Thursday, January 7, 2016

JATU DWI KUMALASARI, INOVATOR GUDEG KALENG




Lahir dari seorang ayah yang berprofesi sebagai dokter dan ibu seorang pengusaha, Jatu Dwi Kumalasari hanya dibolehkan kuliah di dua bidang. Ia harus memilih antara kedokteran atau ekonomi. Ia pun akhirnya memilih ekonomi.

Lulus kuliah, Jatu terpikir untuk berwirausaha. Namun tak terlintas di benaknya untuk terjun ke bisnis yang sudah dirintis keluarganya selama tiga generasi. Padahal saat itu, Gudeg Bu Tjitro 1925 tengah menghadapi persaingan sengit. Pada tahun 2004, banyak sekali rumah makan maupun angkringan pinggir jalan yang menjual makanan khas Yogyakarta ini.

Gudeg Bu Tjitro memang tidak karam. Akan tetapi, omzetnya merosot tajam. Jatu pun mengemban tugas untuk membangkitkan kembali usaha keluarganya. Sang bunda yang pengusaha semasa hidupnya tak henti mendukung dan menyemangati anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Jatu sempat berpikir untuk merambah pasar dengan sistem waralaba. Namun ide itu ia tarik begitu mengenang perjuangan eyangnya dalam merintis bisnis gudeg. Tidak layak rasanya usaha yang membawa nama sang eyang dijual sebagai waralaba.

Jatu pun memikirkan alternatif lain. Ia kemudian mencoba membaca selera pasar. Kehidupan modern telah menggeser pola konsumsi masyarakat. Gudeg yang identik dengan makanan tempo dulu tidak lagi menjadi primadona. Keadaan inilah yang membuat perempuan kelahiran Sragen, 7 Januari 1980 ini termotivasi untuk menciptakan inovasi.

Jatu pun terbayang makanan kalengan. Ia ingin sekali gudeg resep rahasia keluarganya bisa dikemas dalam kaleng. Harapannya, wisatawan atau pecinta gudeg dapat menikmatinya kapan saja, dan di mana saja. Agar tetap ramah untuk kesehatan, Jatu berhasrat membuat gudeg kalengan tanpa bahan pengawet maupun MSG.

Sayangnya saat itu cita-cita Jatu terbentur oleh teknologi, hingga belum ada kesempatan untuk mengembangkan ide tersebut. Gudeg Bu Tjitro 1925 pun tetap dijual dalam kemasan kardus besar atau disantap langsung di rumah makan.

Jalan untuk mewujudkan ide gudeg kalengan terbuka pada tahun 2008. Jatu menemukan informasi penelitian makanan kaleng tanpa pengawet dari laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wonosari, Yogyakarta. Tanpa pikir panjang, perempuan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) YKPN Yogyakarta ini langsung menawarkan kerja sama.

Upaya itu tak langsung berhasil dengan gemilang. Tim peneliti pun terus mengoreksi kesalahan dan kegagalannya. Setelah tiga tahun berusaha, mereka berhasil mempertahankan kesegaran gudeg dalam kaleng.

Untuk mengkalengkan gudeg, peneliti melibatkan proses fisika dan kimia. Mereka membersihkan kaleng hingga steril. Setelah itu, gudeg yang sudah matang dimasukkan dan segera ditutup dalam keadaan panas. Prosesnya tak berhenti di situ. Gudeg kaleng masih harus dipanaskan dalam suhu tertentu, lalu dimasukkan dalam air dingin. Proses inilah yang membunuh bakteri yang tidak mati dalam suhu panas.

Selanjutnya gudeg yang telah dikalengkan masuk ke masa karantina. Selama 14 hari, gudeg kalengan ditempatkan di ruangan bersuhu normal. Jika ditemukan kaleng yang menggelembung, tim pengecekan kualitas akan menyingkirkannya. Itu tandanya masih terdapat bakteri yang hidup di dalam kaleng, hingga gudeg gagal tersimpan dengan baik.

Pada tahun 2011, gudeg kaleng Bu Tjitro 1925 resmi dipasarkan. Di tiap kalengnya, Jatu telah menyiapkan paket gudeg lengkap dengan olahan ayam, telur, dan krecek. Pecinta gudeg pun merespons positif inovasi tersebut. Mereka merasa termudahkan dalam membawa buah tangan gudeg. Gudeg tidak lagi harus ditenteng dengan wadah kardus besar yang tak praktis.


