Friday, February 5, 2016

EDY ONGKOWIJAYA, Pemilik Restoran DAPUR PENYET




Kehidupan ibarat roda yang berputar. Hal inilah yang dirasakan Edy Ongkowijaya sejak usia dini. Hidup di negeri orang telah menempa dirinya untuk kuat menghadapi ujian hidup dan mencoba mandiri.
Sejak masuk Secondari School kelas 3, tahun 1993, Edy memang tinggal di Singapura. Namun, setahun kemudian usaha otomotif milik Ayahnya bangkrut. Edy sempat diminta kembali ke Indonesia oleh orang tuanya. Hanya saja, permintaan itu tak lantas ia turuti. Ia lebih memilih berjuang mandiri, melalukan kerja apa saja asal halal, agar bisa tetap menuntut ilmu di negeri singa itu. Pekerjaan sebagai tukang cuci piring dan waiterdi restoran, sempat dilakoninya. Ia juga sempat menjadi guru les privat untuk anak SD dan SMP. Untuk tempat tinggal, ia terpaksa menumpang di rumah temannya. Tapi itu hanya berlangsung sementara saja. Ia lantas menyewa kamar kos seharga 200 dolar Singapura per bulan.

Tak ada perasaan gengsi atau minder dalam dirinya, meskipun saat itu ia melihat teman-temannya bisa hidup lebih baik darinya. Mungkin, sempat ada rasa cemburu dan marah, ketika melihat teman-teman yang sesama orang Indonesia dan bersekolah di Singapura bisa hidup foya-foya, makan kapan saja dan dimanapun mereka mau. Sementara dirinya hanya bisa makan roti tawar dan minum air pancuran yang kebetulan banyak terdapat di sisi jalan.

Untuk mengakali agar bisa makan enak, ia memanfaatkan kemampuannya yang bisa besosialisasi dengan baik dan menjadi akrab dengan pemilik kantin sekolahnya. Tiap pulang sekolah, pemilik kantin yang biasa ia sapa ?Pak Cik? suka membungkuskan sisa makanan hari itu untuk makan malam dirinya. Bila mengingat pengalaman itu, tak pelak membuat Edy selalu ingin menangis. Bayangkan saja, sejak kecil ia tidak pernah hidup susah. Ia mengibaratkan hidupnya dulu seperti madu yang rasanya manis, hingga banyak didatangi lebah. Tapi ketika ia dan keluarganya jatuh terpuruk, banyak teman yang menjauh karena takut dimintai uang. Dari pengalaman itu, ia pun jadi tahu mana teman yang sesungguhnya.

Setelah lulus SMA, teman-teman dari Indonesia-nya banyak yang meneruskan sekolah ke negara lain, seperti Amerika Serikat atau Australia. Sementara ia tidak. Anak kedua dari tiga bersaudara ini pun langsung meneruskan kuliah di Politeknik Nanyang, mengamnbil diploma jurusan marketing. Kebetulan, sekolahnya itu mendapat subsidi dari Pemerintah Singapura. Di masa kuliah itu juga, ia masih tetap terus bekerja dan bisa mengirim uang ke Indonesia untuk membantu keluarganya.

Setelah lulus kuliah, ia sempat bekerja di perusahaan Jepang hingga kehidupannya mulai berubah dan jadi sedikit mapan. Kiriman uang untuk orang tuanya pun bisa semakin besar, bahkan ia bisa membiayai adiknya sampai menikah. Ketika bekerja, terbesit dalam pikirannya, bila ia terus bekerja di perusahaan orang lain, ia tidak akan bisa menjadi orang kaya, meskipun gajinya saat itu lumayan besar. Belum lagi, urusan kantor yang kerap membuatnya merasa bosan.

Suatu hari, di tahun 2004, ketika sedang makan di restoran Es Teler 77, ia berpikir untuk membuka usaha sejenis. Hanya saja saat itu ia belum memiliki modal. Sampai akhirnya ia bisa bertemu dengan seorang pemodal yang mau membiayainya membeli waralaba Es Teler 77. Setelah mengambil waralaba itu, ia pun mendapatkan keuntungan yang semakin besar.

