Tuesday, February 2, 2016

WARUNG ANGKRINGAN GARENG-PETRUK, YOGYAKARTA : Murah Meriah Tapi Tetap Enak Dan Layak Konsumsi




Bisnis angkringan di Yogyakarta kini bukan lagi monopoli kaum pinggiran. Sajian nasi kucing plus aneka lauk pauknya ternyata disukai pula berbagai lapisan masyarakat. Tak heran, bisnis ini menjamur dengan cepat karena potensi keuntungan yang cukup menggiurkan. Pesona manisnya bisnis angkringan itulah yang juga telah memikat hati Paulina Novi Budiningrum untuk membuka warung angkringan. Warga Gowongan, Yogyakarta ini nekat menjadi pedagang warung angkringan di Jalan Mangkubumi, sejak tahun 2011 lalu. Novi, begitu sapaannya, kala itu memanfaatkan momen libur Lebaran untuk membuka usahanya. Di kala itu, pedagang angkringan di Jalan Mangkubumi dan Jalan Malioboro rata-rata tidak berjualan, sehingga ketika ia berjualan, baru beberapa jam saja dagangannya sudah ludes. Novi memakai brand angkringannya Gareng-Petruk, dengan tagline ?Rasamu Ya Rasaku?.

Sebelumnya, Novi adalah pengusaha kafe di pelataran parkir Monumen Jogja Kembali sejak tahun 2006 hingga 2008. Sayangnya, meski kafenya banyak didatangi pembeli, tetapi ia justru sering nombok. Karena, banyak pelanggan yang datang, hanya memesan satu gelas minuman, lalu menikmati live music sampai beberapa jam. Sementara setiap bulan ia harus membayar karyawan, sewa tempat, dan listrik. Secara hitung-hitungan, ia malah rugi. Ditambah lagi, lama-lama ia juga kurang sreg dan risih melihat cara berpakaian atau ulah pelanggan yang datang. Akhirnya, Novi pun memutuskan mengoper kafe itu ke orang lain saja.


Sebelum meninggalkan bisnis kafe, Novi telah melakukan survei untuk membuka bisnis baru. Ia mengamati bisnis angkringan ternyata pembelinya cukup banyak. Lalu ia pun mencobanya dan ternyata benar. Baru semalam buka saja, sudah laris. Namun Novi pun tetap berusaha untuk selalu mensyukuri bisnis angkringannya ini, meski pembelinya sedikit. Karena ia percaya bahwa rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Ia membuka warung angkringannya sejak pukul 16.00 hingga tengah malam. Bahkan, bila sedang ramai, bisa sampai pukul 01.00 dini hari.

Selama dua bulan pertama, rupanya warung angkringan Novi diam-diam diamati para supplier nasi bungkus dan lauk-pauk. Mungkin, melihat warungnya laris, satu per satu supplier itu lalu datang untuk menitipkan nasi bungkus, lauk-pauk, dan panganan lain. Dari sinilah, Novi merasa tak perlu lagi memasak sendiri. Ibarat gula, semutnya sudah berdatangan sendiri. Awalnya hanya 20 supplier, kini tak kurang dari 50 supplier makanan menjadi rekan kerja Novi. Ibu 4 anak ini tinggal menyiapkan minuman, sendok, dan piring. Semuanya memakai sistem konsinyasi. Bila masih ada sisa akan dikembalikan, dan kalau kurang ia tinggal telepon kemudian barang tambahan segera diantar. Sistem bayarnya pun juga langsung. Begitu warung tutup, supplier banyak yang sudah menunggu untuk menerima bayaran. Jadi, Novi pulang tinggal mengantongi keuntungan.


Kendati bisnis kelas angkringan, Novi tetap menerapkan pengelolaan yang profesional. Ia membuat aturan, makanan yang disetor harus nikmat dan berkualitas baik. Salah satu karyawannya dipercaya melakukan test food setiap harinya. Selain test food, ia juga menghitung jumlah setoran dagangan. Tiap ada yang menitipkan nasi atau lauk, akan dicicipi dulu. Misalnya, menitipkan 50 bungkus nasi atau mie, maka supplier harus membawa 51 bungkus, karena yang satunya buat dicicipi. Kalau lezat dan barangnya baik, langsung diberi tanda terima. Kalau tidak layak, akan ditolak secara halus dan dipinta agar rasa dan kualitasnya diperbaiki. Meskipun kelas angkringan yang image-nya murah meriah, tapi bagi Novi makanannya tetap harus enak dan layak konsumsi.