Terjun ke bisnis keluarga, Jatu mendapat dukungan penuh. Sepupunya juga selalu memberikan semangat. Adiknya yang kedua pun turut mengikuti jejaknya sebagai pengusaha. Dukungan dari suami, Ikhwan Solihan, juga sangat berpengaruh terhadap kelancaran bisnis gudeg Bu Tjitro 1925 yang Jatu coba kembangkan. Sejak awal menikah, Jatu dan suami memang menjadikan wirausaha sebagai orientasi masa depannya.

Meski hari-harinya sibuk berbisnis, Jatu tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai ibu dari tiga orang anak. Saat penelitian berlangsung misalnya, dia selalu memulai aktifitas usai jam sekolah, setelah mengantar dan menunggui anak sekolah.

Jatu juga menjalin hubungan akrab dengan orang tua dan teman-teman anaknya. Mereka menjadi kawan sekaligus pelanggan setia gudegnya. Jatu memiliki tips sukses bahwa dengan berkepribadian terbuka dan ramah, merupakan salah satu jalan menambah konsumen.

Mengingat usahanya yang terus berkembang, Jatu pun bertekad mendidik jiwa pengusaha pada ketiga anaknya. Ia ingin kelak anak-anaknya bisa menjadi penerus usaha keluarga yang telah bertahan hingga tiga generasi ini. Jatu bertekad, bisnis gudeg harus tetap bertahan di tengah popularitas gaya hidup modern.

Selain menjalin kerja sama dengan resellerdi Pulau Jawa dan Bali, Jatu juga berusaha untuk memasarkan gudeg Bu Tjitro 1925 ke luar negeri. Gudeg kalengannya kini bisa didapatkan di London, Inggris. Dalam sebulan, 500 kaleng gudeg ia terbangkan ke London.

Gudeg menjadi makanan penebus rasa kangen terhadap Tanah Air bagi warga Indonesia yang bermukim di Inggris. Akan tetapi mengingat masih terbatasnya jumlah pasokan dari Yogyakarta, tiap keluarga hanya boleh membeli satu kaleng. Jatu sebetulnya ingin memuaskan permintaan pelanggannya. Namun selain terkendala produksi, perizinan juga menjadi penghalang untuk mengembangkan bisnis gudeg kaleng di luar negeri.

Di dalam negeri, reseller gudeg Bu Tjitro 1925 telah melayani sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Bali. Tiap bulannya, sekitar 5000 kaleng gudeg diproduksi. Dalam kemasan 240 gram, harga kaleng yang disarankan berkisar antara Rp 22 ribu hingga Rp 25 ribu.

Pekerjaan rumah Jatu belum usai. Tantangan bisnis berikutnya telah menanti. Konsumen dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi ingin mendapatkan gudeg rasa pedas. Dan ia pun akan segera meluncurkan varian gudeg rasa pedas untuk memenuhi permintaan konsumen di ketiga pulau itu.

amura courier : layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/08/jatu-dwi-kumalasari-inovator-gudeg.html
Read More

ACHMAD JUNAIDI BASRI : Perkenalkan MR. TETO Sebagai Delivery Order Madura Pertama di Indonesia




Menu sate nyaris identik dengan Madura. Namun, Mr. Teto bukan sembarang sate. Ia sukses mem-branding usaha dan memproklamirkan produk sate yang melayani delivery oder. Apa lagi keistimewaannya ?

Dari kota Yogyakarta, keistimewaan Mr. Teto bermula. Nama unik ini ternyata sebutan pendek Madura Sate Soto, sebuah brandyang diusung Achmad Junaidi Basri, pria asal Desa Mambulu, Sampang, Madura. Butuh waktu panjang bagi Junaidi agar Mr. Teto dikenali masyarakat. Tahun 2000, ia datang ke Yogya untuk kuliah manajemen di Universitas Cokroaminoto. Saat duduk di bangku semester IV, dengan bermodal uang Rp 30.000 ia berjualan sate di pasar Prenggan, Kota Gede, tak jauh dari rumah kontrakannya. Ia menjual per bungkusnya Rp 1.500. Namun dalam sehari itu satenya hanya laku empat bungkus. Hari berikutnya ia menjual lagi dengan harga per bungkus Rp 1000. Dan dalam tempo hanya lima menit sudah laku 35 bungkus. Junaidi pun berkesimpulan, harga jual sate sehari sebelumnya memang kemahalan.

