Tuesday, January 19, 2016

NINA AGUSTINA, WANITA YANG MENJALANKAN BISNIS PISAU DAN SENJATA TAJAM, AMPHIBIOUS




Ibu dua anak yang tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur, ini sukses berbisnis di bidang produksi senjata tajam. Dari pisau dapur sederhana, senjata tajam untuk perlengkapan anggota TNI, hingga berbagai jenis samurai dengan harga jutaan rupiah ia produksi.

Sebetulnya, perintis sebenarnya usaha pisau yang ia jalani sekarang adalah mendiang ayahnya, Widarto. Setelah sang ayah meninggal dunia, ia yang dipercaya melanjutkan usaha ini, dengan dibantu suaminya, Nurdiansyah. Cerita sampai berdirinya usaha ini sebenarnya cukup panjang. Tapi ringkasnya, kemampuan sang ayah membuat pisau ini sebenarnya erat kaitannya dengan profesinya sebagai anggota marinir.

Ketika ayahnya masih berdinas di TNI AL dengan pangkat bintara, tugasnya sehari-hari adalah melatih siswa di Pusat Pelatihan Tempur Karang Tekok, Situbondo, Jawa Timur. Ada satu keahlian yang dimiliki sang ayah sebagai anggota pasukan khusus Angkatan Laut, yaitu ketepatan melempar pisau pada sasaran. Keandalan Ayahnya dalam hal satu ini memang tak tertandingi. Sekali lempar bisa menancap tepat pada sasaran dalam jarak cukup jauh sekalipun. Saat itu, ayahnya adalah orang satu-satunya yang jago melempar pisau. Dalam tugas-tugas khusus di TNI, keahlian ini memang dibutuhkan bagi seorang anggota pasukan khusus, untuk menjatuhkan lawan dalam suasana senyap tanpa suara.

Setiap hari sang sayah selalu mempraktikkan keahliannya itu di rumah. Tak hanya itu, anak-anaknya, termasuk ia sendiri, juga diajari cara melempar pisau agar tepat sasaran. Bahkan, aksi-aksi ayahnya terkadang kerap mendebarkan anak-anaknya maupun para karyawannya. Misalnya, sambil bergurau, tiba-tiba sang ayah suka dengan cepat melempar pisau ke bawah dan menancap di tanah tepat di samping kaki karyawannya. Atau, saat ada seseorang jalan, tiba-tiba saja ayahnya melempar pisau dan melesat melewati depan wajah orang yang sedang jalan tadi. Namun dari ketiga anaknya yang diajari cara melempar pisau, tidak ada satu pun yang bisa meniru kehebatan sang ayah, kecuali hanya sekedar bisa saja.

Dari kebiasaan ayahnya itu, lalu beberapa orang temannya memberi dukungan agar sang ayah tak sekedar bisa bermain lempar pisau saja, tapi sebaiknya bisa sekaligus membuat pisau sendiri. Dari anjuran beberapa temannya itulah, sang ayah kemudian jadi tergelitik mencoba membuat pisau sendiri, sehingga hasilnya jadi lebih bagus. Karena, pisau yang dipakai untuk latihan lempar pisau memang bukan pisau sembarang, melainkan dibutuhkan bentuk dan keseimbangan tertentu.

Kemudian sang Ayah mendatangi seorang pandai besi yang ada di Kecamatan Licin, Banyuwangi, bernama Pak Hafid. Pak Hafid memang seorang pandai besi yang terkenal terampil membuat aneka senjata tajam. Di sela tugasnya sebagai tentara, Ayahnya sering berdiskusi dengan Pak Hafid. Dan suatu saat, ayahnya menyodorkan gambar pisau hasil coret-coretannya lengkap dengan ukuran dan bentuknya. Oleh sang Ayah, Pak Hafid diminta membuatkan pisau sesuai gambar yang dibuat, tapi masih dalam bentuk batangan kasar.