Keuntungan itu ia dapatkan dari kebiasaannya yang suka bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, tak pandang bulu, termasuk kepada pelanggan restoran waralabanya. Semua pelanggan dianggapnya sama. Ternyata kebiasaan itulah yang membuat pelanggannya betah datang ke restorannya.

Karena ingin terus berkembang, akhirnya ia pun melepas waralaba Es Teler 77 dan ganti membeli waralaba Ayam Penyet Ria yang pernah dicobanya saat berkunjung ke Batam di tahun 2006. Ia memang sangat menyukai masakan berbahan ayam. Setiap pulang ke Indonesia, yang ia cari pasti masakan ayam tradisional Indonesia. Setelah membuka warung makan ayam ini, media Singapura tertarik meliput, hingga usaha keduanya ini pun semakin dikenal orang Singapura.

Pelanggan yang ingin makan di warung makannya sampai harus rela antri. Hal ini pun jadi sensasi baru bagi usahanya. Karena kesuksesan usahanya ini juga, pihak kampus tempatnya kuliah, sempat mengundangnya untuk berbagi ilmu mengenai entrepreunership.

Oleh karena ingin mandiri, dengan modal seadanya di tahun 2009 Edy memutuskan membuka usaha sendiri benama Dapur Penyet. Dan siapa sangka, apa yang ia lakukan itu ternyata diterima oleh warga Singapura. Bahkan secara tak langsung membuat ayam penyet menjadi makanan lokal di Singapura. Dengan begitu, ia telah berhasil membawa budaya Indonesia ke negara lain dan sukses. Dapur Peyet di Singapura sudah diterima berbagai kalangan, bahkan menteri Singapura pun pernah memesan catering padanya. Demikian pula pejabat Indonesia yang datang ke Singapura, juga suka memesan catering darinya.

Keberaniannya dalam mengambil kesempatan dan membuat usaha sendiri, tak lepas dari nasihat ayahnya yang sempat bilang ?lebih bagus berbuat salah tapi pernah berbuat, daripada tidak pernah salah karena tidak pernah melakukan apa-apa?. Kalimat itulah yang membuatnya berani melakukan sesuatu, termasuk dalam mengembangkan usahanya.

Di awal membuka Dapur Penyet, ia pun kerap menemui beberapa hambatan. Awalnya ia membuka outlet Dapur Penyet di food court kawasan Jurong, Singapura. Tak lama kemudian ia membuka cabang di Causeway Bay dan menyusul cabang-cabang yang lainnya. Ia pernah sampai berurusan dengan Departemen Tenaga Kerja Singapura karena dilaporkan memperkerjakan tukang masak ilegal. Padahal yang terjadi saat itu, izin kerja tukang masaknya masih dalam proses pengurusan. Ia sempat terancam masuk penjara. Namun untungnya di pengadilan ia hanya dikenakan denda 18 ribu dolar Singapura.

Kejadian itu sempat membuatnya bingung bagaimana meneruskan usahanya, karena tukang masaknya harus di deportasi. Karena bila ia mengganti dengan tukang masak lain, dikhawatirkan akan mengubah rasanya. Dari situlah, ia merasa sudah saatnya membuat sistem memasak yang benar. Di tahun pertama membuka usahanya, ia hampir ikut melakukan semua tugas, walaupun telah memiliki karyawan. Selain mengurus manajerial, ia juga bertugas di dapur, mencucui piriang, menjadi waiter, dan membuang sampah. Ia selalu katakan kepada karyawannya, ? You don?t work for me, but you work with me.?


Di tahun 2010 usaha Dapur Penyet semakin berkembang. Mulai banyak orang datang untuk membeli waralabanya. Saat ini di Singapura sudah ada delapan waralaba. Ia selalu menseleksi pembeli waralaba-nya, terutama bagi yang benar-benar serius dan bisa bekerja. Intinya, ia juga ingin membuat orang lain sukses. Karena arti kata sukses baginya adalah ketika bisa pula membuat orang lain sukses.
Tahun 2011, ia diperkenalkan seorang teman kepada orang Malaysia yang ingin membuka Dapur Penyet di Malaysia. Padahal setahun sebelumnya, ia tidak bisa masuk Malaysia karena tiga orang yang ia tawarkan untuk membeli waralaba Dapur Penyet menolaknya mentah-mentah.