Sejarah bisnis Junaidi terus terukir. Dua tahun kemudian, ia membeli gerobak dorong. Setelah itu ia membagi waktu, pagi jualan sate bungkus di pasar, malam harinya ia berjualan keliling kampung dengan gerobak barunya itu. Dalam tempo lima bulan, tabungannya pun cukup untuk membeli lima gerobak sate lagi. Ia lalu mencari karyawan untuk menjalankannya. Semua gerobak itu ia namakan sate imut karena pangsa pasarnya memang anak-anak. Sayang, bisnis Junaidi mendapatkan ujian. Tidak semua karyawan yang menjalankan gerobaknya bertindak jujur. Akhirnya, ia pun kembali berjualan sendiri. Dari lima gerobak, akhirnya ia kembali hanya memiliki satu gerobak.

Tahun 2007, setelah genap 6 tahun jualan keliling, Junaidi membuka lapak tak jauh dari kantor Pegadaian Kotagede. Tendanya ia namai Sate Suramadu lantaran terinspirasi Jembatan Suramadu yang kala itu baru diresmikan. Pelan tapi pasti, pelanggan mulai berdatangan. Namun lagi-lagi ujian datang, si pemilik tempat meminta Junaidi tak berjualan di sana lagi. Setelah itu, satu tahun boleh dikata Junaidi menganggur. Lalu ia kembali berjualan keliling. Tetapi keinginannya untuk membesarkan usaha tidak padam. Ia butuh ilmu bagaimana caranya bisa mengelola usaha sate secara profesional dari seorang pembimbing.

Sebagai seorang mahasiswa jurusan manajemen, tentu Junaidi tidak lepas dari up date berita di koran, terutama bacaan soal seminar-seminar bisnis agar memperoleh ilmu mengelola bisnis secara profesional. Ia kemudian bersikeras untuk mengikuti seminar bisnis. Sayang kebanyakan seminar yang ia temui biayanya terlalu mahal untuk kantongnya. Namun beruntung, suatu kali ada seminar bisnis yang berbiaya cukup murah. Ia lalu mendaftar di seminar bisnis yang bertempat di sebuah perguruan tinggi di kawasan Yogya utara itu. Di seminar tersebut, Junaidi berjumpa dengan sesama pemula bisnis atau yang sudah senior. Dua poin yang ia peroleh dari seminar itu adalah, ia harus punya keyakinan penuh dalam berbisnis dan memiliki mentor yang bisa membimbing bisnisnya. Cara pandangnya yang kedaerahan juga harus segera berubah. Ia harus berpikir secara nasional bila usahanya ingin besar.

Seminar pertama yang diikutinya itu ternyata masih belum cukup. Ia lalu mendaftar di seminar kedua. Dan begitu masuk ruangan seminar, Junaidi sudah memperkenalkan dirinya sebagai Mr. Teto, ownerbisnis sate. Nama ini memang melawan arus, karena biasanya penjual sate menggunakan sebutan Cak. Di seminar itu Junaidi seperti mendapatkan kesempatan menjelaskan tentang Mr. Teto yang sebenarnya bukan Mister, sebutan pria ala Barat, melainkan kependekan dari Madura. Jadi, Mr. Teto adalah kependekan dari sate-soto Madura. Selain berjualan sate, pada saat itu Junaidi memang juga berjualan soto di Jalan Kemerdekaan.

Ihwal warung soto dan sate di Jalan Perintis Kemerdekaan di tahun 2012, Junaidi punya sejarahnya. Ceritanya, di saat ia pasrah karena tidak kunjung berhasil mengembangkan usaha, ia bertemu dengan teman karibnya semasa SMA di Facebook, yang bernama Andri. Saat itu, si teman sudah menjadi pegawai negeri di provinsi lain. Dalam percakapan itu, Junaidi mencoba mengingatkan si teman, bahwa mereka dulu pernah berkomitmen untuk mempunyai perusahaan. Singkat cerita, sang sahabat tersebut lalu membantu modal Rp 30 juta. Uang Rp 30 juta itulah yang ia gunakan untuk merayu adik iparnya yang sudah membuka warung sate di Jalan Perintis Kemerdekaan. Ia menawarkan kerja sama untuk membesarkan usaha dengan bagi hasil 50 : 50. Sayangnya, adik iparnya itu tidak terbujuk rayuannya. Mungkin karena saat itu si adik ipar sudah mendapatkan penghasilan sekitar Rp 300.000 per hari.