Dari bentuk pisau yang masih kasar itu kemudian oleh ayahnya dibawa pulang dan dipoles sendiri secara manual, sekaligus untuk membentuk agar senjata tajam itu jadi seimbang dan proporsional. Ternyata, setelah jadi hasilnya amat bagus. Selain bentuknya tak kalah dengan pisau buatan pabrikan, ukurannya juga sangat presisi sehingga ketika dibuat melempar ke sasaran memiliki akurasi tinggi.

Lalu pisau-pisau itu pun dibeli oleh teman-teman ayahnya. Dari pengalaman pertama itu kemudian ayahnya membuat lagi dan lagi. Oleh karena selalu laku terjual, sang Ayah pun mulai menjadikannya sebagai usaha sampingan selain sebagai anggota pelatih di TNI AL. Sejak itu, Pak Hafid pun dipekerjakan secara permanen. Ayahnya membuat workshop pandai besi lengkap dengan peralatannya di Banyuwangi, dekat tempat tinggalnya.

Setiap hari Ayahnya membuat desain pisau, dan Pak Hafid-lah yang membakar serta menempa besi untuk dibuat berbagai bentuk pisau. Kemudian dilanjutkan finishing-nya oleh karyawan lain. Lantaran bentuknya sangat bagus dan ideal digunakan untuk anggota TNI, salah satu jenis pisau lempar yang dibuat ayahnya kemudian dipatenkan. Pisau produksinya itu oleh Ayahnya diberi merek Amphibious.




Karena secara kualitas tak diragukan lagi, pada tahun 2000-2009 ayahnya berhasil memenangkan tender di Mabes TNI AL untuk membuat pisau yang digunakan oleh pasukan marinir. Tapi seiring berjalannya waktu, usaha yang dirintis ayahnya itu berkembang tak hanya membuat jenis pisau pesanan TNI AL saja, tapi juga membuat jenis pisau lain. Hampir semua jenis pisau militer, pisau tradisional, pisau kebutuhan rumah tangga, sampai membuat samurai.

Setelah sang Ayah meninggal dunia pada tahun 2005, usaha ini sempat dipegang sebentar oleh adik lelaki Nina, Oscar Muara. Selanjutnya, adiknya melepaskan diri dan kemudian Nina yang melanjutkan usaha ini sampai sekarang. Saat ini, produk Amphibious sudah tersebar ke seluruh Indonesia, dengan berbagai jenis pisau yang dipasarkan.




Selain pernah memasok untuk TNI AL, produk Amphibious juga pernah menjadi pisau standar petugas satuan keamanan (satpam), juga petugas tim SAR. Namun saat ini, produksi tidak terpaku pada model yang ada saja, melainkan juga menerima pesanan dari mana saja dengan bentuk sesuai keinginan pemesan.

Kelebihan pisau Amphibious tentu saja pada kualitasnya yang sangat bagus. Tak hanya bentuknya saja yang menarik, ketajaman maupun kekuatannya pun tak kalah dengan produksi lain. Oleh karena itu, soal harga pisau yang dijualnya memang jauh di atas pisau pabrikan buatan Cina, misalnya. Baik pisau dapur yang seharga Rp 10 ribu, sampai pisau lain yang seharga ratusan ribu, bahkan yang jutaan rupiah, semua kualitasnya sudah terjamin.

Pisau yang dibuat, dari mulai pisau dapur yang harga paling murah sampai yang termahal, rata-rata berbahan baku baja pilihan yang kekerasannya berbeda dengan besi biasa. Biasaya baja sejenis itu didapatkan dari cakram motor, per mobil, atau batangan gergaji. Oleh karena berbahan baja yang sangat keras, terus terang saja sekarang ini Nina agak kesulitan dalam mendapatkan bahan bakunya.

