Sunday, February 7, 2016

NARWATI : Mantan TKW Yang Sukses Menjadi Pengusaha Kue, Tas, dan Batik di Kampungnya



Ibu dua anak asal Ponorogo ini sempat berangkat ke Taiwan sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) untuk mencari modal usaha. Pulang dari negeri tetangga, perempuan berusia 43 tahun ini pun berusaha keras mengajak para mantan TKW untuk berwirausaha di kampung halaman. Kini, ia berhasil memberdayakan 50-an rekan senasib lewat usaha bersama yang dikembangkannya.

Narwati tinggal di Desa Limbah, Kecamatan Babatan, Ponorogo, Jawa Timur. Babatan adalah kantung TKW terbesar di Ponorogo. Selama ini, ia sering menyaksikan para TKW berperilaku hidup sangat konsumtif. Usai masa kontraknya habis, mereka pulang ke kampung dengan membawa penghasilan selama bekerja. Uang hasil jerih payah menjadi TKW, dihabiskan dengan membeli barang-barang yang tak perlu. Setelah uang habis, mereka balik lagi menjadi TKW. Narwati pun bertanya dalam hati, sampai kapankah mereka bersikap seperti itu ? Oleh karena itu, ia pun berusaha memotong mata rantai supaya mereka tidak balik lagi. Ia ingin para wanita Indonesia yang sudah memiliki modal, tidak usah berangkat lagi. Karena sebaik apa pun di negeri orang, masih lebih baik di negeri sendiri.

Narwati memang memahami benar masalah TKW, karena ia pernah menjadi TKW seperti mereka dan tahu betul bagaimana beratnya menjadi TKW. Dulu, ia menjadi TKW dengan tujuan mencari modal. Setelah modal terkumpul, ia berencana akan balik ke desa untuk membuka usaha kecil-kecilan. Saat itu, setelah menikah dengan suaminya, Achmadi Adi Nagoro di awal tahun 1992, kondisi ekonomi keluarganya memang kurang baik. Suaminya hanyalah seorang guru honorer di sebuah SMP. Penghasilannya belum bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara Narwati sendiri, sebagai lulusan D3 jurusan Bahasa Inggris salah satu PTS di Ponorogo, ternyata tidak mudah mencari pekerjaan. Maka cara yang paling mudah adalah dengan menjadi TKW.

Ia mengakui, sebenarnya keputusan menjadi TKW sangat berat. Bisa dibayangkan, saat itu ia dan suaminya adalah pengantin baru, tapi harus hidup terpisah. Namun keputusan itu tetap harus dijalani karena memang tidak ada pilihan lain. Menjadi TKW adalah jalan paling memungkinkan untuk mendapatkan modal usaha. Sementara kalau mengambil kredit di bank, ia khawatir tak bisa mengembalikan. Setelah berembuk dengan suami, mereka pun sepakat untuk sementara berpisah demi masa depan keluarga yang lebih baik. Setelah mengurus segala persyaratan, Narwati pun berangkat ke Taiwan. Ia beruntung di sana tinggal di salah satu keluarga yang cukup baik dan tidak pernah mengalami kekerasan. Sehari-hari, ia melakukan pekerjaan selayaknya pembantu rumah tangga. Selain itu, ia juga mengajari anak-anak majikannya belajar Bahasa Inggris dan terkadang Matematika. Setiap bulan, ia mendapatkan gaji yang kalau dirupiahkan sebesar Rp 3 juta, yang langsung ia tabung.

Selama menjadi TKW, Narwati melihat ada beberapa dampak yang kurang baik di lingkungan tenaga kerja Indonesia, terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga. Banyak sekali terjadi perselingkuhan, baik itu di pihak wanita maupun pria, karena jauh dari keluarga. Bagi yang sudah memiliki anak, perpisahan dalam rentang waktu sekian lama itu juga memberi dampak psikologis yang kurang baik buat anak. Dan masih banyak lagi sisi yang tidak bagusnya.

Setelah menghabiskan kontrak kerja selama tiga tahun, mulai 1992-1995, selanjutnya Narwati memutuskan kembali ke kampung halaman. Seperti yang sudah ia rencanakan sejak awal, uang penghasilan sebagai TKW ia jadikan modal usaha di rumah. Saat itu ia membuka toko sembako. Selain itu sisa uang yang masih ada dijadikan modal usaha penggemukan sapi yang dijalankan ayahnya. Beruntung semuanya berjalan dengan baik. Narwati berpikir, teman-temannya sesama TKW pastinya bisa juga menjalankan usaha seperti yang ia jalani. Ia pun tak pernah berhenti berusaha, bagaimana caranya memiliki usaha baru yang dapat memberdayakan perempuan. Terutama ia ingin menggandeng teman-teman TKW agar mereka tidak kepincut balik lagi ke luar negeri.