Junaidi tak menyerah, ia terus membujuk sampai akhirnya sang ipar menyetujui ajakannya sebagian. Junaidi boleh jualan soto koya dan ayam bakar di warung si adik ipar, sementara si adik ipar tetap berjualan sate. Namun, meski Junaidi berjualan soto dan ayam bakar, ia tetap mem-brandingsate milik si adik ipar. Dan dalam satu bulan omzet usaha sate itu pun naik drastis menjadi Rp 800.000 sampai Rp 1 juta per hari. Ayah dua anak ini pun makin yakin dengan pepatah siapa menanam, dialah yang akan menuai hasilnya. Dengan ikhlas ia terus mem-branding dan mempromosikan sate dari rumah ke rumah, dan dari instansi satu ke instansi lainnya. Ia menyebarkan brosur dan mempromosikan pula delivery order sate Madura pertama di Indonesia. Dan dalam tempo empat bulan melayani delivery order, omzet satenya mencapai Rp 30 juta. Tapi Junaidi mengaku saat itu tak sedikitpun ia menikmati fee dari iparnya. Baginya saat itu, yang penting masih bisa berjualan di warung dan mem-branding sate.

Suatu ketika, adik iparnya bersedia bekerja sama penuh dengan syarat dalam tempo tiga bulan, omzet delivery satenya bisa 100 boks per hari. Junaidi menyanggupi. Dan ternyata dalam tempo 2 bulan saja sudah memenuhi target. Genap 10 bulan, ia pun mulai minta ketegasan sang adik perihal kerja sama penuh tersebut. Bila tidak, Junaidi akan keluar dari warung itu tetapi tetap dengan membawa brand Mr. Teto, sementara sang adik kembali ke warung aslinya. Dan si adik ternyata bersedia, namun itu pun masih dengan pembagian 60 : 40 untuk Junaidi. Sepertinya kesabaran Junaidi masih diuji. Sampai akhirnya, ketika kepemilikan saham sama imbangnya, Junaidi mulai kerja eksra keras mem-branding Mr.Teto sebagai delivery order sate Madura pertama di Indonesia, bahkan dunia. Adik iparnya ia jadikan manajer produksi. Berkat branding yang kuat tersebut, usahanya pun melesat.



Ada beberapa menu sate yang ditawarkan Mr. Teto. Sate original bumbu kacang, sate ayam Madurasa, dan Sate Kelapa Dimadu. Sate ayam Madurasa memiliki keunikan dalam proses pengolahannya. Yakni menggunakan campuran madu. Jadi tidak perlu pakai bumbu kacang saja sudah lezat, apalagi bila ditambah bumbu kacang, tentu rasanya semakin bertambah lezat. Sementara Sate Kelapa Dimadu juga tak kalah sensasi rasanya. Ini adalah sate ayam yang bahan bakunya dibacem lalu dibumbui dengan kelapa dan madu sebelum dibakar. Rasa satenya lebih renyah dan lezat meski harganya hanya Rp 16.000 per porsi. Untuk menu sate memang bisa delivery order, tapi untuk menu ayam bakar dan soto koya belum bisa.



Dari berdagang sate, soto, dan ayam bakar, per hari Junaidi bisa mengantongi tak kurang dari Rp 10 juta. Tak lupa, Junaidi pun banyak beramal. Ia memanggil putra-putri Madura yang kurang mampu untuk berkuliah di Yogya. Di sela-sela jam kuliah, mereka bisa bekerja di Mr. Teto, dan tetap mendapatkan gaji. Selain itu Junaidi juga memasukkan anak-anak Madura ke pesantren agar bisa menjadi tahfiz (penghafal) Al Quran. Rupanya, Junaidi ingin membangun usahanya dengan mengutamakan spiritual company. Ia tidak hanya memikirkan keuntungan, melainkan juga sebagai tempat pengembangan diri karyawan baik skill maupun religinya.