Setelah pertemuan pertama itu, akhirnya Dapur Penyet muncul di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia pun sampai harus mengubah konsep Dapur penyet menjadi modern layaknya restoran fast food, di mana saat orang datang, bisa langsung pesan makanan di counter. Tak lama buka di Malaysia, usahanya pun meraup sukses yang besar. Dalam waktu dua tahun, sudah ada lima cabang Dapur Penyet di Malaysia. Lantaran makin dikenal lewat Dapur Penyet, namanya pun sekarang jadi sering dipanggil Edy Penyet.

Pada Juli 2012, seorang teman kembali mengajaknya memasukkan usahanya di Indonesia. Dan ia pun segera membuka cabang di ITC Roxy Mas, Jakarta. Tak disangka, restorannya itu pun langsung ramai. Menyusul kemudian ia membuka di Plaza Semanggi, ITC Mangga Dua, dan Mal Artha Gading, serta masih ada beberapa tempat lain yang akan dibuka Dapur Penyet. Di Indonesia nama Dapur Penyet diubahnya menjadi D?Penyet.




Tak berhenti di situ, tawaran lain pun datang dari negara lain seperti Australia, Hongkong, dan Thailand. Hanya saja, tawaran itu perlu dipikirkannya secara panjang. Karena dalam menjalankan usahanya, Edy selalu turun tangan sendiri jika menemukan masalah. Maka itu, ia berpikir, jika membuka cabang di tiga negara itu, bagaimana caranya ia bisa ke sana, bila menemukan masalah, karena dengan cabang-cabang yang ada di tiga negara saja, ia sudah cukup kerepotan. Belum lagi soal pengiriman bahan-bahannya. Tapi Edy tetap yakin suatu saat pasti bisa membuka cabang di tiga negara itu, asal sistemnya sudah dibuat rapih terlebih dahulu.


Walau lama di luar negeri, ia tidak akan pernah lupa, tempat asal kelahirannya. Untuk itu di setiap cabang Dapur Penyet di luar negeri, ia selalu memajang wall paper yang bergambar kekayaan budaya di Indonesia.

Rencana ke depannya, ia ingin terus mengembangkan Dapur Penyet hingga ke Eropa. Pernah ada pelanggan di Singapura yang asal Belanda, memesan 30 empal untuk dibawa ke Belanda. Pelanggan itu bilang, empal buatannya sangat lezat. Ia memang bermimpi, ingin membawa brand Dapur Penyet ini mendunia. Ia sadar, bahwa mempertahankan lebih susah dibanding merebut. Untuk itu sampai sekarang ia masih terus membangun sistem marketing-nya.

Selain itu, Edy juga ingin membuat yayasan untuk anak-anak. Sebab ia selalu ingat akan masa lalunya. Dengan yayasan itu, ia berharap bisa menyekolahkan anak-anak yang ingin sekolah tapi tak punya biaya.
Edy pun juga bermimpi ingin membuat perusahaan rekaman. Ternyata selain mengelola Dapur Penyet, di tahun 2007 ia juga membangun usaha event organizer. Ia sempat mendatangkan grup band Peter Pan ke Singapura. Ternyata acara itu sukses. Dan sejak itu setahun sekali ia mengusahakan membuat konser di Singapura. Berturut-turut setelah itu, di tahun 2008 ia mendatangkan grup band Samson, tahun 2009 giliran band Ungu, tahun 2010 ia datangkan penyanyi Rossa. Dan ditahun 2013 ia menggelar konser mega bintang yang menampilan delapan artis Indonesia dalam satu panggung di Compass Balroom, Resort World Convention Centre, Pulau Sentosa, Singapura.



amura courier
: layanan jasa kurir untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung jawab. Tlp & sms : 085695138867




reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2013/08/edy-ongkowijaya-pemilik-restoran-dapur.html


Related Post :


Loading...


No comments:

Post a Comment