat ingin berfoto bersama, namun sang desainer ternama itu tidak memperbolehkannya, dan mengatakan bahwa mereka akan sering bertemu kembali. Dalam hatinya saat itu ada keyakinan ia bisa diterima bekerja di tempat itu. Namun seketika ia menjadi dilema karena saat itu sudah sibuk mengurus X to X dan sedang berencana membuka butik kedua di Mal Pondok Indah. Apalagi bisa diterima untuk membuka butik di mal itu juga tidak mudah.

Namun akhirnya Yuky pun memutuskan untuk bekerja daripada mengurusi usahanya. Karena menurutnya, pengalaman bekerja lebih bagus daripada background akademis. Sepintar apa pun orang dalam nilai akademis, tidak akan berarti apa-apa kalau tidak memiliki pengalaman kerja yang bagus.

Kembali ke awal mendirikan X to X, karena tidak memiliki basic desain, ia pun meminta mantan teman-teman kuliahnya untuk membuatkan desain sampai sekarang dan membayarnya. Soal desain, Yuky mencari referensi ke Hongkong atau Singapura. Terkadang ia juga membeli baju berukuran besar dari toko online yang ada di Amerika, atau bisa juga dengan mengambil gambar dari internet lalu memodifikasinya. Untuk produksi, semuanya dikerjakan oleh konveksi sesuai bidangnya masing-masing sehingga kualitasnya tetap terjaga.

Saat ini ada lebih dari 15 konveksi yang mengerjakan pakaian di butiknya. Selain itu ada pula dua orang penjahit inhouse yang tugasnya untuk merevisi atau membuat produk kecil. Saat pertama kali membuka butik, Yuky hanya memperkerjakan 3 orang SPG dan 1 orang administrasi. Sebetulnya saat itu ia juga sedang bingung antara mau meneruskan kuliah S2 atau tidak. Kampusnya memang menawarkan beasiswa S2 di Australia. Namun berkat masukan orang tuanya ia membatalkan rencana kuliah S2 nya dan lebih memilih menjadi bos kecil di usahanya sendiri.

Awal membuka usaha sempat ada rasa pesimis, dan berpikir apakah ada orang yang mau datang ke butiknya ? Karena waktu itu mal tempat butiknya berada masih sepi. Pada hari pertama ia membuka butik juga sepi pembeli. Namun saat melakukan grand opening, entah tahu dari mana, banyak pengunjung yang datang. Kemudian mereka menjadi pelanggan dan meninggalkan nomor telepon untuk minta dikabari kalau ada model pakaian yang baru.

Pelanggannya rata-rata sekali belanja bisa menghabiskan biaya Rp 1-3 juta per orang. Dan semua pakaian yang dibelinya itu untuk dipakai sendiri. Yuky pun semakin terharu ketika pelanggannya mengucapkan terima kasih karena sudah memikirkan kebutuhan mereka. Karena biasanya mereka hanya bisa gigit jari bila melihat dressyang cantik di butik. Mereka juga merasa selama ini tempat membeli baju yang sesuai dengan ukuran tubuhnya sangat terbatas. Kalau ke factory outlet, misalnya, yang disediakan paling hanya model polo shirt. Memang sebelumnya sudah ada toko yang menjual pakaian plus size, tapi modelnya selalu tidak sesuai dengan usia mereka.


Pada kesempatan itu Yuky pun juga membagikan brosur dan kartu nama. Akhirnya, dari mulut ke mulut pula usahanya ini berkembang. Orang yang berbadan kurus pun turut mengambil brosur untuk diberitahukan pada temannya. Dan di tahun kedua, ia berhasil membuka butik kedua di Mal Pondok Indah serta di tahun ketiga membuka kembali di Mal Taman Anggrek atas tawaran pihak pengelola.

Produk X to X terdiri dari dress, vest, bolero, summer dress, evening dress, belt, legging, stocking, denim wear, mulai dari hotpants sampai celana, dan rok. Untuk blus, bolero, dan dress ukurannya mulai XL-8L, ukuran celana 33-44, serta sepatu 39-43. Per size baju ukuran lingkar dadanya beda 5 cm. Pangsa pasarnya adalah perempuan usia 17-35 tahun. Namun yang usia di atas 35 tahun banyak juga yang memakai, karena masih berjiwa muda.

Ciri kas X to X terletak pada motif dan siluet busananya. Yuky memang masih berpegang pada prinsip mode. Yang melenceng adalah warnanya, karena tidak harus selalu hitam. Busana yang ada di butiknya justru hadir dengan warna-warni. Semua desain X to X selalu dibuat playfull dan ada sisi fun-nya. Misalnya, tabrak warna biru dan pink, dan kemeja yang diberi sentuhan berupa ritsleting tembaga di bagian dada.