Harapan Junaidi, misi Mr. Teto mengangkat masakan tradisional Indonesia, khususnya sate Madura ke tingkat nasional bahkan internasional. Usahanya memang sudah membuahkan hasil. Mr. Teto menjadi pemenang pertama ajang Business Plan Contest Smartpreneur. Junaidi yang juga mantan tukang sapu ini pun sekarang sudah menjadi jutawan. Semua ini berkat sate istimewa, dari daerah istimewa Yogyakarta.






reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/12/achmad-junaidi-basri-perkenalkan-mr.html
Read More

Memulai Bisnis Dari Kecil & Sederhana





Pak Anto seorang karyawan pabrik kayu lapis sedang bingung Lantaran 3 bulan lagi dia habis masa kontrak kerjanya dan tak bisa diperpanjang lagi. Pak Anto bingung mimikirkan nasib tiga bulan lagi setelah keluar dari pabrik itu . Sementara ia seorang kepala keluarga yang harus membiayai keperluan hidup keluarga. Istrinya seorang ibu rumah tangga , anak laki-laki satu-satunya masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Tentu ia harus mendapatkan pekerjaan kembali setelah kontrak kerjanya habis.


Keresahan akan nasibnya juga sering dia curahkan kepada istrinya Sementara istrinya belum memberikan solusi untuk mencari pekerjaan yang lain. Hanya saja istrinya selalu berikan motivasi agar suaminya senantiasa bersabar dalam menghadapi cobaan dan meminta untuk mencoba menghubungi rekan-rekannya dengan harapan bisa mendapatkan info kerjaan dari rekan-rekannya itu.

Satu setengah bulan berlalu,
Pak Anto belum juga mendapatkan info lowongan kerja meskipun sudah menghubungi rekan-rekannya dan meminta bantuan mereka. Sementara satu setengah bulan lagi dia sudah tidak bisa bekerja lagi di pabrik tersebut. ada salah satu rekannya yang bekerja di marketing online perusahaan swasta yang menyarankan kepadanya. ?Jalani bisnis dari kecil dan sederhana saja ? Kata rekannya tersebut. Selama hidupnya Pak Anto tak pernah terlintas dalam hidupnya untuk mempunyai usaha sendiri. Karena sejak lulus dari SMK dia langsung memilih untuk bekerja meskipun dalam hatinya ingin kuliah seperti rekan-rekannya . Namun karena keadaan ekonomi orangtua yang pas-pasan maka ia memilih menjalani pekerjaan sebagai buruh pabrik. Sejak lulus sekolah dia sudah beberapa kali pindah kerja dari berbagai pabrik dan pernah merasakan menjadi pengangguran selama beberapa bulan sebelum menikah.

Masih terngiang apa nasihat rekannya yang menyarankan untuk memulai bisnis saja. Hal ini membuatnya semaki bingung antara memilih mencari pekerjaan atau membangun bisnis. Namun jika harus membangun bisnis lalu bisnis apa yang hendak akan dijalankan.

Dan ketika suatu pagi di hari libur kerjanya,Pak Anto konsultasi lagi dengan istrinya perihal kerjaan. Sambil menikmati sarapan pagi berupa gado-gado ,makanan kesukaaannya itu. Tak lupa Pak Anto juga menceritakan saran dari rekannya itu kepada istrinya.
?Kita jualan aja gimana yach?? tanya istrinya.
?Memang benar apa kata teman ayah itu, mungkin kita sudah saatnya mulai bisnis saja daripada ayah nyari kerjaaan di pabrik lagi? lanjut istrinya.
?terus kita jualan apa mah?
jualan toko kelontong gitu terus sewa ruko? kan mahal biaya sewanya?
?Jualan yang lagi dimakan ayah tuh?
?ha??? yakin mah??? Setengah kaget Pak Anto mendengar usulan dari istrinya itu.
Selang beberapa hari Pak Anto konsultasi lagi sama rekannya itu perihal bisnis jualan gado-gado. Rekannya tersebut kemudian menyarankan berbagai hal jika memang ingin jualan gado-gado termasuk bagaimana strategi mendapatkan pelanggan. Setelah mendengar naseshat dari rekannya,Pak Anto kini mantap untuk menjalankan usaha sendiri,julan gado-gado sesuai usulan istrinya. Kemudian ia meminta istrinya untuk berinovasi dengan menu makanan gado-gado agar mendapatkan ciri khas gado-gadonya itu. Pak Anto juga membelikan beberapa buku menu resep makanan berkaitan dengan gado-gado dan sejenisnya seperti pecel,rujak cingur ,ketoprak dan lain-lain. Maka selama beberapa hari ini ,tiap hari istrinya bikin gado-gado untuk menu makan. Sekaligus bereksperimen dengan menu makanan gado-gado.

