Thursday, January 28, 2016

DIANA RIKASARI : Dari Blogger, Sukses Berbisnis Sepatu Fashion.




Hobinya mengunggah busana dan aksesori yang akan dipakai ke dalam blog membawanya sukses menjalankan bisnis. Diana Rikasari mengaku sebetulnya tidak berniat menjadi blogger. Saat awal nge-blog di tahun 2007, Diana tengah mengambil program master di jurusan International Business Management, University of Nottingham, Inggris. Kebetulan, saat itu blog baru mulai muncul. Melihat banyak temannya memiliki blog, Diana juga tertarik. Temannya lalu membuatkan blog untuknya. Setelah itu, justru Diana yang lebih rajin menulis di blog ketimbang teman-temannya.

Sejak dulu Diana mengaku memang rajin menulis diari. Jadi, saat bertemu dengan blog ia seperti menemukan diari dalam bentuk digital. Mulanya, ia hanya menulis tentang pengalaman sehari-harinya, misalnya apa saja yang ia pelajari di perkuliahan hari itu, barang yang ia beli, dan sebagainya. Lantaran menyukai dunia fashion, Diana juga rajin bercerita dan mengunggah foto tentang busana dan aksesori yang ia pakai. Ternyata, para pembaca blognya lebih menyukai tulisan dan foto Diana tentang fashion, karena dianggap unik. Komentar positif pembaca blognya membuat Diana keterusan. Karena itulah, ia setiap hari rajin memperbarui tulisan di blognya tentang baju atau aksesori yang ia kenakan atau beli hari itu. Ia sebut juga merek atau nama tokonya sekaligus.


Kadang-kadang memang ada orang yang ingin tahu di mana bisa membeli baju atau aksesori yang ia tulis. Jadi, mereka mengunjungi blog Diana untuk mencari inspirasi dan informasi adanya brand, toko, atau online shop baru. Sejak itu Diana jadi keterusan, hingga orang menganggapnya sebagai fashion blogger. Padahal Diana lebih suka menyebut dirinya hanya sebagai blogger saja. Karena ia merasa konten blog-nya lebih bersifat umum, meski ada unsur fashion di dalamnya. Menulis di blog menjadi keasyikan tersendiri bagi Diana. Belum lagi, ia kemudian diliput sebuah majalah remaja pada 2009 karena gaya berbusananya dianggap unik. Sejak itu, namanya mulai dikenal banyak orang. Beberapa media lain kemudian ikut meliputnya. Namun, yang membuatnya lebih senang adalah orang mengakui selera fashion-nya. Ia juga kerap diundang ke berbagai acara fashion show.

Sebagai fashion blogger yang tidak berasal dari industri fashion, menurut Diana, ia merasa terhormat diundang dalam acara fashion show. Bahkan, terkadang ia mendapat tempat di front row atau barisan terdepan. Biasanya, setelah diundang ke fashion show dan memotret di sana, fashion blogger akan membahasnya di blog masing-masing. Diana sendiri kemudian juga mulai dipercaya menjadi fashion stylist dan diajak bekerja sama dengan merek-merek fashion lokal untuk mendesain baju khusus untuk mereka. Karena memang sejak dulu menyukai fashion, Diana jadi antusias menjalankan berbagai kegiatan barunya. Tahun 2008 setelah lulus kuliah, Diana sempat bekerja kantoran. Meski pekerjaannya jauh dari bidang fashion, yaitu menganalisa data-data statistik untuk riset pasar di sebuah lembaga riset, setiap pulang kantor Diana masih rajin nge-blog. Setelah 1,5 tahun Diana pindah ke perusahaan multinasional lainnya dan berkecimpung di bidang marketing.


Lantaran tetap rutin nge-blog, lama-kelamaan Diana merasa gairahnya ada di dunia fashion. Ditambah dengan ilmu bisnis yang didapatnya semasa kuliah, ia mantap mengundurkan diri dari pekerjaan yang telah digelutinya. Ia memilih berbisnis dan pada tahun 2010, Diana membuat lini sepatu bermerek UP. Ilmu dari dua pekerjaan sebelumnya sangat berguna baginya setelah menekuni bisnisnya sendiri, terutama bagaimana sebuah bisnis dan merek dijalankan. Diana memilih sepatu karena ia memang menyukai sepatu. Kebetulan di Indonesia pengrajin sepatu juga gampang dicari karena jumlahnya banyak, misalnya di Bandung. Hingga sekarang, Diana mendirikan bengkel kerjanya di Bandung. Ia memiliki supervisor khusus yang mengawasi bengkel sepatu itu. Nama UP ia pilih selain karena terinspirasi dari film serial kartun Up yang disukainya, menurutnya kata up juga memiliki makna positif.