Saat menjelang Natal, Lebaran, Valentine, Chinese New Year, jumlah produksi akan meningkat dua kali lipat dari hari biasa. Sementara pada bulan biasa jumlah produksinya sekitar 500-700 buah. Satu ukuran baju biasanya diproduksi 60 buah. Sementara, satu model ia buat hanya dalam tiga ukuran, misalnya 3, 5, 7 atau 4, 6, 8. Jadi, satu model biasanya ada 180-200 buah. Harga termurah adalah belt, mulai dari Rp 90.000 dan termahal adalah baju, yang bahkan ada yang seharga Rp 500.000.

Customer X to X mulai dari kalangan biasa sampai selebriti, antara lain Nunung, Lula Kamal, Marcella Lumowa, Ira Maya Sopha, dan Maya Wulan. X to X juga sempat menjadi busana tetapnya Shena saat tampil dalam acara X Factor. Begitu juga dengan Regina saat tampil di Indonesian Idol. Peran customer lah yang membuat Yuky selalu optimis. Penjualan lewat online juga sudah dimulai sejak 2013, dan pembelinya datang tidak hanya dari luar kota, melainkan juga dari Malaysia dan Singapura. Bahkan pelanggan yang di Malaysia biasanya membeli sampai Rp 20 juta untuk dijual kembali. Pembeli dari luar kota pun juga sering mampir berbelanja ke butiknya kalau sedang di Jakarta.

Tantangan berbisnis di bidang ini terletak pada pemilihan bahan. Tiga bulan pertama mengawali usahanya, ia masih kesulitan mencari bahan yang tepat. Pernah ada customer-nya yang komplain karena bajunya cepat sobek. Belajar dari hal itu, Yuky pun sangat berhati-hati dalam memilih bahan agar tidak mudah sobek atau membuat keringat berbau tidak sedap. Selain itu, bahan juga tidak boleh luntur dan menyusut. Sulitnya adalah karena ia sendiri tidak mengalami memiliki tubuh plus size. Kalau saja tubuhnya berukuran plus size tentu ia akan lebih mengetahui bahan yang cocok dan nyaman untuk busananya.

Prinsip Yuky dalam berbisnis adalah tidak pernah berhenti belajar, terutama dari para customernya. Stay foolish, stay hungry. Apa yang mereka mau, selalu coba dipelajari. Ia pun sengaja menyebarkan nomor ponselnya ke para customer, agar mereka bisa lebih mudah memberikan masukan untuk X to X kapan pun. Bahkan ada pelanggannya yang sejak awal membuka butik, masih setia memberi masukan hingga sekarang. Mereka umumnya sudah sreg sekali dengan X to X.

Untuk memastikan customer tidak salah gaya, semua SPG juga sudah dilatih untuk memberikan panduan dalam memilih busana. Namun, kalau memang customernya ingin memilih yang berbeda juga tidak masalah. Karena setiap orang memang mempunyai taste masing-masing. Yang penting, setelah memakai busana dari X to X mereka bisa tampil percaya diri. Selain itu Yuky juga kerap menggunakan customeryang cantik untuk dijadikan model saat ada acara fashion show. Rencana berikutnya, dalam waktu dekat Yuky juga akan membuka butik ke empat di Jakarta, setelah itu baru ingin mengembangkan usahanya ke luar kota. Ia juga berencana untuk rutin mengikuti acara Jakarta Fashion & Food Festival.


Mengenai latar belakang keluarganya, Ayahnya dulu adalah seorang manajer nasional di sebuah perusahaan farmasi dan kecantikan. Sementara sang Ibu mempunyai usaha garmen khusus baju muslim. Sewaktu duduk di bangku SD, Yuky mengaku sudah suka berjualan jepit rambut atas keinginan sendiri. Setelah SMP, ia mencoba berjualan produk kecantikan secara MLM, kartu Natal, dan sebagainya. Dan waktu SMA, ia sempat menjadi drummer sebuah band. Sementara ketika kuliah ia hanya fokus untuk belajar saja.

Yuky sadar, ia bukan berasal dari keluarga kaya, jadi harus benar-benar belajar agar bisa sukses. Ketika teman-temannya saat itu pergi clubbing, ia memilih pergi ke perpustakaan. Meski terdengar sangat membosankan, tapi baginya tidak masalah karena toh saat ini ia senang dengan hasilnya. Kalau sedang tidak mengurusi bisnisnya, Yuky senang menjalani hobinya divingdi berbagai tempat yang ada di Indonesia bersama anggota keluarganya.



____________________________



reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/06/yuky-stephanie-pemilik-butik-x-to-x.html
Read More