Saturday, January 23, 2016

AHMAD ABDUL HADI, SE - Bawa Buah Lokal Mendunia




Setiap minggu, ayah satu anak ini rutin mengekspor berton-ton buah lokal ke beberapa belahan dunia seperti Singapura, Hongkong, Qatar, Dubai, Bahrain, Oman dan Arab Saudi. Sukses tak diraih sekejap mata, pria kelahiran 7 Oktober 1984 ini bahkan pernah ?menginap? di kantor imigrasi Singapura, saat hendak menawarkan mangga ke negeri singa itu.

Ahmad mulai menekuni usaha ekspor buah di tahun 2008, sejak masih kuliah di semester empat Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon. Sebenarnya, ia meneruskan usaha orangtua yang awalnya menjadi penyuplai buah. Selain meneruskan usaha orangtua, tahun 2006 sampai 2007 ia juga sempat membuka usaha sendiri. Mulai dari bertani cabai sampai bengkel mobil. Namun semuanya gagal. Karena usaha yang dibuatnya sendiri tidak berhasil, awal 2008 itulah ia mantap untuk fokus mengembangkan usaha orangtuanya. Selain itu, motivasi yang paling dalam untuk serius menekuni usaha ini adalah karena di akhir 2007 ia memutuskan menikah. Setelah menikah ia merasa harus memberikan yang terbaik buat keluarga kecilnya.

Ahmad lalu mulai mencari informasi dari internet seputar ekspor buah. Dari situ diketahui bahwa buah-buahan Indonesia banyak disukai orang-orang di luar negeri. Ia akhirnya bisa berkenalan dengan beberapa pengusaha lain yang kemudian mengajaknya pergi ke Singapura untuk mencari pasar di sana. Di Singapura, ia mencoba mempresentasikan mangga dari Indonesia. Padahal saat itu pengetahuannya tentang mangga pun masih minim. Hanya modal nekat saja. Kebetulan, orangtuanya juga mendukung karena mereka sudah lama mempunyai cita-cita untuk bisa mengekspor sendiri, tidak lagi menjadi penyuplai buah untuk perusahaan ekspor lain.


September 2008, Ahmad kembali ke Singapura. Kali ini ia mengajak ayahnya untuk mencari pembeli. Ia sengaja memilih Singapura karena menurut asumsi yang didapatnya dari internet, Singapura sangat layak untuk dicoba. Selain letaknya dekat dengan Indonesia, bila sudah masuk Singapura, menurut beberapa orang, pasar Malaysia dan Hongkong pun juga akan terbuka. Saat itu ia membawa sekitar 20 kilogram mangga gincu dan harum manis. Ia juga sekalian membawa daftar pedagang buah di Singapura yang didapatnya dari internet. Ia kunjungi satu per satu dengan memberikan contohnya.

Dua minggu berselang, sendirian ia kembali lagi ke Singapura dengan membawa contoh mangga lebih banyak. Tapi ternyata begitu sampai di bandara Singapura ia harus ditahan petugas imigrasi, karena membawa mangga tanpa surat-surat yang dibutuhkan. Apalagi saat itu uang yang dibawanya tidak banyak dan tidak ada pula kartu kredit, hingga dianggap mencuri. Akhirnya, setelah dijelaskan dan menjalani pemeriksaan dari siang sampai sekitar jam 3 sore, barulah ia diperbolehkan masuk ke Singapura. Namun itupun hanya diberi waktu sampai jam 10 malam dan harus kembali ke bandara untuk pulang ke Indonesia. Bersyukur saat itu akhirnya ia bisa mendapatkan pembeli di Singapura yang sampai saat ini masih bertahan.

Ahmad bercerita, saat awal menekuni usaha ini ia kerjakan sendiri semuanya. Ia banyak belajar dari teman dan internet, termasuk soal pengemasan. Agar menarik, ia membuat kemasan dari karton. Kebetulan ada temannya yang mau membantu membuatkan desain. Agar tambah menarik, kemasan pun harus diberi gambar mangga. Karena tidak memiliki kebun sendiri, ia pun cukup memotret mangga di pinggir jalan yang dekat rumahnya saja. Pada ekspor perdananya di Oktober 2008, ia mengirim satu ton mangga gincu dan harum manis. Setahun pertama, ia bisa mengekspor sampai 17 ton. Memasuki tahun kedua, ia mulai menambah jumlah ekspor dan tujuan ekspor selain Singapura. Selain menggunakan media internet untuk membantu pemasaran, tahun 2009 itu ia juga kerap diajak Kementerian Pertanian untuk pameran ke beberapa negara seperti Hongkong dan negara-negara Timur Tengah.

Masing-masing negara memiliki spesifikasi tertentu, sehingga Ahmad pun harus jeli memilah ukuran dan kualitasnya. Negara-negara di Timur Tengah justru mau yang ukurannya kecil, sementara negara di Asia ingin yang besar. Beruntung, ayahnya sudah menekuni usaha ini selama puluhan tahun, sehingga bisa memberi banyak masukan. Selain itu Ahmad juga terus meningkatkan tampilan kemasan agar terkesan lebih bagus. Sekarang selain mangga, ia juga mengekspor buah manggis, jambu biji merah, rambutan, salak, buah naga, sirsak, duku, jahe dan ubi. Jenisnya memang semakin banyak karena ada permintaan. Tidak semuanya buah-buahan itu ia dapatkan dari Cirebon dan sekitarnya. Misalnya saja rambutan yang bisa ia ambil dari Subang, Jawa Barat.