Masa kerja Pak Anto sudah habis di pabrik tersebut, pada hari itu pakAnto menerima gaji terakhir dan juga uang pesangon. Pak Anto pun berpamitan dengan si Bosnya juga rekan-rekan kerja di Pabrik. Namun sebelum berpamitan Pak Anto berpesan kepada rekannya ada yang langsung ada juga yang lewat sms bahwa besok siang Pak Anto mau bagi-bagi gratis menu makanan siang dan berpesan untuk tak usah beli makanan.
Pada keesokan harinya,Pak Anto menepati janjinya dengan memberikan menu makan siang berupa gado-gado kepada rekan-rekan di pabrik tersebut. Pak Anto juga memberikan semacam tulisan di box makanannya yang intinya ucapan terima kasih dan permohonan maaf jika selama bekerja mempunyai kesalahan dan juga pesan bahwa Mulai hari itu Pak Anto Jualan Gado-gado dan menerima pemesanan gado-gado dan diantar langsung ke lokasi. Kebetulan rumah pak anto juga tak terlalu dengan pabrik itu.

Pak Anto kini jualan Gado-gado delevery order , selain itu juga buka warung kecil di depan rumahnya. Pak Anto juga membuat brosur kemudian ditawarkan ke karyawan-karyawan pabrik lainnya . Strategi bisnis itu diperoleh atas saran temannya. 3 bulan berjalan Pak Anto sudah memiliki pelanggan tetap kurang dari 150an orang . Keuntungannya juga lumayan ,pak anto menjual gado-gado hanya seharga Rp.6000 dan Rp.7000 untuk delevery order. Penerimaan bersih pak Anto tiap harinya kira-kira antara 300.000. Dalam sistim Delevery order untuk makan siang,pak Anto menerapkan untuk waktu pemesanan batas waktunya adalah pukul07.00 pagi 11.00 siang dan pukul 13.00 sampai 15.00 Setelah lewat waktu itu tidak menerima lagi.

Kini Pak Anto dan istrinya juga jualan bumbu pecel,atas bantuan rekan yang bekerja di Marketing Online pemasaran juga melalui internet dengan membuat website. Melalui website tersebut kini usahanya pak anto semakin terkenal. Penjualan gado-gadonya juga stabil karena memang menu makanan gado-gado sangat digemari oleh semua kalangan masyarakat. Penjualan bumbu pecelnya juga lancar dan sudah mendapatkan pelanggan tetap. Pak anto juga sudah mempunyai beberapa karyawan untuk membantunya usaha. Setahun berjalan usaha pak anto terus berkembang dan tahun berikutnya berencana akan membuka cabang di daerah lain. Pak Anto kini sudah merasakan suatu keberhasilan suatu usaha bisnis dimulai dari kecil dan sederhana dan menjadi besar.

Cerita diatas hanyalah suatu ilustrasi dalam memulai bisnis, ya kita bisa memulai bisnis dari kecil dan sederhana. Sederhana disini bisa dimaksudkan juga bisnsis yang sesuai kita minati atau hobi. Banyak di lingkungan sekitar kita yang bisa kita jadikan sebagai sumber inspirasi memulai bisnis.
Dalam berbisnis bisa kita mulai dari yang kita sukai. Produk bisnis boleh sama dengan orang lain,namun kita juga harus kreatif . Entah itu dari kualitas produk dan juga pelayanannya.

Semoga menjadi inspirasi bagi wong Balongan, untuk segera memulai usaha.


reff : http://gerakanbalonganmandiri.blogspot.com/2013/02/memulai-bisnis-dari-kecil-sederhana.html
Read More

KORINA, Walau Tak Bisa Menjahit Sukses Melahirkan Brand Busana Muslim MY RIN




Tak lagi bekerja di perbankan setelah krismon melanda, pada 1999 Korina memilih melanjutkan sekolah ke jenjang S2. Sambil mengasuh kedua anaknya dan sibuk kuliah, ia mengambil kursus desain busana di Susan Budihardjo dan Esmod Jakarta. Dalam bayangannya, jika sudah waktunya dia bekerja lagi, ilmunya sudah lebih meningkat. Atau kalau pun ingin membuka usaha, sudah ada bekalnya.

Di sela semua kesibukannya, lulusan Perbanas jurusan akuntansi ini kerap menerima pesanan desain baju dari teman-temannya. Dari situlah, akhirnya Korina memutuskan membuat butik busana muslim Korin?s Boutique di bilangan Kebayoran Baru. Selama 5-6 tahun, butik berjalan baik. Apalagi, busana karyanya juga sering dipinjam untuk pemotretan busana di majalah muslim, antara lain Noor, Paras, dan Aulia.