Novi menceritakan, pernah ada makanan yang disetor supplier dalam kondisi baik, tapi menjelang malam ada pembeli yang komplain. Ternyata, makanan itu sudah agak basi. Langsung saja ia turunkan makanan itu dan tidak menjualnya lagi. Besoknya supplier itu ia tegur. Novi pun juga selalu menghitung jumlah makanan yang disetor supplier. Karena kendati sudah ber-partner lama, ternyata masih ada pula supplier yang nakal dan curang. Dulunya, Novi begitu percaya saja pada supplier. Akhirnya supplieryang seperti itu pun menyingkir dengan sendirinya. Novi tidak membatasi jumlah nasi atau lauk yang disetor. Berapa saja ia terima asal mau menanggung resiko kalau tidak habis. Tapi biasanya, semua makanan yang dijual di warungnya selalu ludes. Kini Novi menyediakan sedikitnya 10 jenis nasi bungkus dengan berbagai lauk, antara lain nasi kucing, nasi bakar, nasi usus, nasi galak, dan lainnya.


Soal brand Gareng-Petruk, Novi mengaku itu pemberian seorang tetangganya. Ia disarankan memakai nama brand Gareng-Petruk karena itu merupakan tokoh punakawan dalam pewayangan yang amat terkenal. Nama itu pun mengandung maksud harapan bahwa Gareng nantinya akan nyeneng-nyeneng(menarik-narik pembeli) dan Petruk yang celuk-celuk(memanggil-manggil pembeli). Ternyata terbukti, banyak pembeli yang datang ke warung angkringannya. Bahkan semua tikar yang digelar kadang kurang, sampai pembeli harus duduk di trotoar jalan. Kini, nama warung angkringannya juga sudah beredar di media sosial lantaran para penyuka kuliner sering mencantumkan warungnya sebagai destinasi wisata kuliner yang ada di Yogyakarta. Padahal, menurut Novi, masih ada angkringan yang jauh lebih dulu hadir. Novi yang hanya bermodal awal Rp 3 juta plus gerobak angkringan, kini mampu mengantongi jutaan rupiah per malam. Bahkan keuntungannya berlipat bila ia menerima pesanan dari instansi pada acara-acara tertentu.

Misalnya saat ulang tahun sebuah bank, ia diminta memindahkan angkringannya ke kantor bank tersebut. Semua makanan yang ia jual akan diborong untuk santapan karyawan di sana. Risikonya, ia tidak bisa berjualan di Jalan Mangkubumi dan membuat pelanggannya kecewa. Di sinilah, Novi merasa harus memiliki dua gerobak. Jadi bila harus memindahkan angkringannya ke perkantoran, ia tetap bisa berjualan di tempat biasanya. Keuntungan juga tambah berlipat bila ada yang memesan via telepon. Meski ia belum membuka layanan antar, tapi si pemesan mau mengambil sendiri ke rumah atau warungnya. Selain mengantongi keuntungan besar tiap bulannya, Novi kini juga sedang berpikir untuk membuka cabang agar bisa dikelola suaminya. Karena ia dan suami saat ini memang sedang membutuhkan banyak uang untuk membiayai kuliah anak-anak. Apalagi, anak sulungnya saat ini sedang kuliah di Teknik Kedokteran di Jerman. Meski sang anak juga menyambi kerja selama di sana, tapi Novi tetap mengirimkannya uang. Novi bersyukur sampai saat ini Tuhan selalu mencukupi kebutuhan hidupnya, dan ia juga bisa menjadi saluran berkah bagi orang lain lewat usaha angkringannya.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/10/warung-angkringan-gareng-petruk.html


Related Post :


Loading...


No comments:

Post a Comment