Memasuki 2012, karena tuntutan pasar Ahmad memulai sendiri budidaya mangga, Karena bila dulu bentuk tidak jadi masalah asal dalamnya bagus, tapi sekarang tidak ada pasar yang mau. Pasar menuntut tampilan luarnya juga harus semakin bagus. Setiap tahun tuntutan pasar memang selalu berubah dan meningkat. Contohnya mangga, agar lulus ekspor kulitnya harus mulus. Ukurannya juga harus rata, misalnya 200 gram per buah harus sama. Untuk itu, sebelum dikemas, mangga harus dicuci dengan air hangat agar kotoran yang melekat hilang.


Bukan berarti buah yang tidak lolos ekspor tidak berguna dan tidak bisa menghasilkan uang. Buah yang tidak lolos ekspor ia bawa ke pasar domestik atau ke pabrik. Biasanya yang tidak lolos ekspor lebih karena tampilannya saja yang kurang, tapi tidak mempengaruhi rasa. Saat ini per tahun, Ahmad bisa ekspor hampir 400 ton mangga dan manggis. Sementara untuk rambutan masih sedikit jumlahnya, yakni hanya 200 ton. Sebetulnya permintaan yang datang lebih banyak, tapi ia memang belum bisa mengirim dalam jumlah yang terlalu banyak, karena sifat buah-buahan itu masih musiman dan tidak tersedia tepat waktu.

Dalam menjalani usaha ini, hambatan dan kesulitan pun pasti akan selalu ada, bentuknya saja yang berbeda-beda dan muncul di saat yang tidak terduga. Misalnya ketika pasar ada, tapi produk tidak ada. Atau ketika produk ada, modalnya tidak ada. Dan ketika semuanya ada, harga yang ditawarkan tidak cocok. Memang bermacam-macam bentuknya. Di sinilah pentingnya kesabaran dan kebulatan tekad dalam menekuni usaha apa pun. Harus pantang menyerah dan ulet. Belum lagi harus menghadapi karakter orang yang harus dihadapi dengan cara yang berbeda-beda. Termasuk juga soal bahasa. Beruntungnya, Ahmad cukup fasih berbahasa Inggris dan Arab karena sempat belajar di Pesantren Darussalam, Gontor, Jawa Timur.

Ahmad menjelaskan, dibanding dulu situasi bisnis buah sekarang semakin banyak tantangannya. Mungkin juga karena sekarang ia lebih punya banyak impian dan keinginan yang ingin direalisasikan. Dulu ia hanya ingin ekspor mangga ke Singapura saja, tapi sekarang ia ingin bisa ekspor buah lain ke negara lain. Selain itu, ia juga merasa tanggung jawabnya semakin besar setelah banyak mengenal petani. Karena, semakin banyak mengenal petani jusru ia merasa bertanggung jawab untuk memasarkan hasil panen mereka dengan harga yang terbaik.

Tips sukses Ahmad adalah, ketika menemukan halangan, jangan dibiarkan terlalu lama, tapi langsung cari solusinya. Jangan pula sampai depresi. Ketika gagal dalam satu produk, anggap saja memang belum saatnya. Semuanya cukup dibawa santai. Karena semua rencana yang sudah disusun itu hasilnya ditentukan Tuhan. Manusia punya cita-cita, tapi Tuhan lah yang menentukan. Yang penting kita sudah berusaha maksimal, dan jangan menyerah sebelum berusaha. Lakukan terus evaluasi dan instrospeksi agar ke depannya lebih baik lagi. Terkadang bidang usaha ini saingannya banyak dan dari berbagai negara. Sebagian bahkan berani memberi harga lebih murah dengan tampilan yang menarik. Sementara biaya pengiriman dengan pesawat cukup mahal. Akibatnya, produk buah kita memang sering kalah di harga jual dengan buah dari negara lain seperti Thailand dan Tiongkok. Namun kalah di harga, tidak soal rasa. Karena kalau soal rasa, buah lokal kita masih berani melawan.

Ahmad bersyukur keluarganya sangat mendukung semua langkah yang ia jalani. Ia dan sang istri memang saling mendukung satu sama lain. Saat ini istrinya sedang di Bandung melanjutkan kuliah S2. Karena si anak masih balita, maka harus ikut istrinya di Bandung. Tapi meskipun jarak mereka terpisah antara Cirebon dan Bandung, bukan berarti jadi alasan tidak komunikasi dan bertemu. Kalau bukan dirinya yang ke Bandung, istrinya lah yang ke Cirebon. Waktunya fleksibel dan dibawa santai saja.


reff : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.com/2015/06/ahmad-abdul-hadi-se-bawa-buah-lokal.html


Related Post :


Loading...


No comments:

Post a Comment