Saat itu, brand busana muslim belum sebanyak sekarang. Jadi dalam setahun bisa enam kali busana di butiknya tampil di majalah bulanan itu. Peran majalah di tahun 2002 itu memang sangat besar. Alhasil, banyak permintaan akan busana yang ditampilkan di majalah, termasuk dari luar kota. Padahal, pembuatan busana itu sengaja dibatasi. Karena konsepnya butik, jadi kalau dia sudah membuat desain yang sama sebanyak 20 buah, produksi langsung distop, meskipun permintaan masih tinggi.

Setelah setahun butik berjalan, sang suami mendorongnya untuk menseriusi bisnis butiknya. Lantaran sudah mendapat lampu hijau dari suami, Korina pun jadi lebih serius lagi mengelola butiknya, dengan memperkerjakan beberapa karyawan. Akhir 2009, konsep busana yang lebih massal mulai digodok Korina bersama suaminya, Supriyanto. Awal 2010, label My Rin diluncurkan dengan produk pertama berupa gamis dari kain katun, yang saat itu masih jarang di pasaran. Peluncuran yang dilakukan lewat iklan sederhana di majalah ini ternyata mendapat respons luar biasa. Di tahun pertama itu, My Rin langsung membuka 10 cabang di beberapa kota.




Setelah melihat busana My Rin di majalah, memang banyak permintaan dari luar kota untuk membuka toko di kota mereka. Padahal, Korina dan suaminya belum siap dengan sistem franchise. Akhirnya mereka pun memilih konsep bermitra. Pihak dari luar kota yang dimintanya menyiapkan toko yang khusus menyediakan produk My Rin. Korina pun juga meminta tokonya harus berada di mal karena sudah pasti ramai pengunjungnya.

Menariknya, Korina saat itu belum memiliki toko sendiri untuk men-display My Rin. Karena sudah kewalahan memproduksi sejak awal, akhirnya ia terpaksa menutup butiknya. Dalam sebulan, ia memproduksi 2 ribu sampai 3 ribu busana. Setelah berjalan dua tahun, barulah ia memiliki on store sendiri. Jadi dari situ ia bisa melihat apa kekurangan dan kendala para mitranya dalam menjalankan bisnis ini. Kalau dulunya hanya ia sendiri yang mendesain, sekarang sudah ada tim sendiri untuk itu. Korina pun mengaku hingga kini tak bisa menjahit.

Lantaran toko milik mitranya diminta khusus menjual produk My Rin, Korina lalu melengkapi produknya dengan kerudung dan aksesori lainnya yang dibuat secara handmade. Di luar dugaan, perlengkapan tambahan ini juga mendapat respons luar biasa. Seminggu sekali, My Rin yang menyediakan busana kasual, kantor, dan pesta mengeluarkan satu model baru, dengan harga busana berkisar Rp 200 ribu-Rp 1,7 juta.

Menurut Korina, dibandingkan brand lain, My Rin memang belum terlalu terkenal, tapi produknya ternyata sudah diterima masyarakat di berbagai kota. Hingga kini, My Rin memiliki 20 cabang di berbagai kota. Korina sengaja membatasi satu mitra per kota agar tak saling berbenturan. Sementara ia menangani produksi, urusan manajemen ia percayakan kepada suaminya.

Ia memang telah meminta suaminya untuk resign dari pekerjaannya dan fokus membantunya, karena kalau ia yang mengurusi sendiri semuanya akan keteteran. Walau sebetulnya ia kasihan juga, karena posisi si suami di kantornya sudah cukup tinggi. Kini, Korina sudah memiliki karyawan sekitar 100 orang. Dan ke depannya ia ingin memperluas jangkauan My Rin dan ingin menjadikan My Rin sebagai brand yang semakin diakui.



reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/12/korina-walau-tak-bisa-menjahit-sukses.html
Read More

EM.EN.O, Produk Baju Menyusui Dengan Desain Dan Model Yang Modis




Saat menyusui di rumah, Yuli Anita atau yang biasa disapa Ade, sering merasa kerepotan jika hendak berganti baju menyambut tamu yang datang. Ade berharap ada baju menyusui semacam daster tapi dengan desain dan model yang modis. Sebab ia tak memungkiri baju menyusui yang nyaman bisa membantu menaikkan mood ibu agar merasa senang. Karena menyusui itu merupakan sebuah perjuangan, maka kalau si ibu senang karena selama menyusui bisa tetap tampil cantik, hormon oksitosinnya pun akan bekerja maksimal, dan keluarnya ASI jadi lancar.