Kebetulan di tahun 2010 ada pelatihan dari Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) untuk para mantan TKW. Menurut Narwati ini merupakan salah satu bekal untuk memulai langkahnya. Kesempatan itu ia manfaatkan untuk mengumpulkan teman-temannya. Ia mengajak teman-temannya untuk membuat koperasi. Namun sayangnya saat itu mereka sudah tidak punya modal. Beruntung, teman-temannya itu ternyata mempunyai beberapa ide yang sangat kreatif. Salah satunya dengan membuat kue kering untuk dijual. Narwati pun menyanggupi untuk menyediakan peralatan dan bahan yang dibutuhkan. Ia juga ikut membantu memasarkan ke beberapa instansi dan menitipkannya di toko-toko. Ternyata, usaha kue itu lumayan sukses dan berjalan lancar sampai sekarang. Hasil keuntungannya tidak dibagi tapi dikumpulkan untuk modal bersama.

Suasana saat teman-temannya berkumpul untuk membuat kue pun sangat seru. Misalnya saat menjelang Lebaran, teman-temannya itu berkumpul di rumah Narwati. Mereka membuat adonan sampai jadi, lalu menatanya di wadah bersama-sama. Kemudian Narwati yang bertugas memasarkannya. Setelah modal terkumpul, sekarang mereka pun sudah mempunyai koperasi kecil-kecilan. Tentu koperasi ini untuk menunjang kebutuhan anggotanya. Sampai akhirnya, keuntungan dari hasil usaha kue itu, bisa dibagikan kepada para anggota.

Setelah sukses membuat usaha kue, Narwati mulai menambah ke cabang keterampilan yang lain yaitu membuat tas anyaman berbahan plastik. Kebetulan, ia sudah menguasai keterampilan ini sejak remaja. Ia membuat bermacam-macam tas. Mulai tas untuk ke pasar, bepergian, sampai tas mini yang biasa digunakan untuk suvenir hajatan. Narwati kemudian membagikan ilmu membuat tas itu kepada teman-teman di kelompoknya. Bahan-bahannya ia yang menyediakan. Belajar membuat tas sendiri cukup mudah, yang penting adalah ketelatenan. Dalam waktu relatif singkat, teman-temannya pun sudah bisa membuat tas.

Seperti halnya dengan usaha kue, Narwati sendiri yang kemudian juga memasarkan tas-tas karya teman-temannya itu. Ia bersyukur, usaha yang ia jalankan dimudahkan Tuhan. Sekarang ini sudah sekitar 50 orang yang sehari-hari membuat tas. Yang menyenangkan teman-temannya, pekerjaan membuat tas itu bisa dilakukan dirumah masing-masing. Jadi, sambil mengasuh anak-anak, para ibu bisa menganyam tas. Hasilnya cukup lumayan. Untuk satu tas, mereka mendapat Rp. 6000. Padahal dalah sehari satu orang bisa memproduksi 10 tas. Uang sebesar Rp 60.000 sehari untuk ukuran warga desa di tempat tinggalnya sudah sangat berarti guna menunjang ekonomi keluarga.

Usaha Narwati tidak berhenti sampai di situ saja. Kreativitasnya tak kunjung padam. Ia kembali membuat lini usaha baru yaitu batik, dengan tujuan ingin mengembangkan batik di desanya. Sebelumnya ia memang tidak paham membatik. Tahun 2012, ia pun belajar membatik di Solo. Di sana ia mempelajari dari awal proses membatik, termasuk membuat desain sampai proses lembaran kain jadi. Setelah menguasai ilmu membatik, ia kemudian membagikan ilmu tersebut kepada teman-temannya. Sekarang, teman-temannya pun sudah bisa membatik. Meskipun ada yang pengerjaannya masih agak kasar, tapi ada juga yang sudah halus.

Awalnya, Narwati mengajari membatik untuk taplak meja. Soal desain, ia membebaskan teman-temannya untuk berkreasi. Ia hanya mengarahkan proses pembuatannya saja. Hasil kreasi mereka pun boleh dibawa pulang. Dari situ, mereka pun senang sekali dan semakin semangat untuk membuat desain batik yang bagus. Untuk lini usaha batik ini, ia beri nama Mahkota Ponorogo. Kemudian Narwati mendapat kesempatan untuk mengikuti pameran yang diselenggarakan dinas terkait. Dari event pameran itulah, Mahkota Ponorogo mulai dikenal banyak kalangan. Bahkan, pembelinya banyak pejabat daerah. Menariknya, banyak yang membeli hingga tiga produk sekaligus. Sering orang membeli batik dan kue kering, yang dimasukkan ke dalam tas plastik anyaman.

Narwati menginginkan tiga usaha yang ia kembangkan ini bisa lebih maju lagi. Namun setidaknya saat ini ia sudah lega karena berhasil mengajak teman-teman mantan TKW untuk berkreasi di kampung sendiri. Kini mereka sudah tak tertarik lagi bekerja di negeri orang.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/11/narwati-mantan-tkw-yang-sukses-menjadi.html


Related Post :


Loading...


No comments:

Post a Comment