Selain itu, ia kesulitan pula dalam hal mencari tukang yang bersedia mengerjakannya. Karena, proses pengerjaannya memang lebih berat. Dulu, saat masih ada Pak Hafid, memang tidak ada masalah. Sebab, berapa pun banyaknya pesanan pasti dibuatkan. Tapi setelah Pak Hafid meninggal dunia, para pandai besi yang ada sekarang, diakui Nina tidak ada yang seandal Pak Hafid. Sehingga Nina pun terpaksa harus memanfaatkan beberapa pandai besi yang tersebar di berbagai tempat. Para pandai besi itu hanya membuat bentuk kasar. Sementara untuk finishingsekaligus melengkapi aksesori, dari pegangan sampai sarung pisau, ia punya tukang sendiri yang bekerja di workshop-nya.

Sebetulnya, bisa saja bila Nina tak menggunakan tenaga pandai besi untuk memproduksi pisaunya, tapi hasilnya tidak bisa kuat dan tajam. Karena, bila langsung dipotong dengan mesin cetak tanpa melalui proses pembakaran layaknya yang dilakukan panda besi, hasilnya jelas akan berbeda. Meski bahannya baja, tapi jika tidak dibakar dan ditempa, pisaunya tak akan bisa tajam. Tentu berbeda sekali antara pisau yang dibuat dari bahan besi biasa dengan baja. Pisau berbahan baja hasilnya sangat tajam dan kuat atau tidak mudah protolbagian mata pisaunya.

Dengan jumlah pandai besi yang terbatas saat ini, tentu saja Nina memiliki persoalan tersendiri untuk memenuhi permintaan pasar. Ia sering kali mendapat pesanan dari berbagai lembaga secara kontinu dalam jumlah besar, tapi hal itu tidak bisa ia terima, karena tak bisa dipenuhinya.

Saat ini, dari workshop-nya Nina sudah memproduksi sekitar 330 model atau jenis pisau. Dari pisau dapur yang paling sederhana sampai samurai. Untuk samurai saja ada beberapa jenis. Ada jenis kenzi, juga ada tanto. Yakni samurai berukuran pendek, yang kalau di Jepang banyak digunakan untuk harakiri. Selain itu Nina juga menerima pesanan pisau yang di lempengan pisaunya tertera logo, stempel, atau nama sesuai yang diinginkan pembeli.




Meski sang Ayah sudah tidak ada, Nina pun tak berhenti untuk berinovasi dalam menciptakan model pisau baru. Sebab jika tidak, ia tentu akan ditinggalkan oleh konsumen. Soal bentuk, untuk membuat model-model baru, ia biasanya memanfaatkan situs-situs di internet untuk mencari referensi. Begitu ada model baru dan bagus, akan coba ia buat, tentu dengan sejumlah modifikasi agar tampak lebih bagus.

Untuk penjualan, Nina melayani pesanan dari sejumlah toko penjual aksesori militer yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu ia juga memiliki dua show room di Banyuwangi. Dan ia pun juga cukup rajin mengikuti pameran di berbagai daerah. Harga jual pisaunya sangat variatif. Misalnya pisau dapur seharga Rp 10 ribu, sampai samurai yang nilainya jutaan rupiah pun ada di tempatnya. Soal omzet, dalam sebulan sudah mencapai sekitar Rp 200 jutaan. Yang paling laku adalah jenis pisau King Cobra, karena bentuknya memang gagah.

Untung pengembangan usaha, yang berhubungan dengan urusan ke luar (eksternal), Nina dibantu suaminya. Tapi untuk urusan ke dalam, ia yang menanganinya sendiri. Para pembeli pisaunya memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, ada yang memang dimanfaatkan sesuai dengan profesinya, misalnya jagal hewan. Tapi tak jarang juga mereka yang membeli untuk sekedar dikoleksi.



Contact :
Nina Agustina
0823-3552-7309

____________________________
advetorial :

MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan!! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI




reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2014/04/nina-agustina-wanita-yang-menjalankan.html


Related Post :


Loading...


No comments:

Post a Comment