Melalui Em.En.O, label baju menyusui yang didirikan sejak November 2011 oleh Ade dan sahabatnya, Nina, memasang tagline happy nursing mama. Dari mulai bangun tidur, bekerja, menghadiri acara, sampai kemudian tidur kembali, baju-baju menyusui ini bisa tetap dipakai. Label yang merupakan kepanjangan dari nama putri kecil Ade dan Nina, yaitu Meisya dan Oza ini, tampil konsisten dengan akses menyusui berupa ritsleting, karena mudah diaplikasikan pada beragam model pakaian.




Berawal dari mulut ke mulut, Em.En.O lalu hadir dalam fanpage di Facebook. Responsnya cukup positif meski setiap koleksi diproduksi terbatas. Tak bermaksud eksklusif, Ade mengaku koleksi Em.En.O memang dibuat dengan jahitan tangan. Mereka memang telah mempunyai penjahit sendiri. Dengan begitu, kelebihannya bisa lebih pas di badan, rapih, detail, dan kualitasnya juga terjaga. Koleksi Em.En.O ini pun juga telah dilirik pembeli dari Malaysia dan Inggris.

Banyak pelanggan mencari koleksi Em.En.O untuk pergi bekerja dan pesta. Di antaranya yang kental dengan nuansa etnik, seperti kombinasi bahan katun dengan kain tenun Jepara atau kain batik Semarang. Ada juga model kebaya kutu baru untuk menyusui. Idenya datang karena Ade sering datang ke undangan pernikahan dan butuh baju yang bisa sekaligus untuk menyusui agar tak repot di acara. Selain itu ada pula bahan kaus untuk nursing tee dan home dress alias daster. Tapi yang paling laku adalah yang ada motif etniknya. Setiap kali keluar model baru, kurang dari seminggu akan habis. Ade pun menyamaratakan ukuran all sizeuntuk tubuh berukuran M dan L.




Ibu satu anak ini mengaku selalu membuat baju menyusui sesuai trend fashion agar setelah masa menyusui usai, baju-baju tersebut tetap bisa dipakai. Dengan produksi 400 potong per bulan, koleksi Em.En.O bisa didapat dengan kisaran harga Rp 150.000 hingga Rp 400.000. Bahan yang digunakan adalah katun, sifon, katun rayon, dan rayon spandex. Sedangkan koleksi terfavorit pelanggan adalah dressKalyana Batik, blus Aira Tenun, kebaya menyusui, dan kaus menyusui.

Para pelangga Em.En.O berasal dari seluruh Indonesia. Mereka terdiri dari ibu rumah tangga, profesional, juga selebriti. Banyak pula yang ingin menjadi reseller, tapi sayangnya belum bisa dipenuhi karena stoknya tidak diproduksi dalam jumlah banyak. Koleksi Em.En.O juga hadir untuk momen istimewa seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, Tahun Baru Imlek. Selain itu, tersedia pula voucher gift dan hampersuntuk kado bagi ibu yang baru melahirkan. Ada juga diskon menjelang hari-hari istimewa seperti ulang tahun Em.En.O, hari Ibu, hari Kartini, atau Pekan Menyusui Indonesia.




Uniknya, para ibu juga bisa berbagi dengan membeli produk Em.En.O. Setiap pembelian satu baju sudah menyumbang Rp 5000 untuk edukasi menyusui di lingkungan yang belum terpapar informasi soal ASI. Begitu pun bantuan dalam musibah banjir. Em.En.O akan menyumbangkan baju menyusui dan masakan rumahan yang bisa langsung dimakan balita dan usia anak-anak. Menghadapi persaingan, Em.En.O yakin tetap bisa tampil dengan ciri khasnya. Ade bermimpi ingin punya rumah produksi sendiri dan mempunyai gerai khusus baju menyusui di mal. Yang lebih penting lagi, Em.En.O bisa tetap menjadi sahabat bagi ibu menyusui.

To order, please text to our number : 08567971864/BB pin: 26B1FE85




reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/06/emeno-produk-baju-menyusui-dengan.html
Read More