Dalam bahasa Inggris, semua kata yang diakhiri dengan kata up selalu bermakna positif, misalnya cheer up, get up, wake up, light up, dan sebagainya. Jadi selalu membangkitkan semangat. Selain itu, merek ini juga fokus memproduksi high heels dan wedges, yang berguna untuk meninggikan badan pemakainya. Diana menambahkan, UP yang kini memiliki 30 pengrajin sepatu dan 6 pegawai di kantornya ini diperuntukkan bagi perempuan usia 15-35 tahun, dengan harga berkisar Rp 200.000 sampai Rp 300.000. Hingga kini, Diana hanya memasarkan produknya secara online di situs iwearup.com. Yang membedakan UP dengan brand lain adalah sangat memperhatikan bagaimana struktur e-commercenya bisa membuat orang lain tertarik untuk belanja. Jadi, situsnya bukan hanya untuk berjualan saja, melainkan terus diperbarui secara rutin. Pengunjung situs pun bisa mengunduh wallpaper dan lagu-lagu yang masih satu tema dengan UP, bermain game yang berhubungan dengan sepatu yang ada di situs itu, dan sebagainya.


Diana sampai menyewa game developer untuk membuat game itu. Ada juga customer service tambahan, sehingga pengunjung bisa konsultasi soal ukuran sepatu, reparasi, dan sebagainya. Tak hanya itu, UP yang desainnya terbilang kalem juga punya misi sosial bernama Level UP Scholarship Program, di mana UP menyisihkan Rp 5000 untuk setiap pasang sepatu yang terjual. Setelah terkumpul, dananya digunakan untuk biaya pendidikan anak-anak SD kurang mampu. Hingga kini UP mampu membiayai lebih dari 400 siswa SD dari berbagai kota di Indonesia secara kontinyu per tahun, minimal sampai lulus SMP. Program ini dilakukan sejak 2011. Diana percaya, dalam berbisnis itu kita memang harus berbagi. Pada 2013 Diana mendirikan lini sepatu baru Pop Flats bersama temannya. Untuk merek yang juga hanya dijual lewat situs popflats.com ini, menurut Diana, temannya mengajaknya membuat sepatu datar (flat shoes) dengan konsep yang ceria.

Mereka melihat, flat shoes di Indonesia selama ini modelnya selalu polos, hanya bermain di pita dan warna saja, namun tidak ada elemen lain yang seru. Sementara, Pop Flats karakternya beda sekali karena warna-warni, nyentrik, dan desainnya juga lucu dan terkesan muda. Pop Flats dijual dengan kisaran harga Rp 200.000-Rp 300.000 untuk perempuan muda usia 15-25 tahun. Namun menurut diana, pasaran UP tetap lebih besar dari Pop Flats. Sampai saat ini, bisnis sepatu yang dijalankan Diana berjalan lancar. Meski sibuk berbisnis, ia tak meninggalkan blog yang telah membesarkannya. Diana sendiri mengaku tak menyangka kegemarannya menulis di blog menjadikannya berada pada titik hidupnya yang sekarang. Ibu satu anak ini kini berencana membesarkan kedua merek miliknya ini.



Semasa kecil, Diana bercerita, cita-citanya sering berubah. Sempat berniat menjadi pemain akrobat, setelah SMA keinginannya berubah menjadi dokter. Saat kuliah, ia kembali berubah pikiran ingin menjadi ekonom. Yang jelas, tidak pernah ada cita-cita jadi pebisnis. Namun, ternyata bisnis di bidang fashion adalah passion-nya yang terbesar. Apalagi sejak SMP, perempuan berpotongan rambut unik ini, sudah senang berjualan. Tangannya suka ?gatal? ingin membuat sesuatu. Waktu SMP, ia suka membuat kertas organizer. Ia menggambar garis-garisnya, difotokopi dalam jumlah banyak, lalu ditumpuk menjadi buku organizer. Pernah juga ia membuat bingkai dari kertas koran, yang lalu juga dijual. Saat SMA, ia juga pernah berjualan stiker, dan kalung ponsel buatan sendiri.

Hobi Diana dalam membuat dan menjual aksesori terus berlanjut hingga kuliah di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Tak hanya stiker, ia juga berjualan baju dan celana boxer yang desainnya ia buat sendiri. Diana sangat bersemangat saat membeli kain dan membawanya ke tukang sablon serta tukang jahit. Setelah baju dan celana itu jadi, perempuan berkaca mata ini juga membungkusnya sendiri. Diana mengaku semua itu hanya untuk hobi dan penyaluran kreativitas saja, tanpa pernah ia pikirkan untung ruginya. Itu sebabnya, harga dagangannya tak ia patok mahal. Harga kaus dengan kualitas distro, misalnya, ia jual sekitar Rp 50.000. Perempuan yang membesarkan anaknya tanpa pengasuh ini memang waktu itu tak pernah sadar bahwa sebetulnya bakat dagangnya sudah mulai muncul. Meski pembeli barangnya adalah masih teman-temannya sendiri


Ia baru tersadar di tahun 2010 setelah berbisnis UP. Saat kuliah S2 itulah, baru muncul keinginannya untuk berbisnis. Nalurinya ternyata tak salah. Terbukti, bisnisnya kini makin besar. Tak hanya itu, pada 2012 Diana juga meraih juara dalam lomba International Young Creative Entrepreneur Award yang diadakan British Council dan mendapat kesempatan untuk mempresentasikan bisnisnya ke para pengusaha kelas dunia di Inggris.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/08/diana-rikasari-dari-blogger-sukses.html


Related Post :


Loading...


No comments:

Post a Comment